Kami Tak Pernah Upacara, Kondisi Memprihatinkan SDN 02 Teluk Payo Kecamatan Banyuasin II
Jembatan kayu rapuh bergetar saat dua bocah sekolah dasar (SD) berseragam pramuka berlari melintasinya.
Penulis: Yohanes Tri Nugroho | Editor: Prawira Maulana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Jembatan kayu rapuh bergetar saat dua bocah sekolah dasar (SD) berseragam pramuka berlari melintasinya.
Jembatan itu merupakan akses penghubung jalan desa dengan gedung SDN 02 Teluk Payo tempat mereka menimba ilmu.
"Kalau banjir kita pindah ke kelas satu, air biasanya keluar dari dalam tanah, sepatu jadi berlumpur semua," ungkap Tri Ariyani (11) seorang murid sekolah itu.
Ariyani menyampaikan tiga lokal sekolah yakni kelas VI, V dan VI memang kerap mengungsi ke kelas lain untuk belajar jika kelas tergenang. Air keluar dari dalam lantai tanah kelas dan menggenang hingga setinggi mata kaki.
Kondisi kelas yang kerap digenangi air membuat para murid sekolah menggunakan sendal jepit. Bahkan membuat peralatan sekolah mulai dari meja dan kursi menjadi rusak tidak terpakai didalam kelas
"Sekelas cuma ada 13 orang, awalnya lebih dari itu tapi banyak yang pindah sekolah, Ujian kami kemarin juga pindah di kelas 1 karena disini sering banjir," jelas bocah yang merupakan ketua kelas itu.
Lebih miris lagi, Ariyani menyebut selama enam tahun bersekolah tidak pernah sekalipun sekolah menggelar upacara bendera. Hal itu disebabkan halaman sekolah masih berupa lahan gambut dan semak belukar.
Tak jauh berbeda, Murid kelas III, Aldi (8) mengungkapkan guru kelasnya sudah hampir dua pekan tidak mengajar. Hal itu membuat aktivitas belajar dikelasnya diisi dengan mengerjakan tugas dari guru lain.
"Sudah lama dak masuk, tadi mengerjakan tugas dari bu Asna (guru) saja," katanya singkat.
Wali Murid, Icha mengaku telah cukup lama mengeluhkan kondisi sekolah anaknya. Namun tidak ada respon dari pihak pemerintah sehingga terkesan tidak diperhatikan.
"Sudah lama, sekitar sepuluh tahunlah mungkin tidak pernah upacara, guru pun terbatas, cuma ada enam orang untuk enam kelas. Hanya tiga yang PNS termasuk kepala sekolah ," tegasnya.
Ia menyebut seorang guru honorer yang mengajar dalam memiliki kekurangan yakni tuna rungu. Namun tetap mengajar karena minimnya tenaga guru yang ada.
"Kadang saya bingung ada guru yang tuna rungu, saya bingung bagaimana berkomunikasi anak- anak, tapi tenaga gurunya memang terbatas," katanya.
Pantauan Tribun, Gedung SDN 02 Teluk Payo terdiri dari enam lokal kelas dan satu ruang kantor guru. Tiga lokal kelas memiliki lantai tanah sehingga kerap tergenang air hujan.
Sebagian besar siswa hanya menggunakan sandal untuk bersekolah. Dan sejumlah perlengkapan sekolah dalam kondisi rusak, daun jendela yang lepas, serta tidak adanya perpustakaan sekolah.
Guru Bungkam
Sejumlah guru yang mengajar di SDN 02 Bungkam saat dikonfirmasi tentang kondisi sekolahnya yang cukup memprihatinkan. Mereka mengaku tidak ingin berkomentar dan menutup mulut rapat rapat.
"Saya no comment, silahkan lihat dan laporkan saja kondisinya," kata seorang guru.
Sementara Kepala sekolah SDN 02 juga tidak berada di sekolah sehingga tidak dapat dimintai konfirmasi terhadap kondisi sekolahnya.
Kepala Desa Teluk Payo, Ambo Tuo mengaku telah sejak lama prihatin melihat kondisi sekolah di tempat kelahirannya. Ia mengaku telah mengusulkan pembangunan ke Dinas Pendidikan Banyuasin.
"Sudah pernah saya usulkan ke atas, saat itu saya bertemu langsung dengan pak Yusuf (Kadisdik Banyuasin), saya perlihatkan foto kondisi sekolah tapi belum ada realisasi hingga saat ini," tegasnya.
Ia mengaku telah banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat akan kondisi sekolah yang memang memprihatinkan. Mulai kelas kerap banjir, tidak pernah menggelar upacara, dan banyak siswa pindah sekolah.
" Sekolah itu juga merupakan tempat sekolah saya, terkadang saat mengunjungi sekolah itu. Saya miris akan kondisinya, tapi hingga kini belum bisa berbuat apa apa," tutupnya.