Mengenal Tradisi 'Melangun' dan 'Basale', Tradisi Suku Anak Dalam di Musi Rawas Utara (Muratara)
Ketua Adat Suku Anak Dalam, Japaren mengatakan, dua tradisi itu hampir tidak pernah lagi dilaksanakan oleh Suku Anak Dalam.
Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Weni Wahyuny
"Itulah tradisi kami waktu itu, karena ada semacam ketakutan bakal terkena sial juga kalau tidak segera pindah.
Tapi sekarang tradisi itu mulai ditinggalkan, kami sudah menetap, tidak pindah-pindah lagi," katanya.
Ia melanjutkan, selain tradisi "melangun", ada pula tradisi "basale" yang merupakan ritual untuk menyembuhkan orang sakit.
Tradisi ini juga perlahan ditinggalkan setelah adanya pusat kesehatan masyarakat hingga ke pelosok daerah.
"Dulu memang kalau ada orang yang sakit maka orang tua kami bersama warga Suku Anak Dalam lainnya mengadakan upacara basale.
Tujuannya untuk mengusir roh jahat yang ada dalam tubuh orang yang sakit itu," kata Japaren.
Tokoh pemuda pemerhati Suku Anak Dalam, Supandri menuturkan saat ini hampir tidak ada lagi tradisi "melangun".
Sebab warga Suku Anak Dalam sudah menetap di satu tempat, tidak hidup nomaden atau berpindah-pindah lagi.
"Warga Suku Anak Dalam yang masih pindah-pindah itu bukan karena tradisi melangun lagi, mereka mau mencari makan.
Mereka kerja untuk kebutuhan hidup sehari-hari, mereka tinggal di kebun-kebun sawit mencari berondolan untuk dijual," ujar Supandri.
Ia menambahkan, selain sudah menetap, kini Suku Anak Dalam juga bisa bersosialisasi dengan orang-orang selain dari komunitasnya.
Mereka hidup seperti masyarakat pada umumnya, baik dari segi berpakaian, berinteraksi, dan lain sebagainya.
"Sekarang kehidupan mereka sudah modern, di antara mereka ada yang punya smartphone, sepeda motor.
Kemudian anak-anak mereka juga sudah ada yang jadi sarjana, mereka sudah berbaur dengan masyarakat biasa," katanya.
Ia melanjutkan, tradisi "melangun" itu perlahan menghilang setelah Suku Anak Dalam mendapat pembinaan dari pemerintah.