Mengenal Likuran di Palembang di Bulan Ramadan, Tradisi yang Hampir Punah
Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur menyambut di mulainya malam Seribu Bulan atau yang dikenal Lailatul Qadar, yang sangat di nantikan Umat Islam.
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Weni Wahyuny
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Meski kini duduk dikursi roda tak menyurutkan semangat Budayawan Palembang Hj. Masayu Anna Kumari atau yang dikenal Anna Kumari untuk terus melestarikan budaya Palembang, salah satunya dengan menulis tentang budaya Palembang yang kini hampir punah.
Nah kali ini Anna Kumari akan membahas tentang tradisi Likuran.
Malam lah ini, malam lah ini
Malam selikur, malam selikur
Malam lah luse malamlah luse
Lah tige pule.
Diatas adalah penggalan lirik lagu Ribu-Ribu, sebuah lagu daerah dari Sumatera Selatan (Sumsel).
Hal ini menunjukkan kalau sejak dulu Tradisi Likuran atau Selikur telah menjadi suatu budaya bagi masyarakat Sumsel.
Bulan suci bulan ramadan
Mari memohon kehadirat Tuhan
Agar kita mendapat perlindungan
Dari penyakit yang menyengsarakan
"Tradisi Likuran atau dikenal dengan nama Selikuran adalah tradisi yang dilakukan masyarakat yang memeluk agama Islam dalam menyambut malam ke -21 di Bulan Ramadan," kata Budayawan Palembang Anna Kumari, Kamis (14/5/2020).
Menurutnya, biasanya tradisi Likuran ini dilakukan di daerah Jawa.
Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur menyambut di mulainya malam Seribu Bulan atau yang dikenal Lailatul Qadar, yang sangat di nantikan Umat Islam.
"Menurut cerita turun temurun tradisi Selikuran dikenalkan oleh Wali Songo, sebagai salah satu metode dakwah dalam menyebarkan Agama Islam. Tetapi secara historis, tradisi selikuran dilaksanakan secara baku dan besar-besaran oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram," katanya.
Hal ini kemudian juga dilaksanakan oleh daerah-daerah lain, termasuk di daerah kekuasaan Keraton Palembang Darussalam dan sekitarnya.
Tradisi Selikuran sampai sekarang masih diadakan secara rutin oleh Keraton Yogya, Keraton Kasunanan Surakarta dan Masyarakat Jawa pada umumnya.
Lalu bagaimana dengan di Sumsel, atau Kota Palembang pada khususnya?
"Sayang sekali, ternyata sekarang tradisi ini di Palembang dapat di katakan sudah hampir punah. Saya hampir lupa kapan terakhir kali melihat tradisi Likuran di adakan secara penuh dan lengkap," ungkap Anna Kumari.