Pernah Maniak Rokok, Mantan Atlet Indonesia Ini Kini15 Tahun Bertahan dengan Satu Paru-paru
Pria berbadan atletis ini adalah atlet softball papan atas. Dia menjadi atlet yang mewakili Indonesia di berbagai turnamen
Penulis: Lisma Noviani |
TRIBUNSUMSEL.COm, SINGAPURA-Di era tahun 80an, pria berbadan atletis ini adalah atlet softball papan atas. Dia menjadi salah satu atlet yang mewakili Indonesia di berbagai turnamen semisal SEA Games dll.
Dialah Albert Charles Shompie. Mngkin tak akan ada yang mengira bahwa pria dengan rambut yang sudah memutih ini pernah menderita dua jenis kanker sekaligus.
Albert Charles Sompie adalah seorang survivor kanker dan aktif tergabung dalam support group Yayasan Kanker Indonesia selama lebih dari 12 tahun.
Baca: Sriwijaya Corruption Watch Bawa Kasus Pungli di SMA Negeri 6 Palembang ke Gubernur Sumsel
Sifatnya yang ceria, penuh canda dan enerjik ini membuat siapa saja yang berada di sekitar Berthie, sapaan akrabnya, turut merasakan energi positif dan penuh semangat.
Tak terlihat bahwa ia pernah mengalami masa-masa pahit akibat kanker yang membuatnya kehilangan sebelah paru-paru dan juga ususnya.
Mantan kapten tim softball nasional tahun 1980-1990 ini pertama kali mengetahui dirinya terserang kanker paru-paru pada Desember 2005.
Baca: Virus Jembrana Hantui Pedagang Sapi Lubuklinggau, Pilih Kurangi Stok Dibandingkan Rugi
Kala itu, dokter yang mendiagnosanya menjelaskan bahwa ia menderita kanker paru-paru stadium 3B dan memiliki harapan hidup sekitar enam bulan saja.
Berthie yang saat itu berusia 47 tahun dan masih aktif bermain softball sempat memungkiri bahwa dirinya menderita kanker.
Ia masih terus bermain softball dan merokok –kebiasaan yang ia yakini menjadi penyebab kankernya muncul.
"Selama 30 tahun merokok, dari umur 17 tahun sampai umur 47 tahun dioperasi akibat kanker paru karena rokok," katanya kepada Tribun, saat bertemu di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu.
Baca: Seperti KRL Jakarta, Hendri Zainuddin Minta LRT Palembang Ada Gerbong Khusus Wanita
"Saya ini dulu terdepan gagahnya merokok. Dari harga Rp 100 sampai Rp 20 ribu/bungkus, saya mencicipinya," kata Bherti yang mengaku sanggup menghabiskan 60 batang rokok per hari.
Maka ketika divonis terkena kanker paru, Berthie seperti mendapat peringatan keras dari Tuhan.
Beberapa bulan berselang setelah operasi pengangkatan kanker paru-parunya, pria yang lahir di Surabaya 60 tahun silam ini kembali didiagnosa mengidap kanker. Kali ini, sel kanker menyerang bagian ususnya.
Kondisi tersebut sempat membuat Berthie putus asa. Ia mengaku pernah berdoa agar diberikan kematian saja daripada harus menderita sakit.
Beruntung, Berthie memiliki keluarga dan teman-teman yang sangat menyayanginya. Dukungan dari merekalah yang membuatnya kembali bangkit.
Baca: Beredar Kabar Polisi Amankan 65 Motor Hasil Pencurian, Ini Penjelasan Kasat Reskrim Palembang
“Dulu saya sering meminta Tuhan untuk mati. Namun karena tidak dikabulkan, doa saya ubah. Saya minta untuk terus hidup, supaya bisa melihat anak-anak saya tumbuh besar dan berkeluarga.”
Menurutnya, keluarga memang menjadi sumber semangat yang sangat berarti dalam kesembuhannya. “Saya tidak bisa berada di sini sekarang jika bukan karena istri dan anak-anak saya,” kenang Berthie.
Tak hanya dukungan dari keluarga dan kerabat dekat, Berthie juga bercerita bahwa kunci untuk sembuh dari kanker adalah justru dengan menerima kondisi tersebut dengan lapang dada namun tetap menjalani proses penyembuhan seperti kemoterapi secara rutin.
Meski terasa berat, proses kemoterapi yang ia jalani sebanyak 16 kali hingga Desember 2006 berhasil membantunya terbebas dari sel kanker. Sejak saat itu, Berthie diperbolehkan oleh dokter untuk kembali aktif berkegiatan, khususnya untuk bersepeda, bermain tenis, renang, dan tentunya bermain softball bersama teman-temannya.
Kanker paru dan usus, betul-betul menyadarkannya tentang bahaya rokok. Kini kesempatan kedua hidup dengan kondisi masih sehat walau dengan satu paru-paru dimanfaatkan Berthie untuk terdepan mengkampanyekan anti rokok. Berthie kini aktif sebagai Public Affair and Spport Group Survivor di Yayasan Kanker Indonesia.
Ada 200 orang anggotanya, mereka saling menguatkan dan terus mengkampanyekan untuk hidup sehat. "Saya kampanye sampai ke terminal, mengajak orang ayo berhenti merokok, tidak ada manfaat sama sekali," katanya.