Mengenang WR Soepratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya yang Wafat Pada 17 Agustus

Wage Rudolf Soepratman meninggal dunia pada 17 Agustus 1938, di Kota Surabaya. Karya ciptaannya, Indonesia Raya dimainkan pada Kongres Pemuda kedua

ist
WR Soepratman 

TRIBUNSUMSEL.COM - Hari ini 17 Agustus adalah hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Di hari inilah Soekarno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Namun di hari ini pula, adalah hari wafatnya seorang Pahlawan Nasional yang karyanya dinyanyikan sebagai lagu kebangsaan Indonesia hingga kini, yakni Wage Rudolf Soepratman.

Wage Rudolf Soepratman meninggal dunia pada 17 Agustus 1938, di Kota Surabaya.

Karya ciptaannya, Indonesia Raya dimainkan pada Kongres Pemuda kedua menggunakan biola.

WR Soepratman sempat menjadi buronan Belanda karena lagu Indonesia Raya tersebut.

Belanda takut lagu tersebut dapat menambah gairah dan semangat rakyat Indonesia dan mulai melarang pemutaran lagu Indonesia.

Jepang pun juga melarang meski awalnya pernah memainkan lagu tersebut di radio Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia.

Masa Kecil

Bernama asli Wage Soepratman, WR Soepratman lahir di Purworedjo, 9 Maret 1903 pada hari Jumat Wage.

Ayah WR Soepratman adalah seorang sersan batalyon VIII Hindia Belanda yang bernama Djoemono Senen.

la adalah anak ke-7 dari 8 bersaudara, dan merupakan satu-satunya anak laki-laki.

Sebenarnya ada dua orang anak laki-laki yang lahir lebih dahulu namun meninggal dunia waktu masih kanak-kanak.

Masa kecilnya dihabiskan di Jatinegara, Purworejo dan bersekolah di Taman Kanak-kanak (Frobel School).

Tahun 1910 ayahnya pensiun dan pindah ke Cimahi.

Di sana Soepratman bersekolah di SD Budi Utomo.

Ketika berusia 9 tahun pada 1912, sang ibu meninggal karena sakit-sakitan.

Setelah meninggal, Soepratman diasuh oleh kakak perempuan sulungnya Rukiyem yang telah menjadi isteri seorang Belanda serdadu KNIL bernama WM Van Eldik.

Mereka tinggal di Jakarta dan pindah ke Ujungpandang pada tahun 1914.

Di sana Soepratman dapat dimasukkan ke ELS Europese Lagera School (SD berbahasa Belanda), sebuah sekolah yang hanya untuk anak-anak Belanda dan pegawai tinggi pemerintah Hindia Belanda.

Soepratman diakui sebagai anak WM Van Eldik yang menambah nama 'Rudolf' untuk Soepratman.

Namun setelah ketahuan, Soepratman dikeluarkan dan dipindahkan ke Sekolah Melayu.

Tamat Sekolah Melayu, Soepratman menempuh ujian KAE (Klein Ambtenaars Examen (Ujian pegawai rendahan)).

Soepratman belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun kemudian ia melanjutkannya di Normaalschool sampai selesai yang ada di Makassar.

Ketika berusia 20 tahun, beliau menjadi guru di sekolah Angka 2.

WM Van Eldik adalah orang yang mengajar Soepratman tentang musik, terutama biola dan gitar.

WM Van Eldik juga pernah memberi Soepratman biola yang selalu menyertainya sepanjang hayat. (1)

Menjadi Wartawan

Soepratman kemudian bekerja di Kantor Pengacara (Advokat) Mr. Schulten. ia menjadi jurutulis merangkap penerjemah.

Di sana Soepratman bertemu Mr. Schulten, seorang Belanda Indo yang berminat pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia.

Lewat surat kabar, Soepratman mengikuti pergerakan bangsanya dan tidak saja mulai tertarik, tetapi justru berminat untuk ikut membaktikan dirinya kepada bangsa dan tanah air Indonesia.

