Misteri Guci dari Abad ke 14

Guci Keramat di Desa Muara Medak, Jika Bisa Memeluk Guci Keinginan Bisa Terwujud

Rumah tempat penyimpanan guci ini berupa bangunan panggung. Rumah bewarna manggis ini masih kokoh dan tampak terawat.

Editor: M. Syah Beni
tribunsumsel.com
guci keramat 

TRIBUNSUMSEL.COM, BAYUNG LENCIR- "Banyak orang sudah datang kemari, dari mana-mana, tidak tahu siapa yang memberitahu, tiba tiba datang saja," ungkap Nek Amna, sembari menaiki anak tangga rumahnya.

Sejumlah orang sengaja mendatangi kediaman Nek Amna untuk memeluk guci tua peninggalan abad 14-16 Masehi.

Mereka percaya apabila mampu memeluk guci itu maka semua keinginan bisa tercapai.

Beberapa diantara yang datang untuk menang pada pemilihan kepala desa, lulus tes masuk pegawai negeri, diterima jadi anggota polisi, dan masih banyak niatan lainnya. Bukan hanya orang Sumsel, ada yang berasal dari Jambi, Riau, Lampung, Jawa, dan luar negeri.

Hujan semalaman hingga pagi di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir menemani perjalanan Tribun Sumsel mendatangi tempat penyimpanan guci.

Desa ini berada di tepi sungai Medak, masih satu aliran dengan Sungai Lalan. Perjalanan dari Bayung Lencir menggunakan speedboat membutuhkan waktu 30 menit.

Ada sekelompok rumah di sini. Beberapa berbentuk modern, menggunakan lantai keramaik dan dinding bata.  Tetapi masih ada juga beberapa rumah panggung dengan arsitektur khas, sepertinya melayu, dengan atap berbentuk limas.

Rumah tempat penyimpanan guci ini berupa bangunan panggung. Rumah bewarna manggis ini masih kokoh dan tampak terawat.

Langkah Nek Amna semakin cepat berjalan menuju sebuah ruangan. Seperti kamar, tetapi tidak ada tempat tidur di ruangan berukuran 3 x 4 meter ini.

Tiba di ruangan itu, Nek Amna berdiri di sudut. Kemudian memberi hormat sejenak ke arah sebuah benda yang diletakkan di atas meja dan terbalut kain warna merah dan putih.

"Ini gucinya, yang menemukan ibu saya," ucapnya sembari menggendong benda itu dan meletakkannya di lantai kayu tepat di tengah ruangan .

Ia perlahan membuka balutan kain yang menutupi benda seukuran galon itu.

Benda berwarna cokelat tua terlihat.

Sesaat kemudian tangannya berulangkali mengusap bagian mulut guci.

Seorang perwakilan dari rombongan Tribun Sumsel dipersilakan duduk bersila dekat guci.

Nek Amna menjelaskan beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk berinteraksi dengan “penghuni” guci itu. 

Saat berinteraksi itu lah dipersilakan untuk mengajukan sebuah permintaan supaya bisa dikabulkan.

"Didalam ada Datuk Cheng namanya, nanti duduk bersila, kemudian dirangkul, mudah mudahan kedua jari tangan bisa sampai bertemu," jelasnya

Nen Amna dan pria yang ingin permintaannya dikabulkan itu duduk berhadapan, keduanya hanya terhalang guci.

Tidak menunggu lama, Nek Amna melafaskan beberapa bacaan yang terdengar samar samar.

Sambil mulutnya terus berucap, tangannya menuangkan minyak khusus di telapak tangan.

Minyak itu kemudian diusap ke badan dan mulut guci.

"Coba baca Alfatihah, setelah itu nanti coba dipeluk guci ini," ucap Nek Amna sembari meneteskan minyak ke dalam guci.

Setelah meletakkan botol minyak, Nek Amna yang memakai jilbab biru dan kain pagi itu segera memegang kedua tangan pria yang minta keinginan terkabul itu.

Ia berusaha membantu mempertemukan kedua ujung jarinya.

Dalam posisi memeluk guci, pria itu diminta untuk menyampaikan permohonan dalam hati.

Setelah itu, pria itu mengambil uang dan memasukkannya ke guci.

Menurut Nek Amna, tangan orang pada beberapa kali interaksi tidak seluruhnya dapat bertemu (memeluk guci).

Sekalipun orang itu jangkung dan memiliki tangan panjang.

"Tidak seluruhnya bisa memeluk dengan jari kedua tangan sampai bertemu, kalau niat kita baik Insya Allah dikabulkan," pungkasnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved