Pilkada Muratara 2020
KPU : Potensi Masalah Kampanye di Muratara, Hoaks, Politik Uang, Intimidasi dan SARA.
Ketua KPU Muratara, Agus Maryanto mengatakan, potensi masalah kampanye di Muratara berupa hoaks, politik uang, intimidasi dan kampanye SARA
Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA-Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) menggelar rapat koordinasi (rakor) di aula Mapolres Muratara, Senin (31/8/2020).
Kapolres Muratara AKBP Adhi Witanto mengatakan, telah mempersiapkan diri jelang pelaksanaan Pilkada khususnya penindakan dalam pelanggaran Pilkada bila ditemukan unsur pidananya.
"Kami sudah membentuk tim untuk mengantisipasi potensi gangguan Pilkada, baik di dunia maya maupun di dunia nyata," katanya.
Polres Muratara terus memonitori dan patroli siber dunia maya terkait postingan yang sifatnya mengandung ujaran kebencian, SARA dan lain sebagainya.
"Mari bersama-sama kita Sentra Gakkumdu saling berkoordinasi sehingga tugas kita semakin ringan," kata Kapolres.
Ia juga mengimbau agar perlunya dilibatkan Kanit Reskrim, Kanit Intel dan Bhabinkamtibmas Polsek sejak dini dan agar dilakukan koordinasi di Polres Muratara.
Ketua KPU Muratara, Agus Maryanto mengatakan, potensi masalah kampanye di Muratara berupa hoaks, politik uang, intimidasi dan kampanye SARA.
"Kami mengimbau bijaklah menggunakan sosial media, jangan menyebar hoaks untuk mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Ia juga mengajak Sentra Gakkumdu untuk bersama-sama saling berkoordinasi sehingga tugas semakin ringan.
Ketua Bawaslu Muratara, Munawir mengatakan pembentukan Sentra Gakkumdu ini untuk menangani tindak pindana Pemilu sebagai implementasi amanat UU peraturan bersama.
"Inti keberhasilan sentra Gakkumdu adalah kekompakan, kita mengharapkan kinerja Gakkumdu dapat bekerja secara optimal dan profesional dalam proses tindak lanjut Pemilu," katanya.
Kordinator Pengawas Bawalsu Muratara, M Ali Asek menambahkan ada beberapa potensi pidana yang bisa terjadi pada tahapan penyusunan daftar pemilih di Pilkada 2020.
Seperti memberikan keterangan tidak benar untuk daftar pemilih, memalsukan data pada daftar pemilih, menghalang halangi seorang untuk mendaftar sebagai pemilih, menyebabkan orang lain tidak masuk sebagai daftar pemilih.
Ali Asek menambahkan, potensi pidana di tahap pencalonan terjadi bilamana adanya penyelenggara ataupun masyarakat yang menghalangi seseorang untuk menjadi calon.
"Kemudian memberi keterangan tidak benar, memalsukan surat, serta pemalsuan daftar dukungan terhadap calon perseorangan," katanya.