Menyadari bahwa pusat pergerakan Indonesia ada di Jawa, akhirnya Soepratman pindah pada tahun 1914.

Di Bandung, Soepratman bekerja untuk surat kabar Kaoem Moeda, surat kabar perjuangan yang pemimpinnya antara lain Abdul Muis.

Pergaulan Soepratman dengan para pemimpin dan wartawan makin lama makin luas dan makin tertarik pula Ia kepada perjuangan.

Soepratman sadar bahwa di dalam persuratkabaran dan pergerakan Indonesia bukan tempat untuk mencari gaji besar dan untuk hidup enak, keduanya justru meminta pengorbanan dengan kesadaran penuh dan ketangguhan yang tinggi.

Pada 1925, Soepratman pindah ke Kantor Berita Alpena, lalu pindah ke Sin Po.

Soepratman mendapat tugas menulis berita-berita tentang pergerakan Indonesia.

Gerak dan derap perjuangan Indonesia terasa sekali oleh Soepratman hingga timbullah keinginannya menggubah lagu perjuangan.

Maka dari itu, meski sibuk dengan pekerjaannya memburu berita, di rumah Soepratman memegang dan menggesek biola untuk mencari dan mencoba lagu gubahan yang dikonsepnya.

Makin hari Soepratman makin sibuk dengan usahanya menggubah lagu perjuangan.

Semangatnya menggubah lagu perjuangan bertambah besar setelah Soepratman menyaksikan kegiatan pemuda-pemuda yang tampak sebagai mempersiapkan sesuatu pekerjaan besar.

Dari Moh. Tabrani Soepratman mendengar bahwa waktu itu sedang dipersiapkan Kongres Pemuda, Indonesia ke-1.

Kongres itu diadakan mulai 30 April sampai dengan 2 Mei 1928.

Di dalam Kongres itu berkumandang seruan Moh Tabrani yang berbunyi, Rakyat Indonesia bersatulah.

Kongres Pemuda Indonesia ke-1 dan seruan tersebutlah yang untuk pertama kalinya mengilhami WR Soepratman hendak menciptakan lagu perjuangan.

WR Soepratman pernah ditampilkan di mata uang 50.000 rupiah ()

Indonesia Raya

Kongres Pemuda Indonesia ke-2 dilangsungkan di Jakarta pada tanggal 27 s/d 28 Oktober 1928, dipimpin oleh Ketua Panitya Sugondo Joyosugito.

Di dalam penutupan Kongres itulah ditetapkan Sumpah Pemuda.

Tanpa direncanakan lebih dahulu, tampillah WR Soepratman dengan seizin pimpinan Konggres menyumbangkan secara spontan sebuah lagu ciptaannya sendiri.

Lagu itu berjudul Lagu Indonesia Raya, dimainkan dalam biola tunggal.

Lirik dari lagu itu sengaja tidak dinyanyikan, karena diperhitungkan bilamana lirik dinyanyikan maka akan menyebabkan polisi (baca PID = Politieke Inlichtingen Dientst = Intel) bertindak.

Dalam surat Soepratman untuk WM Van Eldik, lagu Indonesia Raya itu memang dikehendakkan oleh W.R. Woepratman, mudah-mudahan dapat menjadi Lagu Kebangsaan Indonesia, seperti halnya lagu 'Wilhelmus' untuk bangsa Belanda.

Lagu 'Indonesia Raya' diterima baik oleh masyarakat khususnya dunia pergerakan kebangsaan Indonesia.

Di rapat-rapat menjadi kebiasaan dibuka dan ditutup dengan lagu Indonesia Raya yang diakuinya sebagai lagu Kebangsaan.

Kongres Partai Nasional Indonesia (PNI) yang ke-2 pada tahun 1929 di bawah pimpinan Bung Karno dalam rapatnya pada tanggal 20 Mei 1929 memutuskan mengakui lagu 'Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan'.

