Firli Bahuri Jadi Ketua KPK, Begini Kontroversi, Petisi hingga Penolakan Pegawai KPK
Firli Bahuri Jadi Ketua KPK, Begini Kontroversi, Petisi hingga Penolakan Pegawai KPK
Ketua KPK Agus Rahardjo, saat itu, menyebutkan, ada 7 calon dari Kejaksaan dan tiga dari Polri.
Dari semua calon itu, hanya Firli yang berhasil lolos dalam tes kesehatan, tes kompetensi, dan tes wawancara.
Saat itu Agus mengatakan, jabatan deputi sebenarnya tidak selalu harus dari institusi Polri dan Kejaksaan.
Namun, kedua institusi tersebut dinilai memiliki jaringan yang luas di daerah sehingga koordinasi dengan aparat penegak hukum dapat lebih mudah dilakukan.
"Deputi penindakan harus melakukan koordinasi supervisi aparat penegak hukum seluruh Indonesia. Jaksa dan polisi yang punya jaringan lebih baik," kata Agus saat itu.
Namun seiring perjalanannya, Firli ditarik oleh Polri dan dipromosikan sebagai Kapolda Sumatera Selatan.
3. Kontroversi, petisi pegawai hingga pelanggaran etik
Selama menjabat dalam salah satu posisi strategis di KPK, sosok Firli diiringi sejumlah kontroversi.
Catatan Kompas.com, 10 April 2018 silam, telah muncul sebuah petisi yang mengatasnamakan Pegawai KPK ditujukan kepada Pimpinan KPK soal adanya potensi hambatan dalam penanganan kasus.
Petisi itu berjudul, "Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Penanganan Kasus".
Petisi itu menjelaskan, belakangan ini jajaran di Kedeputian Penindakan KPK mengalami kebuntuan untuk mengurai dan mengembangkan perkara sampai ke tingkat pejabat yang lebih tinggi, kejahatan korporasi, maupun ke tingkatan tindak pidana pencucian uang.
Petisi itu mengungkap 5 poin, yaitu terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian; tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup; dan tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi.
Kemudian, tidak disetujui penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan; dan adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat di dalam kedeputian penindakan.
Tak hanya soal petisi, Firli terungkap terjerat masalah pelanggaran kode etik.
Pada awalnya, isu yang mengerucut dalam pelanggaran kode etik ini adalah menyangkut pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).