17 Oktober Hari Spesial Prabowo Subianto, Apa itu ?
17 Oktober adalah tanggal yang kemungkinan selalu diingat oleh sosok Prabowo Subianto
TRIBUNSUMSEL.COM - 17 Oktober adalah tanggal yang kemungkinan selalu diingat oleh sosok Prabowo Subianto.
Ternyata, dilansir dari berbagai sumber, 17 Oktober merupakan tanggal kelahiran calon presiden nomor urut 02 tersebut.
Tepat 17 Oktober 2018, usia Prabowo Subianto akan genap 66 tahun.
Sedikit riwayat singkat Prabowo dikutip dari wikipedia.
Baca: Cerita Prabowo Tentang Pakaiannya, Diakui Terinspirasi Oleh Soekarno, Ini Filosofinya
Letnan Jenderal (Purnawirawan) H Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951.
Prabowo dikenal oleh publik Indonesia sebagai seorang pensiunan perwira tinggi militer, pengusaha, dan politisi Indonesia.
Prabowo merupakan putra ekonom Soemitro Djojohadikusumo.
Masa kecilnya banyak dilewatkan di luar negeri, dan ia pulang ke Indonesia untuk masuk Akademi Militer di Magelang.
Setamatnya dari sana ia mendaki jenjang karir di TNI Angkatan Darat, bertugas pada operasi-operasi militer di Timor Timur.
Baca: Sekjen PDIP Nilai Jokowi Merakyat, Kubu Prabowo : Kedekatan Bukan Slogan, Rakyat Bisa Menilai
Karirnya melejit di Komando Pasukan Khusus, dimana ia memimpin Detasemen Penanggulangan Teror dan kemudian sebagai komandan jenderal, memimpin operasi pembebasan sandera di Mapenduma.
Pada akhir Orde Baru yang dipimpin ayah mertuanya Presiden Soeharto, Prabowo bertugas sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis.
Baca: Dhani dan Rizky 2 Ajudan Pribadi Capres Prabowo, Mengaku Masih Jomblo, Mau Nikah Kalau
Karir militernya berakhir dengan pangkat letnan jenderal setelah diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Perwira Angkatan Darat.
Prabowo berpindah haluan ke bisnis, mengikuti adiknya Hashim Djojohadikusumo.
Ia memulai karir politiknya di konvensi presiden Partai Golongan Karya untuk 2004, namun tidak berhasil terpilih.
Ia kemudian mendirikan partainya sendiri, Gerakan Indonesia Raya, yang menjadi kendaraan politiknya sebagai calon wakil presiden dalam koalisi bersama Megawati dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada 2009; pasangan tersebut dikalahkan oleh Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono.
Prabowo memimpin koalisinya sendiri pada 2014 sebagai calon presiden berpasangan dengan Hatta Rajasa dari Partai Amanat Nasional, namun kembali dikalahkan dalam percoban pertamanya untuk jabatan nomor satu di republik itu oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Pada 2019, dalam percobaan ketiganya, Prabowo kembali mencalonkan diri menjadi presiden dalam satu pertandingan ulang melawan Presiden Widodo, berpasangan dengan Sandiaga Uno.
Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1969 dengan mendaftar di Akademi Militer Magelang. Ia lulus pada tahun 1974, satu tahun setelah Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia ke-6.[8]
Operasi di Timor Timur
Pada tahun 1976 Prabowo bertugas sebagai Komandan Pleton Grup I Para Komando Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur, saat itu dia berumur 26 tahun dan merupakan komandan termuda dalam operasi Tim Nanggala.
Prabowo memimpin misi untuk menangkap Nicolau dos Reis Lobato, wakil ketua Fretilin yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Timur.
Di Kopassus
Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teror (Gultor) Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Setelah menyelesaikan pelatihan Special Forces Officer Course di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara. Pada tahun 1995, ia sudah mencapai jabatan Komandan Komando Pasukan Khusus, dan hanya dalam setahun sudah menjadi Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus.
Penyelamatan Mapenduma
Pada tahun 1996, Komandan Kopassus Prabowo Subianto memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Lima orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan 7 sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman.
Pada tanggal 26 April 1997, Tim Nasional Indonesia ke Puncak Gunung Everest berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia setelah mendaki melalui jalur selatan Nepal.
Tim yang terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini diprakarsai oleh Komandan Jenderal Kopassus, Mayor Jenderal TNI Prabowo Subianto.
Ekspedisi dimulai pada tanggal 12 Maret 1997 dari Phakding, Nepal.