Kemenkeu Didenda 600 Miliar
Kasus Salah Tangkap Wajib Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dihukum Denda Rp 606 Miliar
Kementerian Keuangan dihukum denda Rp 606 Miliar karena terbukti salah dalam menetapkan pengusaha Palembang Teddy Effendy
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Kementerian Keuangan dihukum denda Rp 606 Miliar karena terbukti salah dalam menetapkan pengusaha Palembang Teddy Effendy sebagai pelaku penggelapan pajak.
Kasus bermula saat Ditjen Pajak mengusut tunggakan pajak atas perusahaan dengan pemilik Teddy.
Penahanan Teddy dimulai sejak tanggal 19 Maret 2015 sampai dengan tanggal 7 April 2015.
Teddy kemudian dijadikan tahanan kota sejak tanggal 30 April 2015 sampai dengan tanggal 28 Juni 2015.
Kasus bergulir dan Teddy didakwa menggelapkan pajak sebesar Rp 33 miliar.
22 Desember 2015, PN Palembang membebaskan Teddy.
Majelis hakim menyatakan tuntutan Dirjen Pajak tidak terbukti.
Putusan ini dikuatkan Mahkamah Agung (MA) pada 14 Desember 2016.
Teddy lantas menggugat balik Kementerian Keuangan
Dikutip dari situs http://sipp.pn-palembang.go.id
Nomor perkara yang teregister 239/Pdt.G/2017/PN Plg ini bermula penggugat dinyatakan tidak bersalah atas
perkara pemalsuan surat nomor perkara 394/PID.B/2015/PN PLG.
Baik tingkat pengadilan pertama dan kasasi, Teddy dinyatakan tak bersalah dan Mahkamah Agung pada Rabu
(14/12/2016) dengan nomor putusan kasasi 1109 K/Pid sus/2016 Menolak permohonan kasasi dari pemohon
kasasi/ jaksa penuntut umum oleh hakim tunggal DR Artidjo Alkosta.
Alhasil, Teddy melakukan gugatan kepada tergugat 1 Menteri Keuangan Republik Indonesia Cq Departemen
Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak di Jakarta Cq Direktorat Jendral Pajak Kantor
Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, tergugat 2 Dasmi, dan turut tergugat Kejaksaan
Agung Republik Indonesia Cq Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Cq Kejaksaan Negeri Kelas IA Palembang.
Akhirnya, pada Selasa, 18 September 2018, majelis hakim Hakim Ketua wisnu Wicaksono, Paluko dan Kartijono
sebagai hakim anggota mengadili Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebahagian, yaitu Menyatakan hukum bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II baik secara sendiri-sendiri maupun secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Penggugat yaitu : Kerugian Materiil untuk PT.Ina Besteel tahun 2017 sejumlah
Rp.419.762.172.278,- (empat ratus sembilan belas milyar tujuh ratus enam puluh dua juta seratus tujuh
puluh dua ribu dua ratus tujuh puluh delapan rupiah).
Untuk PT.Agrotek Andal Tahun 2017 sejumlah Rp.186.995.167.724,- (Seratus delapan puluh enam milyar
sembilan ratus sembilan puluh lima juta seratus enam puluh tujuh ribu tujuh ratus dua puluh empat rupiah)
maka total kerugian seluruhnya adalah sejumlah Rp606.757.340.002,- (Enam ratus enam milyar tujuh ratus
lima puluh tujuh juta tiga ratus empat puluh ribu dua rupiah).
Putusan hakim ini lebih ringan dari petitum penggugat dimana, Teddy meminta tergugat 1 dan tergugat 2
membayar Kerugian Materiil sebesar Rp. 1.252.713.216.188,- (Satu triliun dua ratus lima puluh dua milyar
tujuh ratus tiga belas juta dua ratus enam belas ribu seratus delapan puluh delapan rupiah).
Kemudian, Keuntungan yang diharapkan sebesar Rp.759.425.000.000,- ( Tujuh ratus lima puluh sembilan milyar
empat ratus dua puluh lima juta rupiah) baik secara sendiri-sendiri maupun secara tanggung renteng.
Selain itu, isi petitum Menghukum Tergugat 1 dan tergugat 2untuk membayar ganti rugi Immateriil kepada
Penggugat.
Tanggapan PN Palembang
Humas Pengadilan Negeri Klas 1 Khusus Palembang Saiman SH MH menuturkan, putusan dari majelis hakim Pengadilan Negeri Klas 1 Khusus Palembang sudah sesuai pembuktian.
Karena, sebelum mengambil keputusan majelis hakim memiliki pertimbangan. Putusan dari majelis hakim, untuk menghukum tergugat atau dalam hal ini Kemenkeu sudah sesuai prosedur yang ada.
“Dalam pelaksanaan tugas, hakim pasti sudah sesuai prosedur. Majelis memeriksa dan baru diambil keputusan. Kalau bertanya terkait isi dalam putusan itu, saya tidak bisa komentar,” katanya, Kamis (4/10/2018).
Pengambilan keputusan, pasti berdasarkan pertimbangan pihak majelis hakim.
Karena, dalam persidangan pasti ada pertimbangan dan bukti-bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Dari itulah, majelis hakim bisa memgambil keputusan untuk memutuskan suatu perkra atau gugatan.
Terkait menangnya Teddy dalam gugatannya, Saiman mengungkapkan bila Kemenkeu tidak menerima bisa menempuh upaya hukum.
Masih ada, upaya banding bila Kemenkeu tidak menerima putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Klas 1 Khusus Palembang.
"Kalau mau banding silahkan. Kalau ada pihak yang merasa dirugikan silahkan saja ikuti mekanisme yang berlaku, ada upaya hukum dan saya rasa hanya banding yang bisa ditempuh,” jelasnya.
Ketika disinggung mengenai jumlah denda yang harus dibayarkan Kemenkeu selaku tergugat kepada Teddy Effendi selaku penggugat senilai Rp 606 miliar, menurutnya itu ada perhitungan tersendiri berdasarkan prosesur yang ada.
Namun, ia tidak bisa memberikan komentar terkait putusan majelis hakim.
Teddy Effendi yang merupakan pemilik perusahaan pernah disandera Ditjen Pajak Sumbagsel lantaran menunggak pajak dan merugikan negara senilai Rp 33 miliar.
Teddy dugaan menggunakan faktur fiktif sejak tahun 2010 hingga 2013 lalu.
Ditjen Pajak Sumbagsel yang didampingi Ditreskrimsus Polda Sumsel pernah memanggi Teddy, namu tiga kali pemanggilan Teddy mangkir.
Dari situ, Ditjen Pajak Sumbagsel didampingi Ditreskrimsus Polda Sumsel pernah akan melakukan penjemputan paksa terhadap Teddy.
Namun, penyidik hanya berhasil mendapati keberadaan isteri Teddy yang mengaku sudah tak bersama Teddy lagi.
Tidak adanya Teddy di rumahnya, penyidik memutuskan mendatangi kantor PT Bina Besstel yang berada di Kalidoni milik Teddy.
Rupanya, kantor ini sudah lama tak beroperasi dan Teddy juga tidak ada di sana.
Hingga akhirnya, Teddy memenuhi panggilan penyidik. Setelah itulah, Teddy langsung disandera dan dititipkan ke Rutan Klas 1 Pakjo Palembang. Ia baru bisa bebas, setelah melunasi semua tunggakan pajakanya.