Heboh, WNA Tiongkok Ini Tabrak Mobil di Palembang Namun Ia Malah Arogan dan Marah-marah
pria berkacamata asal Tiongkok itu tidak memiliki itikad baik menyelesaikan masalah. Arogan, marah-marah, dan ingin meninggalkan persoalan begitu
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Postingan status di akun facebook Husyam Usman tentang perilaku warga negara asing (WNA) asal Tiongkok menarik perhatian ribuan pengguna media sosial, Selasa (13/12).
Selama 11 jam setelah status itu dibuat telah dibagikan 7.400 kali dan dikomentari 2.889 kali.
Ia menceritakan pengalaman tidak mengenakkan bertemu pekerja asal Tiongkok di sebuah restoran di Jalan Demang Lebar Daun, Selasa (13/12) dini hari.
Husyam yang waktu itu sedang mengobrol dengan temannya tiba-tiba dikejutkan oleh panggilan seorang pria.
Pria itu adalah sopir mobil temannya. Ia menjelaskan mobil saat parkir ditabrak mobil lain yang dikendarai orang asing. Pekerja asal Tiongkok yang tidak bisa berbahasa Indonesia.
"Saya tidak tahu persis, mobil yang dikendarai orang asing itu mau pulang atau masuk parkiran," kata Husyam.
Sebenarnya, warga negara Tiongkok pada malam itu ditemani seorang wanita.
Tetapi pendampingnya itu tidak bisa menjadi penerjemah yang baik tentang pemecahan masalah kecelakaan itu.
Masih dengan bantuan komunikasi si wanita itu, Husyam menilai, pria berkacamata asal Tiongkok itu tidak memiliki itikad baik menyelesaikan masalah.
Arogan, marah-marah, dan ingin meninggalkan persoalan begitu saja.
"Aku bukan penyidik, tetapi kemudian coba menanyakan mana KTP (kartu tanda penduduk)-nya. Sebab ia mau lari," kata tokoh masyarakat Musi Banyuasin (Muba) ini.
Setelah ditelusuri lebih dalam, diketahui ia adalah warga Tiongkok yang berasal dari Sichuan.
Tenaga kerja disebuah perusahaan swasta di Palembang ini hanya menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM) A, sedangkan paspornya diklaim tertinggal di tempat kos.
Sewaktu terus didesak untuk dimintai penggantian kerusakan, si pekerja Tiongkok ini awalnya menyarankan pemilik mobil, temannya Husyam mengambil biaya ganti perbaikan di kantornya, Jalan Tanjung Api-api.
Husyam dan temannya menolak, antisipasi kalau dia melarikan diri.
Tidak lama kemudian, pekerja Tiongkok ini menelepon temannya yang lain.
Selang beberapa menit, datang seorang pria warga negara Indonesia yang masih keturunan Tionghoa.
Selama negosiasi sekitar 45 menit itu, akhirnya disepakati biaya penggantian dititipkan ke bengkel.
Saat menulis status itu, Husyam menyertakan tiga foto pendukung yakni foto pekerja Tiongkok bersama teman wanitanya, mobil yang dikendarai, dan SIM.
Pada SIM itu tertera tanggal pembuatan 15 Agustus 2016 dan masa berlaku sampai dengan 21 Agustus 2021.
Husyam menuturkan, kejadian bertemu tenaga kerja asing di Palembang bukan yang pertama kali.
Pada Agustus lalu, ia berjumpa puluhan orang dengan logat mandarin di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II.
Rombongan yang diangkut dua minibus ini terlihat celingak-celinguk (merasa asing) pada lingkungan sekitarnya.
Tribun Sumsel kemudian mengecek alamat si pekerja Tiongkok yang tertera di SIM.
Ternyata perusahaan tempatnya bekerja bergerak di bidang penunjuang pertambangan.
Mobil yang difoto pada postingan facebook Husyam Usman diparkir di depan pintu kantor.
Serbuan tenaga kerja asing memang membuat heboh bangsa ini.
Bukan hanya di Sumsel, tetapi juga di sejumlah daerah di Indonesia.
Tribun Sumsel pernah mengunjungi satu perusahaan yang banyak memanfaatkan tenaga kerja asing dalam proyeknya.
Ada ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA), sebagian besar adalah pekerja asal Tiongkok, sisanya berasal dari Malaysia, India, Taiwan, Kanada, Australia, Amerika Serikat, dan Finlandia.
744 Orang
Jumlah tenaga kerja asing di Sumsel dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak.
Data terbaru diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumsel per 31 Maret 2016 terdapat 744 orang.
Sebagian dari mereka tidak mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia.
Aturan tenaga kerja asing di Indonesia memang semakin longgar sejak pemerintah merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 tahun 2015. Aturan kewajiban bagi TKA untuk dapat berbahasa Indonesia dihapus. Sehingga mereka kini lebih leluasa untuk berkarir di negeri ini.
Untuk menghindari kesalahan komunikasi, perusahaan pemberi kerja orang asing sangat mengandalkan peran penerjemah bahasa.
Tanpa penerjemah, pekerjaan bisa lambat, bahkan berakhir dengan konflik.
"Bahasa Inggris juga mereka kuasai. Tetapi hanya sebagian, tidak semua. Sisanya hanya pakai bahasa sehari-hari di China, Bahasa Mandarin," kata seorang penerjemah Bahasa Mandarin yang bertugas di sebuah proyek. (wan)