Driver Online Ditemukan Tewas
Ini yang Terjadi Pada Ayah Hengki Sulaiman Saat Tahu Anaknya Terlibat Pembunuhan Driver Gocar
Tangan Kasidi tetiba menutup muka. Matanya memerah dan mengeluarkan air mata. Ia menangis dan tak kuasa melanjutkan kisah hidup Hengki Sulaiman
TRIBUNSUMSEL.COM, LALAN- Tangan Kasidi tetiba menutup muka.
Matanya memerah dan mengeluarkan air mata.
Ia menangis dan tak kuasa melanjutkan salah satu bagian kisah hidup anak lelakinya Hengki Sulaiman ketika masih bersamanya.
Meskipun dengan suara yang agak berat, Kasidin tetap melanjutkan ceritanya.
Baca: Anaknya Diburu Polisi karena Bunuh Driver Gocar, Orangtua Hengki Sempat Mimpi Mandi Telanjang
Tiga-empat bulan sebelum terkabar Heng -sapaan Hengki Sulaiman diduga melakukan pembunuhan terhadap driver taksi online Februari lalu, ia was-was terhadap sebuah perubahan prilaku anak pertamanya itu.
Ketika itu di rumah mereka, Heng seperti tidak tenang, ia terlihat gelisah.
Tidur Heng tidak nyenyak, berpindah-pindah malam itu.
Kasidin khawatir jika saja anaknya sudah candu narkoba.
Itulah yang dikhawatirkan olehnya dan menjadi ketakutan.
Heng, tahu maksud ayahnya.
Baca: 5 Fakta Misteri Hengki Sulaiman Pelaku Terakhir Pembunuhan Driver Gocar yang Kabur,No.3 Bikin Syok
Ia pun meyakinkan Kasidin jika dia bukan pecandu atau pemakai narkoba.
Bahkan Heng berani tes urine di Palembang hanya untuk sekedar meyakinkan Kasidin jika ia bebas narkoba.
Ternyata, ia hanya kelelahan setelah kerja terus menerus memanen jagung milik orang lain yang juga kerja bersama ayahnya.
"Dia itu anak yang seregep. Gak malu kerja apa saja. Ketika itu saya khawatir dengan perubahan prilaku. Saya kira narkobaan tapi dia berani meyakinkan," ujarnya kepada Tribunsumsel.com
Usai menceritakan salah satu kenangannya itu Kasidin masih tetap lemas.
Ia hanya bercelana pendek dan berkaos saja ketika Tribun Sumsel menyambangi rumahnya yang berada di desa Mulia Jaya Kecamatan Lalan Kabupaten Muba, Jumat (6/4) pagi.
Istrinya tengah di sawah sementara dua anaknya bersekolah.
Ia sendirian di rumah.
Kasidin tinggal di rumah yang sederhana.
Rumah panggung dan semi permanen, dari papan dan kayu.
Namun disamping rumahnya itu tengah dibangun rumahnya yang baru, lebih bagus dan kokoh terbuat dari batu-bata.
Bangunan baru itu belum sepenuhnya selesai dan belum ditinggali.
Seminggu terakhir ini kondisi kesehatan Kasidin menurun.
Darah tingginya kambuh.
Apalagi ketika mendengar kabar tentang anaknya dari kepala desa, kesehatannya semakin memburuk.
Ia tidak percaya dan tak pernah menyangka anaknya bisa berbuat seperti itu.
"Kami terkejut. Kami yang di rumah mikir. Anak ini dipondokkan (pesantren), disekolahkan, dikuliahkan. Dari kecil gak pernah bertengkar tapi kok berbuat begitu," katanya.
"Kami lihat di koran, internet bahwa Hengki pembunuh berdarah dingin dan lain-lain. Ya Allah, padahal anak ini pendiam. Dia memang gak bisa dikerasin, kudu dilembutin," tambahnya lagi sembari dia mengelus dada.
"Aku Kotor Mas"
"Aku kotor mas," demikian pesan terakhir Hengki Sulaiman, tersangka pembunuh sopir taksi online Tri Widyantoro yang diterima Fredi, Kepala Desa Mulya Jaya, Kecamatan Lalan, Musi Banyuasin.
Sejak obrolan singkat melalui aplikasi messenger pada akhir pekan lalu, tidak ada lagi kontak dengan buronan Polda Sumsel ini.
Fredi berinisiatif menghubungi sewaktu melihat facebook Hengki aktif pada Minggu (1/4). Keinginan kuat itu juga muncul sewaktu melihat adanya penggantian foto profil menggunakan latar pantai dan gunung.
Hengki waktu itu dibujuk untuk menyerahkan diri ke polisi. Sebab, orangtuanya juga berkeinginan putra satu-satunya itu sadar dan tobat atas kelakuannya.
"Saya tidak berani dipenjara," kata Fredi, menyebutkan isi pesan itu kepada Tribun Sumsel, Jumat (6/4) pagi.
Mengetahui jawaban pesan demikian, Fredi balas mengirim pesan, "Kalau tidak berani dipenjara maka siap mati. Kau sudah salah, orang salah harus berani bertanggung jawab, apapun risikonya. Malam ini aku tunggu di rumah, besok pagi ke Palembang untuk diantar ke polda. "
Hengki hanya membalasnya pesan itu dengan kalimat "aku kotor mas". Sampai kini tak ada lagi kontak dengan pria yang selama ini dikenal ramah oleh tetangga.
