Tambang Batubara Ilegal Tanjung Lalang
11 Orang Tewas Tertimbun Longsor di Tambang Batubara Ilegal MUARA ENIM, Komentar Ahli Pertambangan
Dosen Ekonomi Tata Kelola Pertambangan Universitas Bina Darma Palembang, Rabin mengatakan pertambangan ilegal ini seperti ada pembiaran dari pemerinta
Penulis: Hartati | Editor: Moch Krisna
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Dosen Ekonomi Tata Kelola Pertambangan Universitas Bina Darma Palembang, Rabin mengatakan pertambangan ilegal ini seperti ada pembiaran dari pemerintah dan aparat penegak hukum padahal penegakan hukum harusnya oleh aparat dan pemerintah.
Memang mereka salah, tapi kasus-kasus ini sudah lama dan sudah dilaporkan kemana-mana hingga ke KPK dan Ombudsman tapi tidak ada perubahan, dibiarkan saja.
Padahal tambang ilegal ini banyak jumlahnya dan banyak pula pekerja yang bekerja di temanggung ilegal tersebut sehingga mustahil tidak terlihat.
"Tambang ilegal di depan mata tidak.mungkin tidak tahu, jadi ada apa sebenarnya?," ujar Rabin ketika dikonfirmasi, Rabu (21/10/2020).
Dia mengatakan apakah pembiaran tambang ilegal ini karena oknum atau orang tertentu di balik tembang tersebut, atau apakah ada andil aparat penegak hukum yang mendapatkan "keuntungan" tambang juga sehingga tidak berani menindaknya.
Dari segi rakyat, Rabin mengatakan mereka terpaksa menambang ilegal untuk mencari sumber penghasilan dengan peralatan seadanya dan tidak memperhatikan aspek keselamatan.
Rabin mengatakan undang-undangan mineral dan batubara (minerba) ini beberapa kali mengalami perubahan mulai dari UU yang mengatur bahwa pengelolaan dan pengawasan minerba menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah kabupaten kota.
Undang-undang ini kemudian berubah lagi menjadi menjadi undang-undang nomor 14 yang mengatur pengawasan minerba menjadi kewenangan dan pengawasan langsung gubernur pada tingkat provinsi.
Saat ini undang-undang minerba juga kembali berubah, tahun 2020 ada perubahan bahwa tanggung jawab dan pengelolaan minerba dikembalikan ke pemerintah pusat. Saat ini undangan-undangan tersebut masih dalam tahap proses penyerahan ke pusat.
Jika disahkan maka bisa saja keberadaan tambang ilegal diprediksi akan semakin banyak sebab pengurusan izin akan semakin panjang dan rumit. Selain itu juga pengawasan akan semakin "lengah" karena saat kewenangan masih di daerah saja banyak tambang ilegal beroperasi..
"Tinggal bagaimana nabati pemerintah pusat berkoordinasi mengawasinya karena di daerah saja masih kecolongan banyak tambang ielgal apalagi di pusat koordinasinya akan lebih sulit," prediksinya.
Bedanya tambang ilegal dan legal
Rabin mengatakan tambang ilegal dan legal jelas berbeda dari sisi keamanan dan keselamatan.
Jika ingin membuat usaha tanabng seharusnya mengajukan izin ke negara agar evaluasi secara hukum. Buakn cuma legal, hal ini juga perlu dilakukan agar peralatan dan aspek keselamatan dan keamanan nya juga terjaga.
Tambang legal memiliki izin negara sehingga dari sisi reklamasi mereka pastinya akan memiliki program penghijauan kembali lahan bekas galian. Lahan akan kembali ditutup dengan tanah bagian atas yang sebelumnya sudah dipisahkan sehingga setelah program penambangan selesai bisa dihijukan lagi dan tanah bisa kembali difungsikan.
Hal ini berbeda dengan tambang ilegal. Setelah selesai penggalian maka tanah bekas tambang akan dibiarkan saja berlubang dan membayakan keselamatan karena tidak direklamasi dan tidak ada penghijauan.
Tanah juga tidak bisa difungsikan lagi karena tanah bagian atas tempat tanaman tumbuh tidak dipisahkan seperti semula.
Dari segi keamanan dan keselamatan juga tambang legal jelas harus aman dan memenuhi standar keselamatan pekerja sehingga harus aman.
Peralatan yang digunakan sesuai K3 misalnya dengan menggunakan pakaian kerja standar keamanan dan keselamatan. Meledakkan tanah juga dengan bahan peledak yang aman sesuai prosedur ledakan untuk menambang.
Berbeda dengan tambang ilegal. Pekerja hanya mengunakan pakaian kerja dan alat seadanya saja. Teknik peledakan juga tidak akan dan seadanya saja sehingga nyawa taruhannya dan bisa terjadi kecelakaan kerja lebih besar.
Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa ada 11 pekerja tambang batubara ilegal tewas tertimbun tanah akibat aktifitas Penambangan Batubara Tanpa Izin (PETI) di kawasan Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Rabu (21/10/2020) sekitar pukul 15.30 (tnf)