Berita Pagaralam
Demi Bisa Beli Kuota dan HP, Dua Siswi di Pagaralam Terpaksa Jadi Buruh Harian Pemetik Kopi
Keduanya terpaksa harus menjadi buruh harian sebagai pemetik kopi di kebun agar bisa membeli kuota dan membeli Hp serta Laptop
TRIBUNSUMSEL.COM, PAGARALAM-Tak hanya smartphone, sistem pembelajaran jarak jauh juga membutuhkan kuota internet.
Tidak semua keluarga siswa mampu menyediakan semua kebutuhan itu.
Rika dan Wulan misalnya, dua siswi SMA Negeri di Kota Pagaralam.
Keduanya terpaksa harus menjadi buruh harian sebagai pemetik kopi di kebun agar bisa membeli kuota dan membeli Hp serta Laptop.
Kedua siswa ini harus bekerja dikebun sebagai pemetik kopi harian dengan upah Rp50 ribu perhari.
Hal ini mereka lakukan agar bisa mengikuti sistem belajar jarak jauh tersebut.
• Sejarah Panjang Kabupaten Musirawas, Ibu Kota Sempat di Lubuklinggau, Sekarang di Muara Beliti
"Saya saat libur sekolah terpaksa harus menjadi butuh harian pemetik kopi dengan upah Rp50 ribu perhari. Hasilnya untuk membeli kuota Hp pak," ujar Wulan.
Dirinya harus mulai bekerja sejak pukul 09.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB.
"Kami bekerja selama lima jam dan akan mendapat upah sebesar Rp50 ribu saja," ungkapnya.
Jika Wulan menjadi pekerja buruh harian pemetik kopi untuk membeli kuota, lain dengan Rika.
Rika sengaja menjadi buruh harian dengan tujuan untuk membeli Smartphone.
"Upah yang saya terima saya kumpulkan untuk dapat membeli Hp. Karena selama ini saya harus pinjam Hp teman agar bisa belajar online," kata Rika.
• Upacara 17 Agustus 2020 di Griya Agung Hanya 10 Menit. Titik Beratkan Visualisasi Virtual
Orang tua Rika, sangat keberatan dengan sistem belajar online yang saat diditerapkan pemerintah.
Pasalnya dengan sistem tersebut harus butuh biaya banyak seperti untuk membeli kuota internet.
"Rika ini juga belum punya Hp jadi harus pinjam punya tetangga. Untuk itu dia bekerja sebagai buruh petik kopi dengan harapan uang upah yang didapat bisa dikumpulkan untuk membeli HP," ujarnya. (SP/ Wawan Septiawan)