Cerita Khas Palembang
Tribun Wiki : Sejarah Lorong Basah di Palembang, Lokasi Pendatang Tionghoa Mencari Nafkah
Seperti juga jembatan Ampera, seseorang belum diakui sebagai wong Palembang sejati kalau belum pernah menginjakkan kaki dan belanja di Lorong Basah
Penulis: Winando Davinchi |
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Banyak sekali tempat-tempat dengan nama unik di Kota Palembang.
Lorong Basah, tempat yang tak jauh dari Jembatan Ampera juga banyak menyimpan segudang cerita.
Seperti juga jembatan Ampera, seseorang belum diakui sebagai wong Palembang sejati kalau belum pernah menginjakkan kaki dan belanja di Lorong Basah.
Nama sebuah lorong yang popularitasnya menyaingi nama jalan lain di kota Palembang, walaupun nama lorong ini kini telah diubah menjadi sebuah jalan Sentot Ali Basya.
Namanya yang sangat unik tercetus begitu saja dan nyatanya hingga kini masyarakat lebih familiar tetap menyebutnya Lorong Basah.
Banyak masyarakat yang menyangka Lorong Basah adalah sebutan singkat atas nama jalan Sentot Ali Basah, seorang panglima dalam perang Jawa yang mendampingi perlawanan Pangeran Diponegoro, padahal tidak seperti itu.
Tak ada hubungan sama sekali antara tempat ini dengan kisah sang pahlawan, sejak awal nama lorong ini memang lorong Basah.
Justru nama jalan Sentot Ali Basah disematkan untuk mengganti nama asli tersebut.
Menurut beberapa sumber asal muasal nama Iorong Basah berkait erat dengan suasana di zaman kolonial Belanda.
Menurut Rd, Muhammad Ikhsan sang sejarawan Kota Palembang saat ditemui dikediamannya menjelaskan, ada dua versi asal muasal tercetusnya nama Lorong Basah ini.
"Versi pertama menurut Raden Husein Natodirajo, seorang penelusur semor sejarah kota Palembang yang banyak berperan dalam memelihara manuskrip dan mencatat segala sesuatu yang berkait histori kota,"
"Menurut Raden Husein, tercetusnya lorong Basah karena memang lorong ini dahulunya sering basah oleh tumpahan dan ceceran air yang diangkat dan diangkut melintasi lorong tersebut," ucapnya, Senin (22/7/2019).
Dahulu para pendatang Tionghoa di Palembang mencari nafkah dengan mengangkut air atas pesanan penduduk asli yang bermukim di kawasan jalan Masjid Lama.
"Air sungai Musi diambil oleh para pendatang Tionghoa di tepi perairan sungai Musi yang berada di dekat Pasar Los 16 Ilir diangkat dan diangkut menuju kampung penduduk di sekitar jalan Masjid lama dan jalan Beringin Janggut,"
Dengan sarana angkat berupa dua kaleng persegi yang fungsinya seperti ember namun tidak berpenutup, air sungai tersebut diangkut dengan pikulan.
Nah, rute angkut tersebut melalui lorong yang menghubungkan jalan Pasar Baru dengan jalan Masjid Lama.
"Karena para pengangkut air membawa dengan ember kaleng tak berpenutup, air tersebut berceceran di sepanjang alur jalan, basahnya lantai lorong inilah yang menjadi awal sebutan tersebut," Jelasnya.
Versi lain yang sedikit berkesan miring, beredar cerita bahwa kawasan ini suatu masa di zaman kolonial sekitar tahun 1938 hingga 1942 menjadi tempat praktik prostitusi.
"Basah disana dapat diartikan berhubungan dengan aktivitas seks komersil di tempat itu," katanya.
• Tribun Wiki : Ini Asal Mula dan Sejarah Pasar Sekanak Palembang, Pusat Perekonomian Zaman Belanda
Selanjutnya oleh Pemerintah untuk menghilangkan citra negatif tersebut pada sekitar akhir tahun 1970-an nama lorong Basah ditingkatkan menjadi nama jalan dengan nama seorang pahlawan yang pada namanya jika dilafalkan lisan terdengar sebagai jalan Sentot Ali Basah.
"Seperti diuraikan sebelumnya, beliau seorang pahlawan gagah berani, Seorang panglima perang tangan kanan Pangeran Diponegoro yang namanya jika ditulis tepat dan lengkap adalah Sentot Ali Basha atau Sentot Ali Pasha,"
"Gelar Ali Pasha berarti panglima tinggi yang didapatkan beliau dari kesultanan Turki ketika belajar taktik strategi militer di sana," ujarnya.
Di samping sebutan lain atas namanya Sentot Prawirodidjo, geliat sebagai tempat perdagangan mulai dirasakan di era kolonial.
Sejak dibangunnya Pasar Straat yang saat ini disebut jalan Pasar Baru, lorong ini menjadi akses ke lorong Purban dan jalan Masjid Lama.
Pada mulanya hanya berupa deretan rumah sekaligus toko atau gudang yang mayoritas dihuni keturunan Tionghoa.
• Sejarah dan Arti Nama Sekip di Kota Palembang, Ternyata Dulunya Tempat Latihan Menembak Belanda
"Selanjutnya tumbuh toko-toko baru, di antaranya toko yang berdagang kopiah seperti toko Raden Mat bin RH Abdoel Madjid Toko ini terkenal dengan kopiah cap Matahari Terbit," pungkasnya.
Selanjutnya toko tersebut pun di sekitar awal tahun 1970-an berganti menjual barang dagangan berupa pakaian seragam sekolah.
Selain dikenal sebagai pusat perdagangan pakaian seragam sekolah, kemudian di era tahun 1970-an lorong Basah dikenal pula sebagai kawasan toko pecah belah.
Deretan toko tersebut terletak di sisi kiri kanan lorong Basah.
Ada pula toko yang menjual alat memasak berbahan dasar aluminium seperti panci, teko, kuali, dandang dan seterusnya.