HUT ke 72 Indonesia Merdeka
Terungkap, Ini Alasan Laksamana Maeda Biarkan Rumahnya Jadi Tempat Menyusun Proklamasi
Wanita yang berdiri di sebelah kanan Ibu Fatmawati Soekarno tatkala Sang Saka Merah Putih dikibarkan untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Agustus 194
Menurut Sayuti motif itu ialah: Setelah Jepang kalah, Maeda percaya tamatlah riwayat negara dan dirinya. Berakhirlah hidupnya.
Apakah ia membantu kemerdekaan bangsa Indonesia atau tidak, bagi dirinya sendiri sama ialah tamat riwayatnya.
Daripada pergi tanpa meninggalkan jasa, lebih baik pergi dengan meninggalkan nama. Kenangan baik itu ialah sikapnya yang bersimpati terhadap kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus pagi-pagi buta, Sayuti dibangunkan dan diberi tahu bahwa Bung Karno, Bu Fatmawati, dan Guntur tak ada.
Mereka mencari keterangan ke Subardjo SH, kemudian ke Maeda, tetapi tiada mendapatkan.
Pada waktu itu mereka-mereka pun belum tahu di mana Bung Karno.
Baru kemduian setelah diadakan penyelidikan perwira Jepang itu mengetahuinya.
Peristiwa itu kemudian kita kenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Pagi itu sekitar jam 4 pagi, Bung Karno dan Bung Hatta oleh pemuda-pemuda Sukarni, Chairul Saleh, dll dibawa ke Rengasdengklok ke sebuah asrama Peta.
Menurut para pemuda di sana tempatnya lebih aman untuk kedua pemimpin itu.
Akhirnya terdapat persesuaian paham antara Soekarno-Hatta, Pemuda, dan Maeda.
Kedua pemimpin itu dibawa kembali ke Jakarta, dan pada tanggal 16 Agustus malam diadakan pertemuan di rumah Laksamana Muda Maeda karena tempat yang direncanakan semua ialah Hotel Duta Indonesia ternyata sudah tutup.
Malam itu dibicarakan naskah Proklamasi yang akan diresmikan pagi harinya.
Semula naskah itu akan ditandatangani oleh “Wakil-wakil Bangsa Indonesia”, ialah orang-orang yang hadir pada malam itu termasuk orang-orang yang oleh golongan Pemuda dianggap kolaborator dari Jepang.
Maka Pemuda tak setuju dengan rumusan itu.