Refly Harun: Tidak Bisa Ujug-ujug, Tanggapi Isu Prabowo akan Gantikan Maruf Amin Jadi Wapres Jokowi
Dirinya mengatakan bahwa jabatan wakil presiden dan juga presidennya memang tidak bersifat mutlak atau permanen.
TRIBUNSUMSEL.COM - Terkait isu Prabowo Subianto akan menggantikan Wakil Presiden Maruf Amin,Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan tanggapan.
Dirinya sejauh ini mengaku tidak mempercayai kabar tersebut, dilansir dalam tayangan Youtube Refly Harun, Kamis (13/8/2020).
Alasannya menurut Refly Harun kerena memang isu tersebut tidak ada dasarnya selain hanya dari segi usia yang menjadi pertanyaan.

Di luar spekulasi tersebut, Refly Harun lantas memberikan penjelasan mengenai aturan di dalam konstitusi jikalau kondisi tersebut akan terjadi.
Dirinya mengatakan bahwa jabatan wakil presiden dan juga presidennya memang tidak bersifat mutlak atau permanen.
Keduanya tetap ada peluang untuk tidak menyelesaikan masa kerjanya dalam waktu lima tahun, baik itu diberhentikan (dimakzulkan) ataupun mundur dengan sendirinya.
Berkaitan dengan alasan mengundurkan diri, tentunya karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sifatnya pribadi. Artinya tidak ada paksaan.
"Kalau kita berbicara mengenai pergantian wakil presiden, maka kita masukkan pada sloting itu, berhalangan tetap, mengundurkan diri, atau diberhentikan," ujar Refly Harun.
Sementara itu terkait pengantinya, menurut Refly Harun juga tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba.
Dikatakannya, dalam konteks wakil presiden yang mengundurkan diri, maka seorang presiden harus memberikan dua usulan calon.
Dua usulan calon tersebut lantas diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk ditindaklanjuti dan dipertimbangkan.
"Kalau itu terjadi maka wakil presiden pengganti adalah dua orang yang diusulkan oleh Presiden," kata Refly Harun.
"Jadi misalnya Maaruf Amin mengundurkan diri atau berhalangan tetap, maka Presiden Jokowi akan mengajukan dua orang calon wakil presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam jangka 60 hari maka kemudian nanti MPR akan memilih satu dari dua nama yang diajukan tersebut," jelasnya.
Dirinya mencontohkan kasus serupa yang pernah terjadi pada tahun 1999 saat kekosongan kursi orang nomor dua di Indonesia.
Dikatakannya, pada saat itu Megawati menjadi calon yang terpilih setelah melewati sidang yang dilakukan oleh MPR.
Kejadian serupa juga kembali terjadi ketika Megawati yang sebelumnya menjadi wakil presiden naik menjadi presiden menggantikan Gus Dur yang waktu itu dilengserkan.