Kisah Erlinda 15 Tahun Jual Alpukat Lubuklinggau, Sampai Mampu Bangun Rumah

Buah alpukat merupakan buah musiman, buah dijadikan oleh-oleh khas Kota Lubuklinggau.

Penulis: Eko Hepronis | Editor: Prawira Maulana
EKO HEPRONIS/TRIBUNSUMCEL.COM
Erlinda saat menyusun buah alpukat jualannya di dekat Stasiun Lubuklinggau. 

Laporan wartawan Tribunsumsel.com, Eko Hepronis.

TRIBUNSUMSEL.COM, LUBUKLINGGAU - Buah alpukat merupakan buah musiman, buah dijadikan oleh-oleh khas Kota Lubuklinggau.

Setiap berkunjung ke Kota Berjuluk Sebiduk Semare ini, rasanya tak lengkap bila pengunjung tak membawa oleh-oleh buah ini.

Meskipun sedang tidak musim, buah alpukat selalu mudah ditemui di kota ini. Larisnya buah alpukat dan keuntungan yang menggiurkan membuat warga banyak menjual buah ini

Erlinda (42 tahun) warga JL. Pelita RT 06, Kelurahan Lubuk Tanjung, Kecamatan Lubuklinggau Barat I salah satunya, ia sudah 15 tahun berjualan alpukat di dekat stasiun Lubuklinggau.

"Sudah 15 tahun jualan disini karena prospeknya bagus akhirnya kita punya tempat oleh-oleh ini," ungkapnya saat dibincangi Tribunsumsel.com, Jumat (6/3/2020).

Ia menuturkan, sebelum membuka tempat khusus oleh-oleh awalnya Erlinda dan suaminya berjualan menggunakan mobil Carry, karena melihat prospek banyak pembeli akhirnya ia buka sendiri.

"Dulu kita hanya nyambut, kemudian jual lagi, karena kita lihat pembeli alpukat ini selalu ada, akhirnya kita mulai jual sendiri," katanya.

Ia mengatakan, untuk mendapat buah alpukat tidak terlalu sulit, hanya saja ketika Lubuklinggau sedang tidak musim atau sedang mutus, ia terpaksa membeli alpukat dari Curup Bengkulu.

"Seperti sekarang Linggau mutus (tidak musim) barangnya terpaksa diambil dari daerah Curup. Sistemnya dikirim dari sana, kita belinya dalam jumlah banyak,"paparnya.

Bahkan, jika buah alpukat dari Lubuklinggau dan Curup sedang mutus (tidak musim), ia mengaku menjual alpukat dengan harga lebih tinggi bisa mencapai Rp 60 ribu per kilogram tergantung kondisi buah.

" Kalau normalnya 1 Kg harganya Rp 13 ribu, ada yang Rp 20 ribu. Sementara kita jual dikisaran Rp 25-40 ribu per kilogramnya, kalau langka bisa sampai Rp 60 ribu," ujarnya.

Ia bercerita dalam berjualan alpukat tidak bisa diprediksi, karena tergantung permintaan pasar, tapi jika suasana libur sekolah atau menjelang tahun baru, dalam sehari kadang pernah mencapai 50 kg perhari.

"Tapi rata-rata perhari kurang lebih Rp 2 juta, bahkan kalau suasana momen libur kadang lebih, tergantung ramai tidaknya pengunjung stasiun," ungkapnya.

Akibat berjualan buah alpukat itulah perlahan kehidupannya berubah, hasil dari berjualan tersebut ia mampu membeli rumah, mobil hingga menyekolahkan anak-anaknya ke universitas.

"Kalau tidak jualan disini mungkin kehidupan kami tidak berubah, banyak tukang alpukat disini dulunya belum punya mobil, sekarang sudah punya mobil dan rumah," paparnya. (Joy)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved