KPAD Sumsel Usulkan Satu Keluarga Bantu Rp1.000 per Hari untuk Sekolah Daring
Wifi itu ditempatkan di sebuah balai pertemuan yang kemudian digunakan sebagai kelas sederhana. Penggunaan balai itu bergantian sesuai jadwal yang tel
Penulis: Yohanes Tri Nugroho | Editor: Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Sumsel memberikan perhatian terhadap persoalan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan ditengah pandemi covid- 19.
"Persoalan belajar daring memang dikeluhkan oleh banyak orang tua, tak hanya di Sumsel tapi juga di seluruh Indonesia. Tapi mau tidak mau kita semua dihadapkan pada situasi ini, "ungkap Komisioner KPAD Sumsel, Ir Lela Damayanti Djohar S.Psi. M.Si.
Lela menyebut pelaksanaan PJJ merupakan satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan Covid- 19 kepada anak- anak di lingkungan sekolah masing- masing.
Tapi nyatanya, masih ada ketimpangan insfrastruktur pendukung PJJ antar satu daerah ke daerah lainnya, mulai dari listrik, jaringan, dan lain sebagainya.
"Belum lagi persoalan kemampuan orang tua yang berbeda dalam menyiapkan piranti sekolah daring, lalu ancaman penggunaan gadget. Kita tidak bisa terus mengeluh, kita harus hadapi dengan solusi," tegasnya.
Lela mengaku sudah melakukan kunjungan ke sejumlah provinsi lain untuk melihat pelaksanaan PJJ, dan beberapa daerah ternyata telah berhasil memecahkan persoalan sekolah daring.
Misalnya, di sebuah daerah di provinsi Jawa Barat yang berhasil membantu anak anak dalam melaksanakan PJJ.
Hal itu dilakukan warga dalam lingkup rukun tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) bahkan desa.
"Diawali dengan pendataan jumlah anak sekolah di setiap keluarga, misalnya ada satu, dua atau tiga orang. Mereka ada tingkatan apa misalnya SD atau SMP. Lalu juga kepemilikan piranti PJJ," katanya
Usai pendataan, masing- masing keluarga diminta untuk memberikan sumbangan berupa uang tunai Rp1000 setiap hari. Dana yang terkumpul kemudian digunakan untuk membeli fasilitas wifi dan membayar tagihan bulanan.
Wifi itu ditempatkan di sebuah balai pertemuan yang kemudian digunakan sebagai kelas sederhana. Penggunaan balai itu bergantian sesuai jadwal yang telah diatur berdasarkan tingkatan sekolah.
"Ada jadwal untuk belajar online, misalnya dari pukul 07.00-09.00 anak sekolah dasar, pukul 09.00-11.00 untuk SMP dan seterusnya. Ditempat itu mereka diwajibkan melaksanakan protokol kesehatan," jelasnya
Dalam pelaksanaanya, ada pendamping yang ditugaskan untuk mengawasi sekaligus membantu anak anak. Para pendamping itu berasal dari mahasiswa yang juga melaksanakan perkuliahan jarak jauh.
Pendamping juga mendapatkan uang saku yang juga bersumber dari sumbangan masing-masing keluarga. Tak hanya dapat melaksanakan kuliah jarak jauh tapi mereka juga dapat penghasilan tambahan.
"Pasword wifi akan diganti setiap hari dan dimatikan saat tidak digunakan. Pendamping yang bertanggung jawab, mereka dapat uang saku dari sumbangan Rp. 1000 itu. Jadi wifi itu khusus hanya untuk aktivitas PJJ saja," tegasnya
Dalam mengatasi persoalan kekurangan piranti atau alat PJJ diatasi dengan meminjamkan alat dari tingkatan pendidikan berbeda. Misalnya, ada anak SD tidak punya smartphone maka meminjam pada anak SMP atau SMA.
Beberapa piranti pendukung lain misalnya laptop atau proyektor juga dipinjam orang yang tergolong mampu. Tentu melalui pendekatan dan pemberian pengertian dari tokoh masyarakat.
