Berita Palembang

Dikenal Kalem tapi Garang Tangkap Bandit, Profil Kanit Tekab 134 Polrestabes Palembang Iptu Tohirin

Setelah menamatkan SMA tahun 1995, Tohirin muda melanjutkan pendidikan Bintara di Lido, Bogor, Jawa Barat tahun 1995 selama setahun.

Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Weni Wahyuny
dokumentasi keluarga
Iptu Tohirin, Kanit Tekab 134 Polrestabes Palembang bersama istri dan anak-anaknya 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Team Khusus Anti Bandit (Tekab) 134 Satreskrim Polrestabes Palembang merupakan salah satu Unit Reskrim yang disegani para pelaku kejahatan khususnya di Palembang.

Di balik sepak terjang Tekab 134 yang kerap meringkus para penjahat, ada satu sosok yang luput dari perhatian.

Adalah Iptu Muhammad Tohirin Prakasa, atau biasa disebut Kanit Tohirin.

Pria 46 tahun ini dikenal kalem dan santai, namun garang saat mencokok para pelaku kejahatan yang kerap meresahkan masyarakat.

Kepada TribunSumsel.com, Tohirin mengungkapkan sekelumit perjalanan hidupnya hingga menjadi anggota Polri seperti sekarang.

Tohirin lahir di Muaraenim, Kabupaten Muaraenim pada 10 Mei 1974.

Sejak kecil, ia memang memiliki cita-cita, salah satunya menjadi anggota Polri.

"Kalau cita-cita saat masih kecil, ingin jadi ABRI atau TNI atau anggota Polri. Karena ayah saya merupakan anggota ABRI. Jadi saya ingin menjadi aparat negara yang tugasnya menjaga pertahanan, keamanan, ketertiban, seperti itulah," kata Tohirin saat dibincangi TribunSumsel.com di ruang kerjanya, Jumat (26/6/2020).

Setelah menamatkan SMA tahun 1995, Tohirin muda melanjutkan pendidikan Bintara di Lido, Bogor, Jawa Barat tahun 1995 selama setahun.

Tahun 1996, ia ditempatkan di Sat Sabhara Polresta Palembang hingga tahun 1999.

Di tahun yang sama, Tohirin dipindahtugaskan ke Satreskrim, masih di Polresta Palembang

"Awal saya bertugas di kepolisian, saya tugas di Sat Sabhara. Tapi selama 24 tahun bertugas di kepolisian, saya lebih banyak di Reskrim," ujar Tohirin.

PERNAH JADI KORBAN TSUNAMI ACEH

Saat menjadi anggota Polri, Tohirin mengungkapkan suatu pengalaman yang tak bisa dilupakan seumur hidupnya.

Yakni saat ia melaksanakan tugas Yustisi terhadap para anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditangkap.

"Saat itu saya ditugaskan di Kabupaten Pidie, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) pada tahun 2004," terang Tohirin.

Ketika itu pada pagi hari tanggal 26 Desember 2004, asrama tempat Tohirin dan rekan-rekan sesama Polri, diterjang ombak hingga bangunan asrama luluh-lantak.

Saat itu, kata Tohirin, tiga orang rekannya dari Bengkulu sempat hilang diseret ombak namun berhasil ditemukan beberapa hari kemudian dalam kondisi luka-luka.

"Waktu itu 10 orang anggota Polri, lima dari Sumsel, lima dari Bengkulu. Nah, tiga orang yang dari Bengkulu ini sempat hilang. Waktu itu kami selamat tapi habis semua barang-barang kami, kecuali pakaian di badan dan senjata api di pinggang," kenang Tohirin.

"Itu pengalaman yang tak terlupakan dalam hidup saya. Namun saya sebagai anggota Polri mendapat pengalaman berharga seolah dilatih oleh bencana alam," ungkap Tohirin.

UNGKAP KASUS SAAT TUGAS DI SATRESKRIM

Bertugas di Satreskrim selama 13 tahun sejak 1999, Tohirin lalu melanjutkan pendidikan sekolah calon perwira (Secapa) di Sukabumi, Jawa Barat tahun 2012.

Setahun berselang, ia ditunjuk menjadi Kanit Tipikor Polres Empatlawang tahun 2013 hingga 2015.

Setelah itu, Tohirin menjabat Kanit Tipikor Polres Musi Banyuasin (Muba) selama setahun.

Tahun 2017, Tohirin menjabat Kanit Narkoba Polres Muba hingga tahun 2018.

"Tahun 2018, saya kembali ke Polresta Palembang dengan menjabat Kanit Pidum dan Kanit Tekab 134," ujarnya.

Banyak pengalaman yang dialami Tohirin dan personil Reskrim lainnya saat mengungkap kasus kejahatan.

Pengalaman yang paling berkesan di antaranya mengungkap kasus kejahatan seperti jambret yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia.

"Banyak kasus tentunya. Seperti 2018, ada pelaku curas (pencurian dengan kekerasan). Dia ke mana-mana bawa senpi, ada tiga korban penembakan oleh pelaku ketika itu," ungkap Tohirin.

Kasus kejahatan lainnya yang menurut Tohirin sangat menjadi perhatian dan berhasil diungkap, ialah peristiwa penembakan anggota Polsek Plaju pada Mei 2019.

Tujuh bulan kemudian, pelaku akhirnya berhasil ditangkap personil Tekab 134 pada Desember 2019.

"Tentunya yang baru-baru ini, anggota polisi korban penusukan di Jakabaring pada 14 Juni lalu. Tak sampai dua hari, tim kami gabungan Tekab 134, Ranmor, Pidum dengan Jatanras Polda Sumsel, berhasil mengungkapnya setelah sempat terjadi baku tembak dengan salah seorang pelaku yang membawa senpi laras panjang milik korban penusukan," kata Tohirin.

DUKUNGAN KELUARGA

Bertugas sebagai anggota Polri yang banyak menghabiskan waktu di lapangan, berhadapan dengan pelaku kejahatan, bahkan mempertaruhkan nyawa, tak membuat keluarga Tohirin 'memborgol' kepala keluarga mereka.

Menurut Tohirin, keluarga terutama istri justru sangat mendukung profesinya itu.

"Walaupun jarang pulang, kebanyakan di luar, keluarga selalu berdoa dan mendukung saya. Inilah penyemangat utama saya selain tentunya secara spiritual, saya senantiasa berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa," ujar suami dari Dr. Desi Wardiah dan ayah dari Erdi Arafi, Nabila dan Khairan ini.

Tohirin memiliki prinsip dalam hidup, baik sebagai insan manusia maupun sebagai anggota Polri, melakukan kerja dengan ikhlas dan dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak.

"Apapun urusan saya di dunia ini, profesi, pekerjaan, hambatan, kesulitan apapun, saya serahkan kepada Yang Mahakuasa. Saya sebagai manusia biasa hanya berusaha dan berdoa, itu saja. Soal hasil dan sebagainya, bagi saya itu hanya bonus saja," kata Tohirin mengakhiri perbincangan.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved