Tiga Wilayah Potensial Prabumulih Jadi Sengketa Batas
Untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan sengketa lahan antar daerah, Pemerintah kota Prabumulih
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Edison Bastari
TRIBUNSUMSEL.COM, PRABUMULIH - Untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan sengketa lahan antar daerah, Pemerintah kota Prabumulih terus melakukan koordinasi dengan Kabupaten tetangga dan Pemerintah Provinsi.
"Saat ini Prabumulih tengah mengadapi tiga kasus sengketa lahan, untuk itu pemerintah Prabumulih terus lakukan koordinasi baik ke Kabupaten tetangga maupun ke pemerintah Provinsi," ungkap Asisten I Bidang Pemerintahan, M Kowi kepada wartawan belum lama ini.
Kowi mengatakan, permasalahan batas wilayah biasanya timbul karena adanya potensi di suatu kawasan yang disengketakan, seperti potensi minyak, wisata dan lainnya yang akan digarap.
"Misal di Prabumulih di kawasan Desa Jungai dan Desa Tanjung Miring, di sana ada sebuah danau yang diklaim menjadi milik Kabupaten OI. Lalu perbatasan Desa Jungai dan Desa Rambang Baru ada pengeboran minyak dan perbatasan Desa Gunung Raja dan Kelurahan Gunung Kemala ada potensi batubara, sengketa terjadi karena daerah itu ada potensi meski jelas dari dulu masuk Prabumulih," bebernya.
Kowi menuturkan, dalam penyelesaian sengketa menjadi tanggungjawab dan peran pemerintah provinsi dalam menyelesaikan, disebabkan sudah terjadi antar Kabupaten/kota. "Pemerintah provinsi yang lebih tahu mana batas-batas wilayah pemerintah kabupaten/kota karena ketika daerah dimekarkan pemerintah provinsi pasti ada data-data daerah mana masuk mana," katanya.
Sementara, Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Kabag Tapem) Setda Prabumulih, Drs Mulyadi Musa Msi menambahkan, saat ini tiga kasus sengketa batas yang dihadapi pemkot Prabumulih antara lain wilayah Desa Baru Rambang Kecamatan Rambang Kabupaten Muaraenim dengan Desa Sinar Rambang Kecamatan Rambang Kapak Tengah.
"Lalu batas Desa Tanjung Miring Kabupaten OI dengan Desa Jungai kota Prabumulih dan Desa Gunung Raja Kecamatan Dangku dengan Kelurahan Gunung Kemala Kecamatan Prabumulih Barat Kabupaten Muaraenim. Saat ini tengah kami komunikasikan dengan Kabupaten terkait dan pemerintah provinsi," ujarnya.
Mulyadi menuturkan, dalam menyelesaikan sengketa tapal batas itu pihaknya tetap berpegang teguh dengan UU No 6/2011 tentang pembentukan pemerintahan kota Prabumulih, dimana menyebutkan jelas tentang batasan wilayah yang menjadi kawasan administrasi pemerintah kota Prabumulih.
"Kadang jadi masalah itu kami berpedoman dengan UU No 6 tahun 2011, sementara yang lain menggunakan latar belakang sejarah untuk mengklaim wilayah. Itu yang kadang membuat pembahasan tidak mendapat titik temu," bebernya.