Bereskan Illegal Drilling, Menkopolhukham Perlu Panggil Kapolri dan Panglima TNI

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukham) Wiranto disarankan untuk memanggil Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo da

Dokumentasi Polres Muba
Ilustrasi 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG--- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukham) Wiranto disarankan untuk memanggil Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian guna mencari solusi menertibkan praktik pengeboran ilegal atau illegal drilling minyak yang marak di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan.

Pasalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tak bisa berbuat banyak mengatasi praktik illegal drilling yang sejatinya adalah sebuah kejahatan karena melanggar Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan praktik pengeboran minyak ilegal di Muba sangat endemis. Belum lagi ditambah dengan kegiatan illegal taping yang juga berlangsung bertahun-tahun namun tidak ada penindakan. Apalagi, praktik illegal drilling dan illegal taping dilakukan secara berkomplot yang dilindungi oleh oknum aparat.

“Karena masuk wilayah objek vital nasional, seharusnya aparat penegak hukum turun tangan menghentikan praktik illegal drilling dan ilegal taping,” ujarnya, Rabu (25/1/2017).

Menurut Marwan, Menkopolhukham Wiranto sewajarnya memanggil Kapolri dan Panglima TNI membantu membereskan persoalan ini. Kalau mengharapkan pemerintah daerah dan apalagi KKKS semata, praktik pengeboran ilegal dan illegal taping tak bisa tuntas. “ Mereka (KKKS) tak punya senjata, apalagi banyak karyawan mereka terancam karena illegal drilling,” katanya.

Pembiaran terhadap kegiatan pengeboran minyak ilegal telah memakan korban. Pada Minggu (22/1/2017) malam, terjadi ledakan dan kebakaran akibat kegiatan pengeboran minyak ilegal di Desa Kemang, Kecamatan Sanga Desa, Muba. Sarnubi (40), warga Desa Kemang, yang menjadi pekerja pada pengeboran minyak ilegal, tewas seketika. Tiga pekerja lainnya, yaitu Pendi (19), Andi (39), dan Sukarno (25), warga Desa Kemang, mengalami luka bakar di sekujur tubuh.

Sehari sebelumnya, persisnya pada Sabtu (21/1/2017), terjadi ledakan sekitar pukul 06.00 WIB di Dusun 1, Desa Toman, Kecamatan Babat Toman. Akibat kejadian itu, empat buah tungku yang di gunakan untuk memasak minyak terbakar, satu unit sepeda motor terbakar, dan sekitar 100 drum minyak juga turut terbakar. Sebelumnya, pada Rabu (11/1) juga terjadi ledakan di lokasi pengeboran ilegal. Sekitar 18 orang warga pekerja pengeboran minyak ilegal di Talang Saba, Dusun III, Desa Tanjung Keputren, Kecamatan Plakat Tinggi, Muba, menderita luka bakar. Pengeboran dilakukan pada lahan milik warga (masyarakat), bukan berada di wilayah KKKS. Korban dibawa ke Rumah Sakit Sekayu, ibu kota Muba.

Sebelumnya, pada Jumat pagi, 28 Oktober 2016, terjadi ledakan pada sumur minyak ilegal di Dusun IV Desa Kemang, Kecamatan Sanga Desa. Akibat ledakan sumur ilegal milik Anton warga Dusun IV Desa Kemang, salah satu pekerja yakni Robinus meninggal dunia di lokasi kejadian karena mengalami luka bakar. Kejadian meledaknanya sumur ilegal tersebut, pada saat pekerja tengah sibuk melakukan aktivitas pengeboran minyak dan melakukan pengurasan sumur minyak.

IGN Wiratmadja Pudja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan Kementerian ESDM melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus pengeboran ilegal yang menimbulkan banyak korban terbakar dan tewas di Muba. Namun, Wiratmadja tidak merinci sejauh mana proses penyelidikan dan tindakan yang akan diambil oleh pemerintah terkait maraknya kegiatan illegal drilling di Muba. “(Persoalannya) di-handle sesuai prosedur,” ujarnya.
Kementerian ESDM menurut Wiratmadja sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mencari jalan keluar terkait persoalan tersebut. Sedangkan terkait aspek pidana, Wiratmadja menyerhkan kepada pihak kepolisian. “Untuk aspek pidana, kami percayakan ke aparat penegak hukum,” katanya.

Firlie Ganinduto, Ketua Komite Tetap Hubungan Kelembagaan dan Regulasi Energi Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin), sebelumnya mengatakan maraknya praktik illegal drilling karena pemerintah dan penegak hukum melakukan pembiaran. Padahal, praktik pengeboran minyak itu ilegal karena pengebor minyak tidak memiliki kontrak dengan pemerintah sehingga merugikan negara. Di sisi lain, lanjut Firlie, kegiatan pengeboran minyak, termasuk penyulingan minyak ilegal, berbahaya bagi keselamatan dan kemanan para pekerja yang melakukan kegiatan penambangan.

“Belum lagi limbah minyak hasil pengeboran merusak lingkungan dan kesehatan,” katanya.

Pemkab dan Polres Muba sejatinya belajar dari Pemkab Sarolangun dan Polres Sarolangun, Jambi. Polisi dan pemerintah daerah sepakat memberangus praktik pengeboran ilegal dan berhasil. Sepanjang 2016, aparat Polda Jambi telah menutup sebanyak 110 sumur minyak ilegal pada beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Jambi, termasuk yang terbanyak di Sarolangun. Kegitan penutupan ratusan lokasi sumur minyak ilegal tersebut dilakukan Polda Jambi dengan situasi yang sangat kondusif dan diterima oleh para pelaku tanpa menimbulkan gejolak.(Arf/rel)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved