Ada yang Keluar dari Dalam Rumah yang Kebakaran, 7 Tahun Kemudian Semua Geger, Ternyata

Pasalnya, desa yang dihuni lebih dari 20 keluarga ini telah hidup dalam ketenangan selama ini. Namun, kemunculan

Editor: M. Syah Beni
Ilustrasi

TRIBUNSUMSEL.COM- Ketika kakek Huang membawa polisi ke desa terpencil tempat tingganya, perasaan penduduk desa ini pun seketika bercampur aduk antara tegang, sedih dan haru.

Pasalnya, desa yang dihuni lebih dari 20 keluarga ini telah hidup dalam ketenangan selama ini. Namun, kemunculan kakek Huang, membuat masyarakat desa kembali terbayang dengan peristiwa yang terjadi pada tujuh tahun silam.

Pada 2 Desember beberapa waktu lalu, adalah hari yang sangat dingin, angin dingin yang menusuk tulang sepanjang malam, dini harinya, salju lebat pun turun dari langt malam.

Ketika penduduk desa bangun di pagi harinya, mereka baru tahu rumah tempat tinggal kakek Huang di ujung barat sana telah menjadi abu, penduduk desa mengira kakek Huang telah tewas terbakar.

c
c ()

Tapi mengapa sekarang kakek Huang tiba-tiba muncul lagi di desa, apa gerangan yang terjadi sebenarnya ?

Isteri kakek Huang telah lama meninggal, saat itu kakek Huang berperan sebagai ayah sekaligus ibu membesarkan sendiri Ah Nan, anaknya.

Kakek Haung membiayainya sekolah, dengan harapan kelak bisa berhasil.

Ah Nan anak yang cerdas, sejak kecil juga menyenangkan, membuat kakek Huang melihat akan masa depan anaknya yang cerah, tapi anaknya berubah drastis sejak duduk di bangku SMA, menjadi malas belajar, dan bergaul dengan anak-anak nakal, sehingga selalu ditegur kakek Huang.

Akibatnya Ah Nan pun tidak lulus, dan tidak mau sekolah lagi, menganggur di rumah beberapa waktu, tapi justeru itu membuat kakek Huang tidak pernah bisa tenang.

Belakangan, anaknya bekerja di luar daerah, meski tidak mengirimkan uang sepeser pun untuk kakek Huang, sebaliknya malah minta biaya hidup sama kakek Huang, tapi kakek Huang merasa hidupnya jauh lebih tenang di desa.

Sejak anaknya menikah, kakek Huang benar-benar merasa semakin pusing.

Sepanjang hari, menantu perempuannya ini berdandan seperti wanita penggoda, tidak mau kerja apa pun di rumah.

c
c ()

Hanya kakek Huang sendiri yang bekerja di sawah dan pekerjaan rumah tangga di rumah.

Di usia ke-65 tahun saat itu, kakek Huang jatuh sakit, putra dan menantunya merasa kakek Huang adalah beban keluarga dan merepotkan, mereka merasa kakek Huang lebih baik mati saja.

Kakek Huang yang benar-benar tidak tahan dengan omelan menantunya, kemudian kakek Huang pindah ke pondok reyot yang tak dipakai lagi di ujung barat desanya.

Kakek Huang menanam sayuran dan makanan sendiri, meski hidup miskin, tapi kakek Huang merasa lebih tenang.

c
c ()

Namun, tak disangka, setahun kemudian di musim dingin, rumah kakek Huang hangus terbakar dalam semalam, hanya menyisakan sehamparan abu, tapi jasad kakek Huang tidak ditemukan, dan penduduk desa mengira kakek Huang telah tewas terbakar.

Dalam sekejap mata, tujuh tahun pun berlalu, tempat tinggal kakek Huang ketika itu telah diratakan oleh anak dan menantunya, kemudian tanah dan sawah milik kakek Huang menjadi milik Ah Nan.

Ketika Ah Nan dipanggil kakek Huang yakni ayahnya, dan melihat polisi di belakang kakek Huang, kakinya seketika menjadi lemas dan berlutut, Ah Nan menangis sambil memohon ampun pada ayahnya. Tapi kakek Huang tidak berkata apa pun.

Kakek Huang masih ingat dengan jelas peristiwa tujuh tahun silam itu.

Pada malam yang dingin itu, kakek Huang melihat dengan mata kepala sendiri anaknya menyulut api di depan rumah, saat itu kakek Huang mau pergi ke WC.

c
c ()

Dia tidak mengerti mengapa anaknya mau membakarnya seperti ini, tapi karena dia yakin anaknya berharap dia mati, akhirnya kakek Huang kabur lewat jendela tengah malam itu.

Selama 7 tahun ini kakek Huang tidak berani pulang ke kampung, akhirnya ia pergi ke kota yang tak dikenalnya.

Namun karena tidak memiliki kartu identitas, sehingga kakek Huang tidak mendapatkan pekerjaan dan terpaksa memulung dan mengerjakan beberapa pekerjaan serabutan.

Karena kelelahan, ia akhirnya jatuh sakit dan menghabiskan semua uangnya.

Suatu hari, kakek Huang pergi makan di sebuah kedai. 

Namun, karena terus dihina oleh pegawai restoran dengan kata-kata kasar, kakek Huang sontak emosi dan menampar pegawai itu, akibatnya kakek Huang pun dibawa ke kantor polisi.

Disanalah baru diketahui kalau menurut data kependudukan, kakek Huang tercatat sudah meninggal.

Hal ini menarik perhatian para polisi untuk menyelidiki kebenarannya.

Kakek Huang lalu menceritakan sambil berlinang air mata tentang peristiwa tujuh tahun silam.

Setelah mendengar cerita kakek Huang, Polisi pun bisa menyadari kronologinya, di balik kematian kakek Huang ternyata tidak hanya murni karena kedurhakaan anaknya, tapi dari sudut pandang tertentu, anaknya diduga berniat membunuh ayahnya. Namun, apakah masih ada sebab lain, masih perlu diselidiki lebih lanjut.

Ternyata setelah diselidiki, kakek Huang memiliki asuransi jiwa yang dibelikan Anaknya dengan jumlah cukup besar jika kakek Huang meninggal, sehingga ketika ia dinyatakan meninggal, Ah Nan mendapat sejumlah uang.

Pihak kepolisian akhirnya menindaklanjuti kasus ini.

c
c ()

Ah Nan, putra kakek Huang akhirnya dibawa ke kantor polisi, dan yang menunggu si anak duhaka itu sudah pasti jeratan hukum yang keras.

Meski kakek Huang sudah pulang ke kampung halamannya, namun tidak ada tempat bernaung.

Walau pihak kepolisian sudah mengkoordinasikannya dengan desa, berencana mengurus tunjangan rendah untuk kakek Huang, namun karena tidak disukai menantu perempuannya, hingga akhirnya kakek Huang kembali meninggalkan desanya, dan kali ini dia mungkin tidak akan pernah kembali lagi ke desanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved