Suap Bupati Muaraenim

Nama Ketua KPK Firli Disebut Kuasa Hukum Ahmad Yani, Kasus Suap Proyek Dinas PUPR Muaraenim

kuasa hukum Ahmad Yani menyebut bahwa uang tersebut rencananya akan diberikan kepada Firli Bahuri atas inisiatif terdakwa A Elfin MZ Muchtar

SHINTA ANGRAINI/TRIBUNSUMSEL.COM
Bupati Muara Enim Ahmad Yani saat menjalani sidang di pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1/2020). 

Nama Ketua KPK Firli Disebut Kuasa Hukum Ahmad Yani, Kasus Suap Proyek Dinas PUPR Muaraenim

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sidang lanjutan atas kasus suap yang menjerat Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani, ikut menyeret nama ketua KPK Firli Bahuri.

Secara lantang, kuasa hukum Ahmad Yani, Mahdir Ismail mengatakan bahwa perkara ini merupakan salah satu cara yang dilakukan petinggi KPK sebelumnya untuk menjatuhkan Firli Bahuri sebagai ketua KPK yang baru.

"Klien kami adalah tumbal dari petinggi KPK yang lama sebagai salah satu cara untuk menjatuhkan Firli Bahuri yang baru terpilih menjadi ketua KPK," ujarnya saat ditemui usai sidang dengan agenda eksepsi yang diajukan Ahmad Yani, Selasa (7/1/2020).

Breaking News: Hakim Ketua Sakit, Sidang Tuntutan Robi Penyuap Bupati Muaraenim Ditunda

Dalam eksepsi yang dibacakan dihadapan majelis hakim, kuasa hukum Ahmad Yani menyebut soal uang sebesar USD 35 ribu.

Uang ini diketahui ikut menjadi bukti ketika Robi Okta Fahlevi dan Elfin MZ Muchtar terjaring OTT KPK pada (2/9/2019) lalu.

Namun dalam persidangan ini, kuasa hukum Ahmad Yani menyebut bahwa uang tersebut rencananya akan diberikan kepada Firli Bahuri atas inisiatif terdakwa A Elfin MZ Muchtar dengan alasan yang belum diketahui.

Meskipun diketahui kemudian bahwa pemberian uang itu batal.

Sebab Erlan yang merupakan keponakan dari Firli Bahuri, secara tegas menolak iming-iming terdakwa A Elfin MZ Muchtar dengan cara memutus komunikasi.

Menurutnya, hal ini diketahui dari BAP dan hasil penyadapan terhadap Robi dan Elfin.

"Inikan ada proses bagaimana mereka mau mencekal pak Firli. Bahkan kalau kita lihat dengan jelas didalam BAP, tegas betul bagaimana proses penyadapan dilakukan," ujarnya.

Kuasa hukum Ahmad Yani juga mempertanyakan perihal  tidak adanya upaya konfirmasi dari KPK terhadap sejumlah pihak termasuk Firli Bahuri yang disebut akan masuk dalam daftar penerima uang fee dalam proyek di Dinas PUPR Muara Enim.

Dalam eksepsi disebutkan, terdakwa A. Elfin MZ Muchtar mengatakan bahwa untuk merealisasikan pemberian uang kepada Firli, dia mencoba menghubungi ajudan Kapolda.

Dari situ, ia kemudian diberi nomor kontak Erlan yang merupakan keponakan Firli Bahuri.

Kembali Mahdir menyebut bahwa keterangan itu terungkap dari BAP maupun penyadapan terhadap terdakwa A. Elfin MZ Muchtar dan terdakwa Robi Okta Fahlevi.

Akal Bulus Wartawan Gadungan Bermodal Lencana Polisi Palsu, Perkosa dan Peras Gadis Cantik

"Tapi pertanyaannya, kenapa tidak ada upaya dari KPK untuk meminta konfirmasi kepada pihak-pihak yang namanya disebut dalam keterangan itu. Bahkan Firli Bahuri juga tidak dimintai konfirmasi," ujarnya.

Hal itulah yang sangat disayangkan oleh pihak Ahmad Yani.

Mahdir berujar, seharusnya antara penegak hukum seperti KPK dan kepolisian sudah seharusnya memiliki sinergi bersama untuk dapat saling berkoordinasi.

"Minimal mereka bisa memberitahu pada Kapolri bahwa ada Kapoldanya yang diduga akan diberi uang dari pejabat daerah. Tapi itu tidak dilakukan bahkan juga kepada Firli yang jelas namanya disebut, juga tidak dilakukan konfirmasi terhadapnya," kata Mahdir.

Terkait pertemuan antara Ahmad Yani dan Firli Bahuri, Mahdi tidak menampik adanya hal tersebut.

Menurutnya, pertemuan itu adalah sesuatu yang wajar.

Sebab ia berujar bahwa kliennya hanya sebatas memperkenalkan diri sebagai salah satu pejabat daerah kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumsel.

"Pertemuan itu hanya silaturahmi yang biasa saja. Sebab sejak Kapolda dilantik, beliau belum pernah bertemu. Jadi beliau menemui Firli untuk memperkenalkan diri sebagai salah seorang pejabat daerah di Sumsel ini," ujarnya.

"Sedangkan terkait permintaan uang USD 35 ribu itu tidak pernah ada. Yang menyinggung soal itukan Elfin yang meminta uang kepada Robi.

Sementara Firli tidak pernah menyebut itu. Kapolda tidak pernah meminta uang, begitupun dengan Ahmad Yani yang tidak pernah menjanjikan pemberian uang kepada Kapolda," ujarnya.

Sementara itu, JPU KPK, Roy Riyadi yang ditemui setelah persidangan mengaku terkejut dengan eksepsi yang diajukan kuasa hukum Ahmad Yani.

Ia mengaku sama sekali tidak mengetahui adanya pertemuan-pertemuan yang dikatakan dalam eksepsi. Kecuali hasil penyadapan percakapan terdakwa A Elfin MZ Muchtar dengan terdakwa Robi Okta Fahlevi.

"Jujur saya baru tahu soal itu. Jadi saya belum bisa menanggapinya," ujar Roy.

Walaupun turut menyeret nama Firli Bahuri, Roy berujar bahwa pihaknya akan tetap pada dakwaan awal terhadap Ahmad Yani.

Yakni, Ahmad Yani dijerat dengan pasal dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Kami akan menjawab soal keberatan dakwaan saja. Untuk selebihnya belum bisa kami jelaskan," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved