Survei Remaja Palembang Pernah atau Tidak Melakukan Hubungan Intim, Faktanya Sangat Mengejutkan
Survei terakhir Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumsel menemukan fakta sekitar 65 persen remaja di Palembang memilih
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Dua pekan lalu masyarakat dibuat heboh oleh ulah Kempol (24) membunuh pacarnya, Sonya (29).
Ia nekat menghabisi nyawa sang kekasih lantaran hubungan asmaranya tidak direstui orangtua.
Keduanya menjalani hubungan backstreet hampir selama tujuh tahun.
Kenapa hal itu bisa terjadi ?
Survei terakhir Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumsel menemukan fakta sekitar 65 persen remaja di Palembang memilih memecahkan sendiri setiap ada masalah.
Sebagian lagi konsultasi ke teman dan tidak sampai setengahnya menceritakan ke orangtua.
Konsultasi ke teman dianggap pilihan kedua setelah memecahkan masalah sendiri. Sebab remaja menganggap bercerita dengan teman lebih nyaman, tidak menggurui, dan bahasa yang dipakai nyambung.
"Apabila curhat dengan orangtuanya atau di sekolah dengan guru BK (bimbingan konseling) selalu remaja disalahkan. Tidak boleh itu dan ini. Selalu ditekankan sekarang waktunya belajar. Remaja jadi enggan," kata Zulkarnain, pengurus PKBI Sumsel dibincangi beberapa hari lalu.
Remaja dalam kehidupan bermasyarakat selama ini sering dianggap masih masuk kelompok anak-anak.
Bahkan setiap menghadapi masalah selalu mereka dipersalahkan.
Padahal itu tindakan keliru.
Survei PKBI pada remaja di Palembang pada 2011 menemukan, 15,38 persen remaja pernah melakukan hubungan seks.
Alasan utama yakni suka sama suka (cinta), kemudian adanya rasa ingin tahu.
Dari 247 responden, sebanyak 38 orang melakukan hubungan seks dengan pacar.
Sebanyak 118 responden berpacaran sejak usia 15-17 tahun, bahkan ada 33 responden berpacaran sejak usia 12-14 tahun.
Parahnya lagi ada empat responden berpacaran sejak usia belum genap 12 tahun.
Direktur PKBI Sumsel, Nindi N menjelaskan, remaja pada dasarnya memiliki hak yang sama dengan orang tua.
Punya hak kebebasan berpendapat, berpikir, dan berekspresi.
Tentunya semua itu dalam konotasi yang positif untuk kebaikan.
Misalnya remaja dikegiatan sehari-hari punya hak berkehidupan sosial, sehingga mereka tidak diintimidasi, dikucilkan, dipandang sebelah mata oleh orang tua atau masyarakat umum.
Fenomena yang terjadi sekarang banyak remaja selalu ingin mengakui jati diri. Sifat ini perlu mendapat bimbingan bersama sehingga bisa menjadikan remaja sosok yang bertanggung jawab.
PKBI memandang perlunya remaja memperjuangkan diri menjadi pribadi bertanggung jawab.
Apabila ada anak yang pacaran maka diarahkan ke konsep pacaran sehat.
“Sehat secara fisik, mental dan sosial. Secara fisik misalnya tidak saling sakiti. Kalau pacaran saja sudah saling tampar dan melukai itu tidak bagus,” kata Nindi.
Kemudian kesehatan secara mental artinya tidak diintimidasi.
Misal berupa ancaman untuk memutuskan hubungan apabila tidak mengajak nonton.
Sedangkan sehat secara sosial artinya berpacaran itu bisa meningkatkan hubungan sesama, memacu berorganisasi, dan produktif.
Untuk mewujudkan semua ini tentunya peran keluarga menjadi sangat penting.
Sebab pendidikan anak itu dimulai dari rumah.
Orangtua dituntut harus bisa berposisi sebagai sahabat.
Apabila anak ada salah tidak saling memarahi. Tetapi bagaimana mencari tahu penyebab yakni dengan mengajak anak curhat (mencurahkan isi hati).
Sebagai sahabat, orangtua harus memiliki gaya komunikasi yang ramah. Tidak mengesankan anak tertutup, harus terus menggali informasi anak seharian.
“Apabila sejak kecil sudah dibiasakan terbuka maka saat dewasa akan terbiasa,” tambah Nindi.
Semua langkah itu merupakan upaya orangtua untuk membuat anak terbuka. Jangan sampai anak “kucing-kucingan” dan menganggap bercerita tentang kehidupan cintanya sebagai suatu hal tabu.
Orangtua bisa memulai memancing bercerita dengan memulai obrolan ativitas keseharian.
Mengajak berbincang setelah santap malam bersama, saat sarapan, atau waktu bersantai malam hari.
“Ditanya kegiatan seharian apa saja, jalan ke mana, kabar pacaranya bagaimana. Ada hal-hal yang perlu dikasih tau bahwa belum boleh dilakukan. Kalau diam-diam maka anak sembunyi-sembunyi,” jelas Nindi.
Ketika ada kegiatan seksual oleh remaja, siapa yang disalahkan? Jangan serta merta remaja disalahkan.
Bisa jadi di rumah kurang kontrol, pengaruh lingkungan, atau coba-coba.
“Ketika remaja dibekali konsep diri maka dia akan milkir sebelum melakukan hal tidak baik.
Nanti kalau sudah tahu maka akan muncul kesepakatan dengan pacar. Apa yang boleh dilakukan dan tidak,” ujar Nindi.