Ledakan Bom di Gereja Surabaya
Disaat Jenazah Puji Kuswati Ditolak Keluarga,Begini Reaksi Ibu Dito Oepriarto Soal Kematian Putranya
Perilaku terorisme yang dilakukan oleh keluarga Dita Oepriarto menyisakan luka mendalam bagi banyak pihak,
TRIBUNSUMSEL.COM -- Perilaku terorisme yang dilakukan oleh keluarga Dita Oepriarto menyisakan luka mendalam bagi banyak pihak, termasuk kedua orang tua pelaku.
Dita Oepriarto pelaku bom bunuh diri naik mobil Avanza dan menabrakannya ke gereja hingga terjadi ledakan.
Bom ternyata berada di dalam mobil.

Mendengar anaknya menjadi pelaku peledakan bom di Surabaya, Sumijati sangat terpukul.
Berbeda dengan ibunda Puji Kuswati, Ibunda Dita mengungkap jati diri anak keduannya tersebut.
Sumijati mengungkapkan, Ibunda Dita Oepriarto awalnya tidak curiga sama sekali anaknya akan melakukan hal yang merugikan banyak pihak.
Karena memang, dirinya dengan Dita memang sudah lama tidak tinggal di rumah bersama keluarga.
Bahkan, Dita sudah tidak tinggal dirumah sejak duduk di bangu SMA.
Tidak seperti teroris-teroris lainnya yang bersal dari pondok, Dita justru tidak seperti itu.
Namun, Dita selalu minta didoakan agar bisa mati syahid.
"Dia memang penah minta didoakan agar mati syahid,"

Sumijati mengatakan, dirinya juga tidak pernah menjalin komunikasi melalu telepon dengan anaknya tersebut.
Karena setiap kali dirinya menelpon tidak pernah diangkat.
"Tidak pernah nelepon, ditelpon tidak pernah diangkat, ketika ditanya kenapa gak angkat telepon dia jawab nama saya gak ada di hpnya," ujar Sumijati.
Sedangkan dengan istrinya, Sumijati juga mengaku tidak dekat.
Saat Dita Oepriarto pulang, istrinya tidak pernah dibawa.
Rentetan aksi peledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo membawa duka bagi banyak orang.
Mirisnya, deretan aksi tersebut dilakukan oleh sekelompok anggota keluarga.
Kejadian pertama yang disoroti adalah peledakan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya.
Aksi tersebut dilakukan Dita Oepriyanto bersama istri dan empat orang anaknya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan Dita berbagi tugas bunuh diri pada seluruh anggota keluarganya.
Dita menyerang Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno dengan mengendarai mobil Avanza, menabrakkannya ke gedung gereja, dan meledakkan diri.
Selanjutnya, istrinya Puji Kuswati serta dua anak perempuannya datang ke Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan meledakkan diri menggunakan bom di pinggang.
Ada pula dua anak laki-laki Dita menerobos area Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Madya, menggunakan sepeda motor dan meledakkan diri gunakan bom yang dipangku.(Sriwijayapost)
Simak video viral pengakuan Ibu Dita Oepriarto
Puji Kuswati diketahui lahir di Banyuwangi.
Meskipun Puji jarang pulang dan berkomunikasi, pihak keluarga tetap perhatian pada anak ketiganya itu.
Puji lahir di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar.
Namun Puji sejak balita telah meninggalkan Banyuwangi.
Dikutip dari Surya, menurut Kepala Desa Tembokrejo, Banyuwangi, Sumarto, Puji memang lahir di desanya.
Namun tidak tercatat secara administrasi berdomisili di Banyuwangi.
“Bukan warga sini, hanya lahir di desa ini. Sesuai pengakuan dari pihak keluarga, sejak masih berusia 20 bulan sudah diasuh dan tinggal bersama bibinya di Magetan," kata Sumarto, Senin (14/5/2018).
Menurut Sumarto, Puji merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Koesni dan Minarti.
Kejadian ini juga mengungkap masa lalu pernikahan Dita dan Puji.
Sumarto menjelaskan, saat menikah pihak keluarga tidak menyetujui pernikahan Puji dengan suaminya, Dita Supriyanto.
"Keluarga jarang berkomunikasi dengan Puji, dan dia juga jarang pulang," kata Sumarto, dikutip dari Surya.
Sumarto menjelaskan, meski jarang berkomunikasi, pihak keluarga tetap perhatian pada Puji.
Bahkan pihak keluarga pernah membelikan mobil tapi dijual.
"Pernah dibelikan mobil tapi dijual terus. Terakhir dibelikan mobil, agar tidak dijual BPKB-nya tidak diberikan, ada di Banyuwangi," kata Sumarto.

Tidak hanya itu, rumah Puji di Surabaya juga merupakan pemberian dari orangtuanya.
Sementara itu, orangtua Puji, diketahui adalah pengusaha jamu tradisional.
Kedua orangtua Puji masih menutup diri usai peristiwa ini.
Saat kepala desa Tembokrejo, Sumarto, beserta jajaran mengunjungi rumah keluarga Puji, kedua orangtuanya menutup diri.
Hanya perwakilan dari pihak keluarga, Rusiono, yang mendampingi perangkat desa.
"Kami sangat terpukul mengetahui kabar ini," ujar Rusiono, perwakilan keluarga, kepada wartawan, Senin (14/5/2018).
Menurut Rusiono, pihak keluarga sangat syok mendengar kabar ini.
Keluarga tidak menduga Puji beserta anak-anaknya harus berakhir seperti ini.
Keluarga Tolak Jenazah Puji Kuswati
Dilansir dari Surya, pihak keluarga enggan menerima apabila jenazah Puji dimakamkan di Banyuwangi.
Padahal, menurut Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto, pihaknya siap membantu apabila keluarga menginginkan jenazah Puji dimakamkan di Banyuwangi.
"Apabila keluarga menghendaki, kami siap membantu untuk menerima jenazah dikubur di sini. Namun itu semua tergantung pihak keluarga," kata Sumarto, Senin (13/5/2018).
Pihak keluarga tidak menginginkan jenazah dimakamkan di Banyuwangi, karena Puji bukanlah warga Banyuwangi.
"Puji itu bukan warga Banyuwangi. Sudah seharusnya ikut suaminya di Surabaya untuk dimakamkan," jelas Rusiono, anggota keluarga Puji.
Menurut Rusiono, meskipun memiliki hubungan kerabat dan orangtua Puji tinggal di Banyuwangi, pihak keluarga tak ingin jenazah dimakamkan di Banyuwangi.
Rusiono menambahkan, Puji sudah sejak lama berpisah dengan keluarga di Banyuwangi, dan diasuh oleh bibinya di Magetan.
Belum lagi keluarga sebelumnya tidak merestui hubungan dengan sang suami, Dita Supriyanto.
"Pihak keluarga sebelumnya juga tak menerima perbedaan prinsip yang dianut Puji," ungkap Rusiono.