Tradisi Unik Suku Anak Dalam Buang Sial, Selalu Berpindah Rumah Setiap Ada Keluarga Meninggal

Suku anak dalam di Kabupaten Muratara pernah mempunyai tradisi berpindah pindah tempat tinggal jika ada anggota keluarga yang meninggal

Tribun Sumsel/ Farlin Addian
Japarin saat ini menjabat Ketua Lembaga Adat SAD di Dusun 7, Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara, 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com Farlin Addian

TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA-Suku Anak Dalam (SAD) atau biasa juga disebut orang Suku Kubu tersebar di Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel).

Di Sumsel, suku anak dalam banyak terdapat di Musi Rawas Utara (muratara). Diantaranya yang masih bertahan sekarang di Dusun 7, Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit.

Suku anak dalam di Kabupaten Muratara pernah mempunyai tradisi berpindah pindah tempat tinggal jika ada anggota keluarga yang meninggal.

Istilah berpindah tempat ini disebut melangun yang berarti kesialan.

Tribunsumsel.com berkesempatan ngobrol tentang kehidupan suku anak dalam dengan Japarin, keturunan terakhir yang pernah berasakan melangun.

Japarin saat ini menjabat Ketua Lembaga Adat SAD di Dusun 7, Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara,

Tradisi ini kata Japarin, dilakukan saat ada salah satu anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.

Anggota keluarga yang meninggal langsung dikubur.

Setelah itu, seluruh anggota keluarga yang masih hidup harus pergi meninggalkan rumah yang tadi mereka tempati.

Salah satu rumah warga Suku Anak Dalam di Dusun 7, Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara yang ditinggalkan hingga mengalami kerusakan.
Salah satu rumah warga Suku Anak Dalam di Dusun 7, Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara yang ditinggalkan hingga mengalami kerusakan. (Tribun Sumsel/ Farlin Addian)

"Ketika saya masih berumur 7 tahun pernah mengalami sendiri tradisi Melangun, waktu itu ada keluarga saya yang meninggal,"

"Setelah dikubur kami langsung diajak pindah dan membuat tempat tinggal baru," kata Japarin, kepada Tribunsumsel.com.

Japarin menjelaskan, jika ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal artinya rumah tersebut memiliki kesialan.

Supaya tidak ada lagi anggota keluarga ditimpa kesialan dan meninggal dunia maka keluarga yang masih hidup harus pindah.

"Setelah penguburan keluarga kami yang meninggal, kami langsung pindah dari rumah dan tidak menginap walaupun hanya satu malam karena ada semacam ketakutan bakal kena dampak sial juga jika tidak segera pindah," jelasnya.

Walaupun hanya berjarak 10 meter dengan rumah yang lama tetap harus pindah, supaya tidak terkena dampak kesialan, makanya rumah warga SAD tidak ada yang permanen.

Apabila Anda tertarik baca cerita khas liputan tribunsumsel.com, silakan ikuti Topik Cerita Khas Palembang

Tapi sekitar tahun 1960-an tradisi ini mulai hilang secara bertahap, waktu itu rompoknya didatangi Pesirah atau kepala desa dan diberi masukan supaya tetap bertahan dan tidak berpindah pindah.

"Akhirnya kami mencoba bertahap di rumah walaupun ada anggota keluarga yang meninggal dunia, karena tidak terjadi dampak apapun sehingga tradisi Melangun mulai ditinggalkan," ungkapnya.

Namun, tradisi berpindah pindah saat ini bukan karena Melangun lagi melainkan karena faktor perekonomian sebab jika ditempat mereka tinggal tidak ada lagi makanan untuk dikonsumsi maka harus mencari tempat baru yang lebih banyak makanan.

Sementara Kepala Dusun 7, Desa Sungai Kernih, Kecamatan Rupit bahwa dirinya tidak pernah mendengar adanya tradisi Melangun atau berpindah pindah tempat karena ada keluarga yang meninggal.

Yang ada itu warga berpindah pindah karena faktor perekonomian, kalau tempat mereka habis makanan maka harus pindah tempat baru yang lebih banyak makanan yang bisa dicari seperti gadung dan umbi umbian.

"Mungkin zaman nenek moyang kami dulu pernah ada tradisi Melangun itu, tapi sekarang tidak ada lagi karena sudah tersentuh pemerintah," katanya.

Sedangkan, Bupati Syarif Hidayat mengatakan memang dalam tradisi warga SAD ini ada istilah Melangun yang berarti sial.

Jadi jika ada keluarganya yang meninggal sehingga yang lain berpindah dan meninggalkan tempatnya karena dianggap sial.

Supaya tradisi Melangun itu ditinggalkan, Pemkab Muratara telah membangun gedung mess untuk anak SAD supaya anak anak mereka bisa berkembang tinggal dan menetap seperti masyarakat umum.

"Kita berharap warga SAD ini bisa tinggal dan menetap seperti masyarakat umum dan tidak hidup berpindah pindah lagi," ungkapnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved