Iuran BPJS Batal Naik
Menkeu Hormati Putusan MA, BPJS Kesehatan Sudah Dikasih 15 Triliun Masih Negatif Rp 13 Triliun
Sebab dengan tarif lama BPJS Kesehatan akan mengalami defisit lantaran klaim yang harus mereka bayarkan kepada rumah sakit
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) No 75/ 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Konsekwensi pembatalan aturan ini, maka tarif BPJS Kesehatan akan berlaku mengikuti tarif lama.
Tarif lama ini yang dianggap tidak mampu meningkatkan kemampuan BPJS Kesehatan.
Sebab dengan tarif lama BPJS Kesehatan akan mengalami defisit lantaran klaim yang harus mereka bayarkan kepada rumah sakit nilainya jauh lebih tinggi ketimbang iuran yang dibayarkan oleh peserta baik peserta Bantuan Iuran atau subsidi pemerintah, karyawan swasta maupun peserta BPJS mandiri.
"Kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun," terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Istana Negara (9/3).
Karena itulah Menkeu atau pemerintah akan melihat keputusan MA ini apa saja implikasinya kepada BPJS Kesehatan ke depan.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
Sebagai gambaran, pasal 34 ayat 1 menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP). Pasal tersebut menaikkan iuran kelas III sebesar Rp 42.000 perihal bulan, kelas II sebesar Rp 110.000 per bulan dan kelas I sebesar Rp 160.000 per bulan.
Pada pasal 2 menyatakan kenaikan berlaku mulai 1 Januari 2020. MA menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Oleh karena itu, iuran BPJS kesehatan kembali pada iuran lama. Iuaran kelas III sebesar Rp 25.500 per bulan, iuran kelas II sebesar Rp 51.000 per bulan, dan iuran kelas I sebesar Rp 80.000 per bulan.
Selain itu, MA juga menyatakan keputusan kenaikaniuran tersebut, bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan," ucap majelis.
Duduk sebagai ketua majelis yaitu Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.