Cerita Relawan Pembuat Peti Mati Pasien Corona: Orang-orang pada Tidur, Kita "Kletang-kletung"

Charles yang mengaku ingin menjalankan tugas kemanusiaan, sebagai tukang peti, berusaha melakukan yang terbaik untuk memenuhi permintaan peti tersebut

Editor: Weni Wahyuny
www.levertons.co.uk
Ilustrasi peti mati 

Detail peti jenazah Covid-19?
Peti jenazah Covid-19 ini pakai kayu "jeng-jeng." Atau yang dalam bahasa Indonesia kayu sengon. Permintaan dari pihak yang menyumbangkan peti jenazah Covid-19.

Untuk pembuatan peti jenazah pakai dana pribadi atau dana yang menyumbangkan?
Dari pihak yang menyumbangkan kalau cuma ada sekian ya tentunya kita bantu secara material.

Apa mas Charles ikut menguburkan jenazah Covid-19?
Pemda tidak boleh. Hanya bisa mengantar peti meninggalkan peti dan balik. Begitu juga besoknya. Biar tenang mereka semua yang bertugas.

Dan kalau ada permintaan keluarga yang minta peti dari yang di luar yang sudah disediakan itu tidak bisa. Mereka harus punya izin dari pihak Kamar Jenazah.

Takutnya jenazah ini korban Covid-19. Tidak boleh, makanya harus minta ijin. Ditanya dulu, status yang meninggal ini status apa. Apakah dia bukan Corona, PDP atau sudah positif. Ada statusnya, maka itu tidak bisa sembarangan.

Saya kemarin menghadapi juga begitu. Ternyata jenazah status dalam PDP, yang ketika saya mengantar peti kemarin. Kalau udah PDP, akan diurus Pemprov DKI.

Per hari harus 20 unit peti, bisa dijelaskan kesulitan memenuhi permintaan tersebut?
Sebelum ada Covid-19 per hari kita biasanya bikin 10 unit. Kalau sekarang harus 20, kita kesulitan tenaga kerjanya saja. Jadi dengan jumlah yang terbatas kita akhirnya harus kerja 24 jam nonstop. 20 peti jenazah Covid-19.

Saya juga sudah sampaikan kepada pihak penyumbang bahwa kita punya masalah kekurangan tenaga.

Selain itu jarak dengan warga harus kita pertimbangkan ketika membuat peti. Tengah malam orang-orang pada tidur kita "Kletang-kletung" buat peti. Karena di sini kita kerja, di sana sudah nagih.

Hari ini kita kerja malam, besok siang harus sudah diantar pukul 12:00 WIB. Karena itu yang namanya Covid-19 ini jenazahnya harus langsung dikubur, tidak boleh lewat dari tiga jam. Kalau lewat dari tiga jam bisa berbahaya bagi orang lain.

Berpacu dengan waktu juga ya?
Iya mas. Tepat. Kurang tidur, kurang istirahat. Tapi ya mau tidak mau, sifatnya relawan ya mau tidak mau kita harus kerjakan.

Pandangan pribadi mas Charles soal menjadi relawan pembuat peti jenazah Covid-19?
Kalau kita jujur sih kita sifatnya relawan. Untuk membantu saja. Tapi kalau kita egois, maaf, bisa saja kita mahalin. Kalau sini orang-orang bilang soal karma, ada yang baik dan buruk. Jadinya mau tidak mau saya dan kita semua relawan harus memberi yang terbaik.

Kadang harus nombok dan kesulitan dana saat membuat peti?
Bahan membuat peti itu  mahal. Termasuk cat untuk peti. Tapi karena kita sifatnya sosial kadang ada yang menyumbang semua kebutuhan untuk membuat peti ini. Kadang kita ada modal sekian, kita buat cukup untuk membuat peti ini.

Kadang saya juga minta tolong kepada yang jual supaya tidak memainkan harga.  Memang harus ada keikhlasan di sini. Dan juga perlu kesabaran, biarpun kita dimarahin warga karena jam tidurnya terganggu, saya maklum.

Tapi saya juga syukur karena warga pun akhirnya maklum kalau saya sedang buat peti malam-malam.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved