Tambang Batu Bara Ilegal Tanjung Lalang

Kakak-Adik Tewas Tertimbun Longsor, Menguak Tambang Ilegal di Muaraenim, Omzet Rp 11,5 Juta Sehari

Begitupun dirumah duka dua kakak beradik Hardiyawan dan Sulpiwan yang tewas tertimbun tanah ditambang batubara liar di kawasan Desa Penyandingan, Keca

Editor: Moch Krisna
Istimewa
Tim di Puskesmas Tanjung Agung sedang mengevakuasi korban tewas tertimbun tambang batubara ilegal di Desa Tanjung Lalang kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muaraenim, Sumsel, Rabu (21/10/2020). 

TRIBUNSUMSEL.COM,MUARAENIM -- Suasana duka terlihat dirumah duka para korban.

Begitupun dirumah duka dua kakak beradik Hardiyawan dan Sulpiwan yang tewas tertimbun tanah ditambang batubara liar di kawasan Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Rabu (21/10/2020) sekitar pukul 15.30.

Tampak Plt Bupati Muara Enim H Juarsah yang didampingi Kapolres Muara Enim AKBP Donni Eka Syaputra dan Dandim 0404/Muara Enim Letkol Inf Erwin Iswari, Camat Tanjung Agung Sahlan, Kades Penyandingan Edi Anuar dan pejabat muspida Muara Enim, hadir ditengah-tengah keluarga korban dan sanak family terlihat memadati rumah korban yang letaknya berdekatan melakukan takziah.

Plt Bupati Muara Enim H Juarsah, menyatakan prihatin dengan musibah yang menimpa 11 korban pekerja tambang ilegal yang dikelola oleh rakyat tersebut. Dengan musibah ini hendaknya bisa menjadi pelajaran serta perhatian dari semua pihak akan bahayanya menambang batubara dengan cara manual dan tidak sesuai SOP menambang.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Juarsah meminta kepada pihak terkait terutama Polri - TNI untuk sementara melakukan penutupan tambang ilegal tersebut hingga permasalahan ini benar-benar clear.

Dan kepada pekerja untuk tidak lagi melakukan aktivitasnya untuk menghindari kejadian serupa, apalagi saat ini musim penghujan tentu kontur tanah menjadi labil dan sangat rawan longsor.

Ditambahkan Kades Penyandingan Edi Anuar, bahwa pekerja yang meninggal tertimbun tanah longsor tersebut ada 11 orang yakni 6 orang warga Kabupaten Muara Enim dan 5 orang warga di luar Kabupaten Muara Enim.

Saat ini, jasad korban sudah diambil oleh keluarganya masing-masing.
"Kalau warga saya Desa Penyandingan ada empat orang. Dua orang diantaranya adalah kakak adik," jelasnya singkat.

Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa ada 11 pekerja tambang batubara ilegal tewas tertimbun tanah akibat aktifitas Penambangan Batubara Tanpa Izin (PETI) di kawasan Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Rabu (21/10/2020) sekitar pukul 15.30.

Sebelumnya 11 orang pekerja tewas tertimbun longsor di lokasi tambang batu bara ilegal di Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumsel, Rabu (21/10/2020).

Tragedi pekerja meninggal ini bukan yang pertama, sebelumnya ada beberapa kasus orang tewas tertimbun longsor di lokasi tambang.

Selain di Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, lokasi tambang ilegal ini juga terdapat di Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul.

Tribun Sumsel pernah melakukan investigas tambang batu bara ilegal di Muara Enim pada Desember 2018.

Berikut laporannya.

Perputaran uang dari bisnis tambang ilegal ini mencapai miliaran rupiah tiap harinya.

Untung emas hitam ilegal dinikmati cukong-cukong besar dan pemilik tanah.

Tambang batubara illegal yang dikelola scara tradisonal menyebar di Kabupaten Muaraenim Sumatera Selatan.

Untuk melihat dari dekat perkara ini, Tribun Sumsel berkolaborasi dengan Hutan Kita Institut, Pinus Sumsel dan Kanopi Bengkulu membentuk tim investigasi.

Melihat dari dekat aktifitas illegal tambang-tambang rakyat yang sangat tertutup ini.

Hamparan karung berisi batubara berjejer bertumpuk di sepanjang sisi jalan Dusun Karso Desa Darmo, Kabupaten Muaraenim di pos-pos cukong pengepul.

Tim investigassi bergerak menuju mulut tambang ilegal di Desa Darmo.

Tim terpaksa menyamar untuk menembus lokasi mulut tambang mengingat rawannya daerah itu. Bahkan pada sumber yang menjadi penghubung.

Mulut tambang rakyat ilegal yang menjadi sasaran investigasi di Dusun Karso hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau sepeda motor. Ada empat mulut tambang rakyat di dusun itu.

Tak ada alat berat di mulut tambang itu. Semua dilakukan tradisional dengan cangkul, sekop dan blencong.

Mulut tambang menganga paling tidak selebar kurang lebih 20 meter.

Dari dasar mulut tambang tampak belasan terowongan tambang. Kabarnya terowongan ini bahkan begitu jauh dan dalam sampai ke bawah rumah-rumah penduduk dan jalan raya.

Deru mesin pompa air langsung terdengar keras saat mendekati bibir lubang. Puluhan pekerja pria dan wanita tengah sibuk menambang batubara.

Tak ada tali atau kelengkapan apapun, bahkan sebagian dari mereka bertelanjang dada saat bekerja mengikis dinding lubang itu. Pecahan batubara pun berjatuhan di dasar lubang, bahkan diantaranya hingga menggunung tinggi.