"Cara ini sungguh efektif, orangtua tidak perlu repot repot untuk mendampingi anak, mengeluarkan dana besar untuk internet. Orangtua tetap bekerja sementara anak anak dapat belajar daring dengan baik," katanya
KPAD Sumsel menegaskan tengah mempersiapkan usulan itu kepada pemerintah untuk segera mengadopsi langkah itu sekaligus menjawab keluhan banyak orangtua dalam pelaksanaan PJJ.
Langkah ini juga dapat menumbuhkan gotong royong ditengah masyarakat dan memberikan kesempatan anak anak bersosialisasi yang tidak bisa didapatkan saat melakukan PJJ di rumah.
"Kita saat ini sedang siapkan daft usulan. Kita harapkan ini dapat diterapkan di Sumsel dalam waktu dekat. Terlebih, sampai hari ini kita belum tahu kapan pandemi berakhir, sementara anak anak butuh pendidikan optimal," jelasnya
Dalam pelaksanaan pola PJJ saat ini, KPAD berharap orangtua dapat memberikan perhatian dan pendampingan sehingga anak tidak ketagihan menggunakan smarphone.
Orangtua perlu menerapkan batasan waktu, kontrol situs yang diakses dan hukuman jika melanggar. Hal itu penting untuk mencegah anak terkena pengaruh buruk gadget yang digunakan untuk PJJ.
Harus Ada Fasilitas Internet Gratis
Wakil ketua DPRD Sumsel Muchendi Mahzarekki menilai, pemerintah harus menyiapkan fasilitas internet gratis, bagi masyarakat dalam menunjang anak- anak sekolah dengan cara jarak jauh atau dalam jaringan (daring) saat ini.
Sebab, walaupun dana BOS bisa digunakan, untuk membantu siswa membeli paket data, tapi itu dirasa belum mencukupi.
"Dari hasil saya keliling sekolah- sekolah dan bertemu dengan para orang tua siswa di Sumsel, bahwa mereka sangat terbebani dengan sistem belajar online saat ini," kata Muchendi, Selasa (4/8).
Menurut Muchendi yang juga koordinator Komisi V DPRD Sumsel, yang membidangi masalah pendidikan dan kesejahteraan rakyat, masih banyak kendala yang dihadapi anak- anak sekolah di Sumsel yang belajar secara daring.
"Pertama karena infrastruktur yang belum merata, susah signal. Kedua, pembelajaran jarak jauh atau daring memakan biaya yang sangat tinggi untuk membeli kuota," jelasnya.
Selain itu, orang tua juga dengan belajar sistem daring ini, harus membagi waktunya, antara bekerja dan mendampingi anak belajar secara online.
"Saya bisa membayangkan bagaimana beratnya para orang tua, dalam situasi dan kondisi saat ini. Apalagi orang tua yang penghasilannya pas- pasan dan memilik lebih dari satu orang anak yang semuanya sedang bersekolah. Apalagi masih sekolah SD akan terasa berat sekali," tandasnya.
Ia berharap, jika pendidikan online ini terus berlangsung panjang, pihaknya selaku wakil rakyat ingin pemerintah (Mendikbud) baik pusat atau daerah dalam hal ini, bisa membuat kebijakan fasilitas gratis, agar masyarakat tidak semakin dibebankan ditengah kondisi covid-19 saat ini, yang belum tahu kapan berakhirnya
Dimana, penggunaan internet dianggap sebagai pengeluaran tambahan orang tua, diluar biaya pendidikan yang sudah mahal. Dan jika ini dibiarkan, khawatir anak- anak Indonesia akan banyak putus sekolah, karena ketidakmampuan dalam membeli paket data.
"Kita juga berharap, pemerintah daerah juga ambil bagian dalam membantu para orang tua siswa, jika subsidi paket data sudah diberikan pemerintah pusat, pemda menyiapkan layanan cek mata gratis untuk para siswa. Karena kita juga meyakini belajar daring pakai hp, komputer, dan sejenisnya pasti berdampak pada mata anak," pungkasnya. (Jhn/arf).