Naskah aslinya berbunyi sebagai berikut:

Indonesia, tanah airku
Tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri
Menjaga pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku, jiwaku semua
Bangunlah rakyatnya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Indones Indones
Mulia Mulia
Tanahku Negeriku yang kucinta
Indones Indones
Mulia Mulia
Hiduplah Indonesia Raya

*Naskah asli Indonesia Raya (biografipedia.com)

Kemudian terjadi perubahan di bagian "Indones Indones Mulia Mulia" menjadi Indones Indones Merdeka Merdeka".

Pada waktu pamflet Indonesia Raya diterbitkan, Soepratman dipanggil oleh Asisten Wedana dan Kepala Polisi.

Kemudian oleh Pokrul Jenderal ditanya:

1. Apakah maksudnya menggubah lagu Indonesia Raya ?

2. tentang perubahan naskah syair menjadi Indones Indones Merdeka Merdeka.

Soepratman mempersilakan mereka membaca naskah syair aslinya, di mana tercantum perkataan Mulia Mulia dan yang menetapkan Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan bukan dia, tetapi Kongres PNI ke-2.

Akhirnya ia dipersilahkan pulang, tanpa dapat dituntut.

Soepratman terkenal pula sebagai penggubah lagu-lagu nasional, yakni :

1. Bendera kita;

2. Pandu Indonesia;

3. Lagu KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia);

4. Indone­sia, hai ibuku;

6. Rajen Ajeng Kartini, dan Iain-lain.

Matahari Terbit

Selama di Surabaya itu Soepratman sempat pula menggubah lagu lagi, yakni berjudul Matahari Terbit untuk pandu-pandu KBI.

Syair lagu itu berbunyi sebagai berikut:

Matahari sudah terbit
Putra ibu-ibu bangun
Mari lihat cahaya mulya
Indonesia tanah airku.
Ibu Putra yang berbudi
Putra ibu yang sejati
Mari lihat cahaya mulya
Indonesia tanah airku

Pada tanggal 7 Agustus 1938, Soepratman siap akan berangkat memimpin nyanyian lagu tersebut oleh pandu-pandu KBI di siaran NIROM Surabaya.

Polisi menangkapnya, dengan tuduhan membantu Jepang, yang akan menyerbu Indonesia, sebab pada waktu itu gejala-gejala akan adanya ekspansi Jepang makin jelas.

Soepratman menyangkal tuduhan itu dengan keras, lagu gubahannya itu sama sekali tak ada hubungan dengan Jepang dan tidak sekali-kali mengandung arti memuja bendera Jepang yang bersimbol matahari terbit.

Selain itu dalam syair itu jelas tercantum Indonesia tanah airku.

Setelah peristiwa tersebut, Soepratman jatuh sakit.

Pada tengah malam tanggal 17 Agustus 1938 Soepratman tutup usia dengan tenang.

Sampai akhir hayatnya, Soepratman tak mempunyai istri dan seorang anak pun.

Jenazahnya dikebumikan secara Islam di Surabaya.

Pada tanggal 31 Maret 1956 kerangka jenazah almarhum dipindahkan ke makam khusus untuk W.R. Soepratman terletak di Tambaksegaran Wetan Surabaya.

Pahlawan Nasional

Pemerintah R.I. menganugerahkan Bintang Mahaputera III kepada Soepratman.

SK No. 016/TK/Tahun 1971 tertanggal 20 Mei 1971 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada WR Soepratman.

(TribunnewsWiki/Indah)

Sumber: https://www.tribunnewswiki.com/2019/08/02/wage-rudolf-soepratman

Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul 17 Agustus 1938 Wage Rudolf Soepratman Meninggal Dunia, Sosok Pencipta Lagu Indonesia Raya, https://manado.tribunnews.com/2020/08/17/17-agustus-1938-wage-rudolf-soepratman-meninggal-dunia-sosok-pencipta-lagu-indonesia-raya?page=all.

Editor: Rizali Posumah

Sumber: TribunnewsWiki
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved