Mereka Terus Berjuang
5 Kisah Pedagang Kecil yang Mengharukan, Rela Jalan Puluhan Kilo Hingga Bisa Berangkat Haji
Kerja keras, berusaha semaksimal mungkin menjadi modal yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Dan itu saja belum cukup
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: M. Syah Beni
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Andri Hamdillah
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Tuhan pastikan menunjukkan, kebesaran dan kuasanya.
Bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa.
Jangan menyerah.
Jangan menyerah.
Jangan menyerah.
Lirik lagu dari grup band D'Masiv berjudul "Jangan Menyerah" ini sangat tepat untuk menggambarkan 5 sosok pedagang kecil yang terus berjuang melawan kerasnya dunia, Kamis (2/11/2017).
Mereka bak seorang pejuang yang tengah berada di medan pertempuran.
Layaknya seorang prajurit yang hanya mempunyai dua pilihan yaitu, membunuh atau terbunuh.
Mereka sebagai pedagang kecil juga memiliki pilihan yang berat.
Berjualan atau kelaparan, ditengah dua pilihan yang berat tersebut ada juga dari mereka yang lebih cepat memenangkan pertarungan.
Tentu saja bukan dengan waktu yang cepat.
Kerja keras, berusaha semaksimal mungkin menjadi modal yang sudah tidak bisa ditawar lagi.
Dan itu saja belum cukup tanpa diiringi rasa sabar dan terus berdoa kepada sang pencipta.
Diantara mereka ada yang sudah berhasil sukses dan kini sudah mampu menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi.
Tak hanya itu saja, bahkan ada juga yang mampu untuk melaksanakan rukun islam ke 5.
Siapa saja mereka ?
Berikut adalah 5 pedagang kecil di Palembang yang terus berjuang demi bertahan hidup.
1. Jual mainan demi untung Rp 2.500
Sainudin (75), ia adalah pedagang kecil yang terus berjuang mencari uang demi sesuap nasi, dihari tuanya ia habiskan dipinggiran Jalan Anwar Arsyad Way Hitam, tepatnya didepan sebuah taman kanak - kanak merpati pos.
Sambil menggunakan baju kemeja berwarna merah Sainudin terlihat sedang duduk diantara sebuah mainan anak - anak.
Hanya mengandalkan pohon kecil sebagai tempat berteduh sebagai pelidung dari panas dan hujan, ia terus duduk ditempat tersebut.
Sainudin sendiri adalah seorang penjual mainan anak - anak.
Mainan ayam serta bebek yang terbuat dari plastik ia tawarkan dengan harga Rp 10.000 perbuahnya.
Dari satu mainan yang terjual ia bisa mengantongi keuntungan Rp 2.500.

Selain untuk makan uang keuntungan dari hasil penjualan ia sisikan sedikit demi sedikit untuk menabung.
Ia berharap suatu saat nanti dirinya bisa membeli rumah sendiri.
Tekad tersebut semakin kuat karena Sainudin sekarang hanya tinggal di rumah kontrakan.
Bahkan yang lebih ironisnya pria dengan semangat baja tersebut hanya tinggal sendirian.
Istrinya sudah meninggal dan anaknya tidak tinggal bersamanya.
2. Rio penjual kemplang keliling
Sosok yang satu ini adalah pedagang yang sangat tangguh, ia rela berjalan puluhan kilo meter demi mengais rezeki.
Bila biasanya sengatan matahari selalu dihindari, tetapi berbeda halnya dengan Rio (6), diusianya hang tergolong masih sangat kecil.
Bocah yang beralamat di sekitaran Kertapati tepatnya di Sungki tersebut rela bermandikan cucuran keringat demi mencari uang.
Setiap siangnya sehabis pulang sekolah, murid kelas 1 Sekolah Dasar itu langsung menjajakan kemplang yang ia panggul dipundaknya.
Meski masih bocah, ia sanggup untuk berjalan puluhan kilo meter.

Tak main - main, rute perjalanan Rio dimulai dari rumahnya sampai menuju pasar Plaju dan kemudian kembali lagi.
Uang yang dari hasil penjualan Rio gunakan untuk membantu kedua orangtuanya yang hanya berprofesi sebagai buruh dan ibu rumah tangga biasa.
3. Kisah seorang penarik becak yang kemudian beralih profesi menjadi penjual sayuran.
Bersama istrinya ia merintis dari nol.
Usaha tak kenal lelah, membuat perubahan dratis dalam hidupnya.
Memiliki nama lengkap Sarkani, pria yang kini berusia (59) telah merasakan pahit dan manisnya kehidupan.
Kisahnya bermula ketika ia bersama sang istri Rasnawati (59) memberanikan diri untuk mengambil keputusan menjadi seorang pedagang sayur.
Lokasi berjualan sendiri tak jauh dari rumahnya tepatnya di pasar Perumnas Sako.
30 tahun berjualan Sarkani bersama sang istri akhirnya berhasil melepaskan diri dari jeratan pahitnya kehidupan.
Berawal dari menyewa rumah, kini Sarkani berserta istri sudah mampu membeli rumah sendiri.
Bahkan tak sampai disitu saja, ia kini telah berhasil menjalankan rukun islam yang ke 5 yaitu menjalankan ibadah haji.

Dan kebahagian Sarkani semakin bertambah setelah ia berhasil menyekolahkan ke empat anaknya sampai perguruan tinggi.
Ia mengatakan kalau kunci suksesnya tak muluk - muluk, sabar dan terus menjalankan perintah Allah SWT menjadi senjata pamungkas baginya.

4. Penjual keripik pisang dengan bahasa isyarat
Berbeda dengan pedagang pada umumnya yang menawarkan barang dagangan dengan menggunakan komunikasi.
Amok pedagang keripik pisang ini sama sekali tidak berkomunikasi dengan pengunjung yang datang untuk membeli keripiknya.
Ia hanya memegangi karton putih dengan tulisan "Jual Keripik Pisang Lampung Rp 17.500.
Hal tersebut terpaksa ia lakukan karena Amok terlahir tanpa bisa berbicara.
Meski tidak bisa berbicara, Amok sama sekali tidak menyerah untuk mencari uang.
Ia tetap sabar berjualan keripik pisang sambil berdiri disamping rumah warga, tepatnya disekitaran Jalan Seduduk Putih.
Kisah perjuangan Amok ini bahkan menarik perhatian Ketua HIPMI Sumsel M Akbar Alfaro yang langsung memberikan bantuan modal untuk Amok berjualan

5. Rela jalan puluhan kilometer
Pedagang yang satu ini terbilang tangguh, diusia yang sudah menginjak (74) tahun Imron warga Jalan Binjai kertapati ini masih bertenaga layaknya anak muda.
Bagaimana tidak, setiap harinya ia selalu menempuh perjalanan jauh bahkan sampai puluhan kilo.
Tinggal bersama seorang istri yang sudah tidak bisa lagi berjalan karena sakit yang cukup lama dideritanya.
Imron terpaksa harus berjuang agar bisa bertahan hidup dengan cara berjualan mainan anak - anak.
Pesawat mainan serta burung yang terbuat dari plastik ia jajakan kepada setiap orang yang ia temui diperjalanan.
Dari rumahnya Imron berjalan menuju Palembang Square dan sampai sekitaran Kampus Tridinanti.
Tanggungan jawab Imron semakin besar setelah ia juga harus menghidupi saru orang cucunya.
Akan tetapi dengan semngat yang gigih Imron terus menapatkan kakinya menelusuri setiap jalan.
Pria asli Desa Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) ini menawarkan satu mainan dengan harga belasan ribu.

Rata - rata dari hasil penjualan satu mainan, ia bisa mengantongi keuntungan delapan ribu saja.
Dalam kondisi yang sudah tidak muda lagi, ia juga pernah ditabrak oleh pengendara mobil.
Kejadian tersebut membuat dirinya sempat tidak sadarkan diri.
Karena menjadi tulang punggung keluarga, Imron terpaksa harus melawan rasa takutnya dan memulai aktivitas berjualan kembali setelah kondisinya telah pulih.