Liputan Eksklusif
Aneh, Ibu di Kampung ini Tak Berani Makan Ikan Berpatil, Jika Dilanggar ini yang Akan Terjadi
Di sebuah rumah panggung, sejumlah ibu rumah tangga di kawasan itu tengah asyik bercengkrama.
“Ya, normal saja saat kehamilan, makan tiga kali sehari, juga terkadang minum susu. Saat lahir pun normal beratnya 2,3 kilogram dan panjang 47 sentimeter,” katanya
Setelah Fadilah lahir, Ruaidah langsung memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif sampai usia enam bulan kepada buah hatinya.
Memasuki semester kedua, ibu rumah tangga ini juga memberikan beberapa makanan tambahan.
Sekalipun demikian, ia tetap memberikan ASI hingga anaknya berusia genap dua tahun.
Penambahan berat badan putranya dirasakannya sangat lambat. Bahkan pada usia 1,5 hingga 2,1 tahun hanya bertahan pada angka tujuh kilogram.
Berat badan Fadillah baru meningkat menjadi 8,5 kilogram saat berusia 2,2 tahun.
“ Lama beratnya cuma tujuh kilo, mungkin turunan kurus, padahal ibu, ayah dan kakek dan neneknya gemuk semua, “ kilahnya sembari tersenyum.
Setelah berbincang lima menit, Ruaidah akhirnya mengakui, sewaktu kelahiran putranya sempat menjalankan pantangan tidak makan ikan berpatil dan makanan digoreng selama 40 hari.
Jadi dia hanya mengkonsumsi makanan yang dibakar atau direbus.
Mitos ini dipercaya oleh mayoritas warga.
Jika aturan itu dilanggar maka dipercaya berakibat pada kualitas air susu ibu yang berbau amis.
“Kepercayaan itu ada turun temurun, hampir semua orang di sini percaya, jadi selama 40 hari hanya makanan direbus dan dibakar, paling sering nasi, telur rebus plus kecap,” katanya.
Ruaidah sesekali membakar ikan yang tidak berpantak/patil hasil tangkapan nelayan sekitar, misalnya ikan gabus.
“Memang seperti itu kebiasaan di sini, kalau dilanggar ASI bisa amis, dan akibatnya anak akan sering gumoh atau muntah,” sahut ibu lain yang duduk di tangga rumah.
Ibu berhijab itu mengaku pernah melanggar kepercayaan itu usai melahirkan anak ketiganya.
