Cerita Khas Palembang
Cerita Manusia Silver di Simpang Lampu Merah Palembang, Sepi Pekerjaan Dampak Covid-19
Anwar, seorang pria berusia 45 tahun mengaku terpaksa menjadi manusia silver demi mencari nafkah bagi keluarganya
Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Belakangan ini, keberadaan manusia silver di beberapa persimpangan lampu merah di Palembang, cukup menarik perhatian masyarakat.
Orang-orang yang bertelanjang dada dan melumuri tubuh mereka dengan cat warna silver ini, berusaha menarik perhatian masyarakat terutama pengendara sehingga memberikan sejumlah uang.
Anwar, seorang pria berusia 45 tahun mengaku terpaksa menjadi manusia silver demi mencari nafkah bagi keluarganya.
"Namanya juga usaha. Semua orang pasti punya usaha dan kami juga sama. Tapi kami tidak maling," ujar Anwar saat dijumpai di Simpang Lima DPRD Sumsel, Jumat (31/7/2020).
Anwar bukannya tanpa usaha dalam mencari nafkah.
Pria asal Pemulutan, Ogan Ilir ini sebelumnya mengaku bekerja menjadi buruh bangunan.
• Beli Rumah DP Rp 10 Juta Dapat Full Perabot, BPSK Lubuklinggau Temui Banyak Pelanggaran Perizinan
Namun sejak empat bulan lalu, kira-kira bertepatan dengan pandemi Covid-19, Anwar mengaku tak mendapat pekerjaan.
"Sepi (tidak ada pekerjaan) gara-gara Corona ini. Sementara keluarga perlu makan, anak sekolah mau jajan," kata bapak satu anak ini.
Sempat merasa putus asa karena tak ada pemasukan, Anwar memutuskan untuk turun ke jalan mengais rezeki.
Menjadi manusia silver pun dipilihnya karena dianggap hanya memerlukan keberanian.
"Istilahnya tebal muka saja di depan orang. Lagipula tidak ada yang kenal sama saya. Tinggal pintar-pintar menghibur orang agar diberi uang," beber Anwar.
Beberapa waktu lalu, sejumlah manusia silver ditertibkan petugas.
Namun hal ini tidak membuat Anwar dan rekan-rekannya jera menjadi manusia silver.
• Modus Gepeng di Palembang Makin Beragam Mulai dari Badut Hingga Manusia Silver, Dinsos Kewalahan
“Daripada kami nyopet atau membegal, lebih baik begini. Kami tidak memaksa orang untuk kasih uang, seikhlasnya saja. Tidak memberi pun tidak apa," ujar Anwar.
Dalam sehari, uang yang didapat Anwar bervariasi, antara Rp 80 hingga Rp 100 ribu.
Pemasukan sebanyak itu, kata Anwar, belum termasuk biaya makan dan membeli cat sablon untuk diluncurkan ke tubuh dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Serta sabun cair untuk membersihkan seluruh anggota tubuh yang sudah dilumuri cat.
“Kami disini gantian, ada shift-nya. Kalau saya bagian sore dari jam 15.00 sampai jam 18.00 jelang azan Magrib."
"Biasanya ada empat orang di setiap lampu merah di Sekip, Simpang Polda, Simpang Charitas. Tapi hari ini mungkin hanya saya karena yang lain sedang sibuk suasana lebaran,” kata pria warga Pakjo ini.
Saat melakukan aksinya, manusia silver berdiri tegap di trotoar lampu merah dengan membawa ember untuk menampung uang yang diberi oleh pengendara.
Tak hanya berdiri mematung saja, Anwar dan rekannya juga berjalan menuju kendaraan yang berhenti di lampu merah sambil memberi hormat ke pengendara.
“Kami kan tertib, tidak ganggu jalan, tidak mengemis juga. Sekalian sampaikan ke pemerintah agar memperhatikan rakyat, bukannya kami orang kecil ditangkap dan diperlakukan seolah penyakit masyarakat," kata Anwar.