Kisah Presiden Soeharto
Firasat Presiden Soeharto Kekeh Umrah di Tahun 1995, Sampai Penuhi Keinginan Ibu Tien
Putri sulung Presiden ke-2 Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana kerap membagikan kisah hidup mendiang almarhum ayahnya
“Teruskan apa yang sudah bapak lakukan, membantu masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kita. Jaga baik-baik yayasan yang bapak bentuk. Manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk membantu masyarakat,” berhenti sejenak. “Jangan kalian pakai untuk keperluan keluarga.”
“Wis wuk, bapak capai, mau istirahat dulu.”
Saya peluk bapak erat, mencium tangannya, dan segera saya betulkan selimut beliau, dan bapak tidur dengan wajah yang tenang sekali. Di dalam hati, saya berdoa, “Ya ALLAAAAAH,beri saya kekuatan dan kemudahan untuk melaksanakan keinginan bapak, aamiin.”
Sejujurnya saya tidak dapat berfikir dengan jernih saat itu. Hanya doa pada Sang Khalik, untuk kesembuhan bapak kami tercinta.
Sore harinya, bapak agak drop kesehatannya, tim dokter bertanya pada bapak : “Bapak, kami akan memeriksa bapak ya.”
Bapak menjawab : “Tanyakan pada Tutut saja.”
Para dokter agak bingung lalu menyampaikan pada saya. Saya sampaikan, “Ayo saya temani periksa bapak.”
Pada malam harinya, kebetulan saya dan Mamiek jaga bapak. Bapak kelihatan drop sekali. Tapi setiap kami tanyakan, bapak ada yang sakit, bapak hanya geleng kepala.
Sampai pagi akhirnya bapak tertidur dengan tenang, subuh saya dan Mamiek mencoba tidur sebentar. Namun baru sekejap kami tidur sudah dibangunkan suster bahwa bapak kritis. Kami berdua ke kamar bapak. Bapak, ditemani Sigit, nampak tertidur dengan tenang tapi sudah tidak membuka mata. Kami putuskan memanggil semua keluarga. Sesampainya semua di rumah sakit, satu persatu saya minta semua cium tangan bapak, sambil saya dan adik-adik membimbing bapak, membisikkan di telinga bapak, untuk istighfar dan bertasbih. Salah seorang dari perawat bapak, ikut membisikkan terus khalam ILLAHI, sampai terhenti nafas bapak.
Bapak tampak tenang sekali, tidak sedikitpun raut kesakitan di wajah bapak. Saya rasa semua keluarga, sudah hadir semua, bapak semakin tenang helaan nafasnya, hanya tidak membuka mata. Kami berdoa semoga keajaiban terjadi, sehingga bapak diberi kesehatan. Saat menjelang siang, datang adik bapak, ibu Bries Soehardjo, yang baru saja menjalani operasi by passjantung di Singapore, dan bu Bries tidak pernah diberi tahu bahwa bapak dalam keadaan kritis. Kami ajak masuk ke bapak, kami bisikkan, bahwa bu Bries sudah datang. Rupanya bapak menunggu semua keluarga berkumpul.
Siang itu jam 13.10 , 27 Januari 2008, bertepatan dengan tanggal 18 Muharram dalam kalender hijriyah, bapak kami tercinta kembali menghadap Sang Pencipta, sesuai keinginan bapak, dan takdir Illahi.
Saya tidak pernah mengira, bahwa kemarin adalah, petuah terakhir yang bapak berikan pada saya. Sesungguhnya apa yang Allah kehendaki, itulah yang akan terjadi. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan kehendak-NYA.
“Bapak, guratan cinta kami, menghantar doa kami, menyertai bapak dan ibu, semoga dimaafkan segala kesalahannya, diampuni segala dosanya, diterima semua amal ibadahnya, dimasukkan surga-NYA bersama orang-orang yang Allah cintai sebelum kami. Aamiin … Al Fatehah.”
“Bapak, apapun kata orang tentang bapak, di hati kami, bapak telah melakukan, dengan sepenuh keyakinan, kearifan dan keteladanan. Bapak antarkan Bangsa Indonesia, tegak berdiri sama tinggi di tengah-tengah bangsa lain, yang terlebih dahulu maju dan sejahtera. Bapak bawa bangsa ini mengenal kemakmuran, ketenangan dan kesejahteraan dengan seluruh pengabdian bapak yang tak berujung, hingga akhir hayat bapak. Allah lebih tahu yang bapak lakukan, dari pada kami yang masih hidup di dunia.“
“We all love you bapak dan ibu sayang….”
Jakarta 27 September 2008