Berita Viral
Viral IDI Makassar Sebut Hasil Rapid Test Positif Atau Negatif Palsu : Itu Hanya Istilah
Viral IDI Makassar Sebut Hasil Rapid Test Positif Atau Negatif Palsu : Itu Hanya Istilah
TRIBUNSUMSEL.COM - Rapid test masih diwajibkan bagi sejumlah pasien yang ingin di rawat.
Selain rumah sakit, rapid test juga dipakai untuk bepergian menggunakan moda transportasi umum.
Pernyataan soal hasil rapid test positif maupun negatif palsu menjadi viral di masyarakat.
Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) Makassar menyatakan itu hanya istilah yang artinya tidak akurat.
Humas IDI Makassar Wachyudi Muchsin dalam keterngan tertulisnya, Kamis (24/9/2020) menjelaskan, hasil rapid test palsu merupakan istilah yang artinya tidak akuratnya hasil pemeriksaan untuk menentukan seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.
“Jadi istilahnya palsu itu tidak akuratnya hasil pemeriksaan rapid tes, bukan alat rapid nya yang palsu.
Rapid test hanyalah sebagai pemeriksaan skrining atau pemeriksaan penyaring bukan pemeriksaan penegakan diagnosa infeksi virus Covid-19 dan gold standar diagnosa Covid-19 adalah swab atau PCR,” jelas Wachyudi yang akrab disapa dokter koboi ini.
Menurut dokter koboi, pernyataan saat itu memiliki pengertian multitafsir.
Pemilihan diksi yang viral seolah olah alat rapid yang “palsu”.
Padahal, isi penjelasan tidak begitu tujuannya.
Untuk testing Covid-19 secara tepat gold standar adalah swab atau PCR bukan rapid test.
Sebab, banyak kasus rapid test reaktif, swab negatif atau rapid test negatif hasil swab positif dan yang patut dipercaya adalah pemeriksaan swab atau PCR
"Yang viral itu hanya bahasa yang multi tafsirkan rapid test negatif maupun positif itu palsu. Itu hanya istilah yang artinya tidak akurat bukan alat rapid tesnya yang palsu,” jelasnya.
Dokter koboi menjelaskan, rapid test adalah metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG, yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus corona.
Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila ada paparan virus.
“Tes yang dapat memastikan apakah seseorang positif terinfeksi virus corona sejauh ini hanyalah memakai pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan ini bisa mendeteksi langsung keberadaan virus corona, bukan melalui ada tidaknya antibodi terhadap virus ini,” terangnya.
Lebih jauh, dokter koboi menjelaskan bahwa rapid test itu sudah dilarang oleh WHO.
IDI Medan pun sejak Juli 2020 sudah melarang penggunaan alat rapid test.
Untuk tes ada atau tidak virus Covid-19 dalam tubuh manusia semua pakai swab PCR.
"Saya secara pribadi dan profesi dokter mengajak masyarakat untuk paham rapid tes bukan takaran ukuran seseorang kena atau bebas Covid-19, tapi swab/PCR yang menjadi tolak ukur seseorang terpapar Covid-19 atau tidak," tuturnya.