Berita Pendidikan
TK di Kenten Laut Banyuasin Ini Laksanakan Belajar Tatap Muka saat Pandemi, Ini Pertimbangannya
Tsurayya Syarif Zein dan suami memanfaatkan rumah milik mereka yang kosong untuk dibuat menjadi Taman Kanak-Kanak (TK)
Penulis: Melisa Wulandari | Editor: Wawan Perdana
Karena TK ini berbasis Islam, pihaknya mengajarkan pada saat awal sebelum belajar mengajar, anak-anak diajak beribadah bersama dengan cara salat Dhuha berjamaah pada Senin-Kamis.
"Model pembelajaran sangat bervariasi. Umumnya di TK lain anak-anak bermain di dalam ruangan saja atau berpaku pada buku. Namun di sini kami menyajikan dengan model yang berbeda," katanya.
Dalam satu minggu ada kelas wajib yakni kelas memasak, bercocok tanam dan aktivitas praktek kehidupan (practical life activities). "Mereka belajar dengan metode yang sangat menyenangkan. Di hari Selasa kemarin anak-anak ikut kelas memasak," ujarnya.
"Anak anak diajarkan menulis huruf alfabet O di atas roti. Tujuannya anak tidak hanya sekedar mengenal huruf O saja tapi juga melatih motorik halus anak dan keterampilan anak untuk menampilkan makanan," jelasnya.
Selain itu ada juga kegiatan bercocok tanam, anak-anak belajar menulis huruf O dan A di atas tanah. "Kenapa tidak melulu dengan metode buku pada dasarnya kan anak harus optimal sensori motornya," katanya.
"Kalau sensori motornya anaknya optimal maka anak akan lebih mudah belajar seperti membaca, menulis dan menghitung lebih mudah. Terus anak kami ajarkan bagaimana menanam kacang hijau, menjelaskan ada komponen apa saja saat bercocok tanam," jelasnya.
Kegiatan lain yang berhubungan dengan practical life activites yang diajarkan di TK yang baru berdiri ini seperti mengelap kaca, belajar membuat pola di atas kaca dan lainnya.
"Sebenarnya banyak sekali yang bisa digunakan sebagai metode belajar yang menyenangkan. Kegiatan wajib di sini adalah read loud yakni guru membacakan cerita dengan lantang agar anak terbiasa membaca buku," tutupnya.