Berita Palembang
Deadlock Pengesahan Raperda APBD Sumsel 2020, Pengamat: Malu Kepada Masyarakat
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Sumsel 2020 berlarut-larut
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Sumsel 2020 berlarut-larut.
Empat fraksi di DPRD Sumsel malah memilih walk out saat rapat bersama beberapa hari lalu.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian mengatakan, terjadinya deadlock atau kebuntuan, pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) 2020, antara eksekutif dan legislatif akan jadi preseden buruk di mata masyarakat.
Maka dari itu, ia meminta dua lembaga pemerintahan daerah tersebut, untuk menjalin komunikasi yang baik, untuk duduk bersama mencari titik temu.
• APBD Sumsel 2020 Belum Putus, Tapi Mobil Dinas Baru DPRD Sudah Datang
"Malu kepada masyarakat, tidak ada kata putus antara dewan dan Pemprov Sumsel, padahal bisa duduk bersama. Tapi poin pentingnya, karena komunikasi tidak jalan selama ini sehingga deadlock dan kuorum tidak tercapai," kata Febrian, Kamis (19/12/2019).
Menurut Febrian, tidak ada kesepahaman kedua pihak, untuk membawa suatu kebijakan saat ini.
Meskipun jelas-jelas ada kebijakan politik disitu, hal ini terlihat adanya fraksi di DPRD Sumsel tidak hadir, sehingga tidak kuorum untuk melaksanakan paripurna.
"Tentunya, ini perlu pendekatan politik, tujuan pertama tentu diharapkan ada hasil dari rapat paripurna, mengenai APBD. Clearnyakan seperti itu," ucapnya.
Diterangkan Dekan Fakultas Hukum Unsri ini, pendekatan harus dilakukan pihak eksekutif ke legislatif, karena awal penyebab deadlock selama ini pokok pikiran para anggota banggar dari legislatif tidak diakomodir, dan tidaklah principle.
• Raperda APBD 2020 Masih Belum Jelas, Pimpinan DPRD Sumsel Berpotensi Dinonaktifkan
"Seperti kasus APBD DKI Jakarta dulu, itu principle karena IT dan penggunaan berbeda. Sehingga solusi perlu komunikasi baik eksekutif dan legislatif. Na, kalau Sumsel saya rasa tidak principle," bebernya.
Ia pun mengingatkan Pemprov Sumsel harus memahami fungsi DPRD, dan jangan alergi untuk duduk bersama.
"Seperti komisi yang ada di DPRD, berbicara soal teknis kegiatan di OPD pembangunan. Kalau ada kesepakatan sifatnya tidak prinsciple, maka ada pertimbangan lain, karena lobinya disampaikan dewan untuk menyampaikan aspirasi yang berkembang di masyarakat, dan ini harus ditangkap eksekutif," ujarnya.
Ditambahkan Febrian, hal itulah menjadi sisi pandang dirinya, sebab semua masalah pasti ada jalan keluar, dan semua harus bisa menghargai fungsi masing- masing.
"Kalau dibilang waktu habis, iya 30 November tadi habis jadi ketok palu paripurna. Tapi ini memang karena menyangkut teknis laporan, jadi buat secepatnya, IT bergerak dan sebagainya," tuturnya.
Dilanjutkan Febrian, TAPD juga harus mengendorkan syaraf jangan berkeras, kalau deadlock jadi preseden bagi hukum tidak baik.
"Jadi kritisi dewan itu, harus disikapi positif dalam pembangunan. Ada pendekatan politik dan penyelesaian hukum itu, jadi selesaikan saja," tandasnya.
• 4 Fraksi Walk Out, Sidang Pembahasan Raperda APBD Sumsel 2020 Dilanjutkan Jumat
Febrian mengingatkan, jika pengesahaan APBD belum juga kelar, maka proses akan diambil alih Kemendagri dan jelas, pembahasan dan sinkronisasi selama ini sia- sia.
"Kalau mentok, prosesnya akan kembali ke Mendagri dan berlaku teknis hukum, dan silahkan pusat memutuskan pakai Mendagri. Tapi sebenarnya ada jalan keluarnya, lucu saja, kalau menggunakan anggaran lama," tukasnya.