Kasus perampokan dan pembunuhan yang melibatkan empat pemuda asal Lalan menarik perhatian banyak orang.
Kecamatan Lalan tempatnya tinggal merupakan kawasan transmigrasi yang terbilang sukses.
Warga di sini hidup berkecukupan, dengan mata pencaharian sebagai petani padi, sawit, jagung, dan karet.
Kepemilikan lahan bervariasi, mulai dari dua hektare, lima hektare, bahkan ada yang sampai sepuluh hektare.
Terdiri dari 27 desa, kecamatan ini memiliki banyak aliran anak sungai. Pada musim penghujan jalanan sangat becek sehingga sulit dilintasi.
Kehidupan warga di tempat ini sangat bagus. Selalu aktif saat ada kegiatan gotong royong, saling membantu ketika ada orang bangun rumah, serta bahu membahu ketika perbaikan jalan, apalagi saat ada hajatan.
Listrik di wilayah ini memang tidak tersedia 24 jam, hanya dari pukul 18.00-06.00. Meski demikian, jaringan telekomunikasi cukup mumpuni. Di beberapa tempat malah sudah tersedia jaringan 4G.
Makanya, warga terutama anak-anak dan remaja sudah familiar dengan media sosial facebook dan instagram.
Pagi kemarin Fredi dijumpai saat sedang santai di rumahnya. Pria yang belum dua tahun jadi kepala desa ini menjelaskan bagaimana kehidupan di Kecamatan Lalan, terutama di Desa Mulya Jaya.
"Kami sebenarnya di sini kaget. Sejarah Lalan sejak zaman trans (transmigrasi), baru kali ini terjadi. Di luar batas nalar warga," ungkapnya.
Ia mengakui, memang pernah kriminalitas terjadi, misalnya pencurian motor. Tapi hanya sekali atau dua kali. Sedangkan kasus pembunuhan baru kali ini.
Warga desa ini lebih kaget lagi ketika mendengar keterlibatan Tyas Dryantama (sudah menyerahkan diri) dan Hengki Sulaiman. Padahal Tyas selama ini dikenal anak yang pintar dan rajin membantu orangtuanya.
Begitu juga Hengki Sulaiman, sosok ini adalah pemuda pekerja keras, tidak malu jadi tukang ojek, atau ambil upahan panen jagung.
Dua pemuda lain yang terlibat adalah Poniman (meninggal ditembak polisi), warga Desa Karang Sari dan Bayu Irmansyah (ditahan) warga Desa Mekar Jaya.
Usai percakapan melalui messenger beberapa hari lalu, Fredi masih tak percaya sepenuhnya dengan ucapan Hengki.

Apalagi dia pernah dengar ada temanya di desa sempat menelepon Hengki. Lalu ia menjawab tidak tahu sedang berada di mana selama masa persembunyian.
Baca: Driver Online Palembang Ditemukan Tewas - Anak Bungsu Masih Sering Tanyakan Ayahnya Dimana
Baca: Buron Akibat Membunuh Driver Taksi Online, Ini yang Terjadi Pada Akun Instagram Hengki
Baca: Pelarian Hengki yang Ikut Membunuh Driver Online Terlacak - Kapolda Sumsel: Akan Kami Sikat Habis
Apabila melihat Hengki di desa, Fredi janji akan memegangnya dan diantar ke Polda Sumsel.
Sejumlah orang malah mulai memberikan penilaian negatif pada kecamatan yang subur ini. Gara-gara perampokan itu ada yang menyebut Lalan adalah wilayah miskin, Lalan berada di pelosok.
Hujatan yang tersebar di berbagai media sosial ini terpantau langsung oleh Fredi. Ia jengah, merasa kecewa dengan tuduhan buruk pada tempat tinggalnya.

Fredi paham, hujatan di media sosial itu terpengaruh oleh emosi sesaat. Hanya saja, kekecewaan itu tidak bisa dibendung lantaran penyebutan itu malah tertuju ke semua warga Lalan. Padahal yang terlibat hanya empat orang.
"Kami juga ada yang bawa nama harum negara. Kalau mau lihat komentar itu sakit rasanya. Saya banyak screen shoot di instagram dan facebook. Sudah empat hari ini tidak lagi buka media sosial," tambahnya.
Fredi sampai sekarang belum tahu apa motif perampokan dan pembunuhan itu. Pasalnya, semua masih tidak menyangka melibatkan Hengki dan Tyas.
"Kasihan orangtuanya drop. Hengki pria satu-satunya di keluarga. Adiknya perempuan masih SMP. Begitu kabarin orangtuanya, darah langsung naik. Makan selalu ingat anak," ucapnya.
Atas kejadian ini, perangkat desa meminta semua warga memetik pelajarannya supaya tidak terulang lagi.
Sebenarnya perangkat desa sudah membuat peraturan desa (Perdes) tentang waktu bergaul nak-anak. Ada pembatasan sampai pukul 24.00 yang berlaku bagi warga desa dan pendatang.
Tetapi kejadian pembunuhan sopir Go-Car berada di luar desa. Sehingga semua lepas dari kontrol.
"Yang jelas anak-anak itu sudah besar, pergaulan dengan orang lain, sehingga mungkin saja terpengaruh," jelas Fredi. (wan/jhn/and)