" Hari ini, kami tak bisa menambang di terowongan, karena dipenuhi air hujan semalam, sehingga harus disedot terbih dahulu," kata seorang pekerja.

Terowongan yang menyerupai goa berukuran dua kali dua meter sebenarnya merupakan lokasi penambangan. Para pekerja seharusnya bekerja di dalam terowongan itu jika tidak ada air yang menggenangi.

Di dalam terowongan itu pekerja menggunakan penerangan senter. Panjang terowongan dapat mencapai ratusan meter, tergantung kemampuan para pekerja.

"Ukurannya semampunya. Sampai lelah dan tak mampu lagi menggali, diantara terowongan itu ada yang sampai 100 meter" katanya.

Terowongan itu mengarah tidak hanya satu titik saja namun bercabang-cabang ke kanan dan kiri, semuanya ditentukan pekerja.

Biasanya pekerja menduga potensi batubara besar sehingga memutuskan membuat lorong tambahan di dalam. “Semua pekerjaan pasti ada bahayanya. Yang penting dapat uang,” katanya.

Di terowongan mereka dibantu oleh para tukang ojek yang membawa karung-karung batubara keluar dari dalam lorong. Aktivitas penambangan dapat dilakukan sepanjang waktu ditentukan fisik masing masing pekerja.

"Cabang cabang terowongan biasanya berukuran lebih kecil, mungkin hanya muat untuk lalu lintas sepeda motor pembawa karung batubara," katanya

Ia menyebut para pekerja mendapatkan upah kisaran Rp. 2500 untuk satu karung. Sementara ojek batubara mendapatkan upah Rp. 3000-4000 perkarung tergantung dengan jarak.

Para pekerja pada umumnya merupakan warga yang berasal dari daerah lain, mulai dari Banten, Lampung, Lahat. Mereka membangun hunian sementara di dekat lokasi tambang yang mereka kerjakan.

"Kalau satu orang bisa dapat 50 karung saja, dan disini ada 20 pekerja maka dalam sehari mereka mampu menaikan 40 ton batubara ke permukaan," sebutnya

Cahaya matahari tak lagi dapat masuk kedalam hanya berjarak sekitar tujuh meter dari mulut terowongan. Sejumlah lorong di dalam terowongan cukup sempit hanya berukuran lebar 1 meter dan tinggi 1,5 meter.

Interaksi dengan pekerja tak berlanjut, pekerja itu kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali. Menyusuri terowongan tak mudah, selain tinggi terowongan yang tak sama juga dasar terowongan cukup berlumpur.

Sejak harga karet anjlok penambangan ilegal ini makin massif. Penduduk setempat yang semula menyadap karet lalu turun jadi petambang. Sebelumnya pekerja tambang rakyat ini hanya berasa dari luar daerah seperti Lampung dan Jawa.

Pundi Cukong

- Satu Mulut Tambang Butuh Modal awal Rp 50 Juta
- Sewa tanah Rp 15 juta sebagai uang pangkal.
- Produksi 40 Ton/hari
- Harga: Rp 11500 per karung atau Rp 287,5/kg
- Omset: Rp 11,5 Juta/hari
- Untung bersih setelah di potong upah, jasa angkut sewa sewa: Rp 5,5 juta/hari

Pundi Agen

- Harga beli Rp 2,87 juta satu truk (10 ton)
- Harga Jual Rp 8 juta satu truk
- Untung bersih setelah dikurang biaya angkut Rp 2,5 Juta/truk

Pundi Pemilik Tanah

- Pemilik Tanah Rp 15 juta perbulan atau Rp. 1000 perkarung

Polisi Janji Usut Tuntas 

Kapolres Muaraenim AKBP Donni Eka Saputra membenarkan adanya pekerja tambang tewas tertimbun longsor, Rabu (21/10/2020).

"Kita tadi sudah ke lokasi kejadian, dan mengamankan lokasi, lokasinya juga sudah kita pasang police line,"katanya.

Dikatakan Kapolres, terkait peristiwa tersebut,pihaknya telah mengamankan tiga orang saksi yang saat kejadian berada di lokasi kejadian.

"Saksi tersebut adalah pekerja yang berada di lokasi kejadian, Kita akan mengusut tuntas kejadian, termasuk pemilik lahan, untuk korban sudah dibawa oleh pihak keluarga masing-masing,totalnya ada 11 orang, 6 orang lokal, dan 5 dari luar yakni lampung dan Muara dua kisam,"jelasnya.

Sementara itu Plt Bupati Muaraenim Juarsah, menegaskan mulai besok untuk menghentikan seluruh aktivitas tambang ilegal yang ada.

"Dengan adanya kejadian ini saya tegaskan, bagi pemilik lahan tambang ilegal untuk menghentikan aktivitas di tambang ilegal sampai ada proses lebih lanjut dari penegak hukum, mengingat kejadian hari ini, korbannya tidak sedikit, dan kepada pihak berwajib saya harap bisa mengusut tuntas peristiwa ini,"katanya.

Pihaknya juga menghimbau masyarakat, untuk lebih waspada mengingat saat ini rawan terjadinya bencana longsor dan banjir dikarenakan musim penghujan ini.

"Jadi masyarakat harus lebih hati-hati dimana saja berada,mengingat kondisi cuaca yang terkadang ekstrim ditengah musim penghujan,"pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved