OPINI

OPINI Andika Pranata Jaya : Mencegah Makelar Kursi Legislatif Pemilu 2019

Pemilu 2019 di Sumatera Selatan, akan memperebutkan 723 kursi legislatif. Kursi tersebut tengah dibidik 9.201 caleg

Tribun Sumsel/Arief
Andika Pranata Jaya, Direktur Eksekutif Musi Institute for Democracy and Elektoral 

Ibarat “penipu kecil” yang tak ingin memberi suara secara gratis kepada “penipu besar”, pemilih melihat politik uang dan pendekatan kampanye yang bersifat partikularistik sebagai kompensasi kepada caleg.

Masih munculnya politik uang juga disebabkan masyarakat masih toleran dan permisif terhadap politik uang. Riset Daniel Zuchron-Dian Permata di Pilkada 2018, menemukan pemilih menganggap politik uang sebagai rejeki yang tidak boleh ditolak, sebagai penambah kebutuhan sehari-hari, sebagai biaya atau ongkos ganti rugi dari para kontestan.

Karena pada hari pemilihan mereka tidak berkerja, pergi ke ladang, ataupun sawahnya. Sehingga politik uang dianggap sebagai kesempatan mendapatkan rezeki.

Kondisi seperti itu dapat juga terjadi lantaran adanya kesesuaian pandangan antara kandidat dan pemilih soal politik uang. Bagi pemilih, politik uang dalam pemilu sudah lumrah.

Setiap pemilu, pemilih pasti mendapat amplop. Bahkan, mayoritas pemilih menunggu amplop dari calon dan tidak segan untuk menceritakan berapa jumlah isi amplop yang sudah diterima. Suka sama suka. Pemilih suka pelakunya juga suka.

Apakah praktik politik uang ini efektif bisa mendulang suara? Banyak yang salah target dalam praktik politik uang.

Ketentuan Mendirikan TPS Pemilu 2019, KPU Larang TPS di Bawah Rumah Warga

Pertama, banyak penerima uang politik yang hanya mengambil uangnya, namun tidak memilih.

Selain itu, juga ada kebocoran uang politik yang terjadi di tingkat agen, broker atau yang kerap disebut tim sukses.

Banyak timses yang menduakan caleg. Sudah pasti ada ketidakefektifan dalam politik uang. Potensi terjadinya uang disunat koordinator tim sukses besar terjadi.

Dalam bahasa investigasi Tribun Sumsel, tidak efektifnya politik uang menghasilkan suara diistilahkan dengan margin error.

Kalau begitu, apakah berarti para caleg itu bodoh sehingga mau mengeluarkan uang jika tidak efektif? bisa jadi sang caleg sudah memiliki perhitungan ada kebocoran uang namun di sisi lain ada celah yang harus dimasuki untuk mendapatkan suara dengan menggunakan politik uang. Karena kembali lagi.

Hal ini terjadi karena kontastasi yang sangat ketat tengah berlangsung.

Upaya Penyelenggara

Adanya ancaman hukuman berupa kurungan tahanan hingga diskualifikasi bagi kandidat atau caleg yang terbukti melakukan politik uang belum juga memberikan efek jera.

Politik uang masih jadi hantu yang bergentayangan di pemilu. Penyelenggara mesti melakukan terobosan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved