Kisah Presiden Soeharto

Firasat Presiden Soeharto Kekeh Umrah di Tahun 1995, Sampai Penuhi Keinginan Ibu Tien

Putri sulung Presiden ke-2 Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana kerap membagikan kisah hidup mendiang almarhum ayahnya

Kolase
Presiden Soeharto mengucapkan terima kasih pada 5 Mei 1996 atas rasa bela sungkawa dan simpati dari berbagai kalangan, golongan, dan lapisan masyarakat, atas meninggalnya Ny. Tien Soeharto pada 28 April 1996.(ISTIMEWA) 

Pada saat itu bapak akan sholat tahajud (yang selalu bapak lakukan setiap malam bertahun-tahun). Tapi kali ini bapak ingin tempat tidurnya diputar menghadap kiblat. Ada salah satu dokter menyampaikan kepada bapak, “Kalau sedang sakit, boleh tidak menghadap kiblat bapak.”

Bapak menjawab pelan tapi tegas: “Saya mau menghadap kiblat.”

Akhirnya, kami ikuti keinginan bapak. Suweden, salah seorang yang selalu setia menemani bapak, dibantu Sigit memutar tempat tidur menghadap kiblat. Dan bapak melakukan ibadah sholat tahajud. Subhannalloh.

Kesokan harinya (satu hari sebelum beliau wafat), tim dokter seperti biasanya, memeriksa kesehatan bapak. Selesai diperiksa, bapak memanggil saya.

“Wuk, Tutut, sini kamu deket bapak.”

“Dalem bapak. Bapak ngersaaken menopo. (menginginkan apa),” mendekat saya menjawab.

“Ora (tidak)… Bapak mau bicara. Dengarkan baik-baik,” bapak menjawab lirih.

“Ada apa tho bapak,” bingung saya menyaut.

 

“Bapak sudah tidak kuat lagi. Bapak ingin menyusul ibumu,” kata bapak.

“Bapak jangan ngendiko (bicara) begitu, Insya Allah bapak akan sembuh kembali,” saya menjawab mulai merinding.

“Kamu dengarkan wuk. Kamu anak bapak yang paling besar, sepeninggal bapak nanti, tetap jaga kerukunan kamu dengan adik-adikmu, cucu-cucu bapak dan saudara-saudara semua. Kerukunan itu akan membawa ketenangan dalam hubungan persaudaraan, dan akan memperkuat kehidupan keluarga. Selain itu Allah menyukai kerukunan. Ingat pesan bapak…, tetap sabar, dan jangan dendam. Allah tidak sare (tidur),” bapak memberi nasehat dengan lirih.

Saya tak dapat menahan air mata saya, tapi saya tidak mau bapak terbebani juga dengan kesedihan saya, saya sampaikan ke bapak: “Bapak jangan ngendiko (bicara) begitu.”

Bapak memegang tangan saya sambil berucap: “Jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-Nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain. Dekatlah, dan bersenderlah (bersandar) selalu kalian semua hanya kepada ALLAH. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke sorga. Doakan bapak dan ibumu.”

Saya terdiam takut, tak dapat menahan air mata.

Setelah istirahat sebentar, bapak melanjutkan pesannya: “Bapak bangga pada kalian semua anak-anak bapak. Selama ini menemani bapak terus. Bapak menyayangi kalian semua, tapi bapak harus kembali menghadap ILLAHI,” bapak berhenti sebentar terlihat capek, tapi saya tidak berani memotongnya, lalu bapak meneruskan lagi bicaranya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved