Potong Ayam Tidak Penuhi Standar

Eksklusif: Potong Ayam Langsung Dicelor, Darah Belum Habis dan Bahaya Banyak Bakteri

Banyak pedagang ayam di pasar tradisional tidak memenuhi standar pemotongan.

Tribunsumsel.Com/ Eko Hepronis
Ilustrasi 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Banyak pedagang ayam di pasar tradisional tidak memenuhi standar pemotongan.

Keterbatasan pengetahuan dan minimnya Rumah Potong Ayam (RPA) menjadi dua faktor utama terabaikannya tahapan-tahapan yang mesti dilakukan.

"Kita akui di lapangan, proses pemotongan unggas belum memenuhi standar."

"Apalagi di tingkat pedagang pasar, ayam dipotong langsung dicelor."

"Sehingga darahnya belum sepenuhnya habis, ini dapat memicu bakteri berbahaya," ungkap Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Palembang, Ir Harrey Hadi MS dibincangi Tribun Sumsel, Rabu (9/11).

Menurut Harrey Hadi, cara pemotongan unggas sangat berpengaruh pada kualitas daging yang dihasilkan.

Tahapan demi tahapan pemotongan wajib dilalui sehingga diperoleh kualitas daging Aman Sehat Utuh dan Halal (ASUH).

Minimnya RPA menjadikan pedagang tidak tahu standar pemotongan.

Menyebabkan mayoritas pemotongan unggas tidak sesuai standar.

Oleh sebab itu, Harrey tidak bisa menjamin kualitas daging ayam benar-benar baik.

Ia menegaskan, akan mengupayakan pembangunan RPA yang menangani kebutuhan daging di Kota Palembang.

Di RPA, ada standar tahapan yang semuanya harus terpenuhi.

Langkah pemotongan ayam dalam posisi digantung dengan kepala di bawah agar darah dapat keluar sampai habis.

Proses ini dapat dilakukan 3-5 menit atau hingga ayam tidak bergerak sama sekali dan tidak ada darah yang keluar dari leher.

Baru kemudian ayam dapat dimasukkan dalam air panas (dicelor) untuk mempermudah proses pencabutan bulu ayam.

"Tahapan pemotongan hewan yang baik diawali dengan proses syariat Islam dengan membaca basmallah."

"Setelah dipotong kemudian digantung, dicelor, cabut bulu hingga pengeluaran jeroan," urainya.

Menurutnya, proses pemotongan ideal dapat dilakukan melalui sarana Rumah Potong Hewan Ayam (RPH- A).

Di Kota Palembang, baru ada dua yakni di Sekojo dan Pasar Alang Alang Lebar (AAL).

Keduanya merupakan milik swasta yang terus dikembangkan melalui bantuan dana bantuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Daerah (APBN dan APBD).

"Kita sedang pikirkan, mau RPH-A yang terkonsentrasi pada satu gedung atau RPH di masing masing pasar, ini mendesak."

"Apalagi ini Palembang saat ini tengah bersiap menggelar even besar yakni Asian Games, kita akan upayakan segera," tegasnya.

'Potong Ayam, Saya Kalau Ingat Saja Baru Baca Doa'

Beberapa pedagang daging ayam di Pasar Sungki, Kertapati masih menjajakan dagangannya meski matahari berada tepat di atas kepala.

Ayam yang sudah disembelih, dibersihkan serta dipotong-potong terjajar rapi di lapak masing-masing.

Ayam yang dijual di pasar tradisional itu dipotong di rumah masing-masing. Tidak ada yang memotong ayam di tempat pemotongan unggas.

"Kami motong di rumah dewek. Sudah bersihkan langsung bawak ke pasar untuk dijual," kata seorang pedagang ayam di sana.

Menurutnya, penyediaan daging ayam selama ini dilakukan secara manual. Artinya pedagang memotong ayam sendiri, membersihkan kemudian dijual di pasar. Begitu seterusnya.

Dahulu memang ada tempat pemotongan ayam di pasar tempatnya berjualan. Namun tidak berlangsung lama.
Selain tempatnya yang tidak memadai, alasan lain yakni fasilitasnya tidak mendukung.

"Dulu memang ada di sini, tapi sudah gak ada lagi. Tempatnya sempit trus airnya gak lancar," katanya.

Oleh sebab itu, para pedagang lainnya termasuk dia, enggan memanfaatkan tempat potong itu. Mereka pilih memotong di rumah supaya bisa leluasa dan tidak kekurangan air.

Ia yakin, cara pemotongan yang dilakukan sudah baik dan layak. Ayam yang sudah dipotong, dimasukkan ke dalam rendaman air panas, kemudian dibersihkann bulunya.

Tribun Sumsel juga menjumpai aktivitas pemotongan hewan di Pasar Perumnas awal pekan tadi. Seorang pria memotong ayam dengan cepat sambil membukukkan badan.

Pisau tajamnya dengan cepat menggores leher ayam, kemudian memasukkannya ke keranjang di sampingya.

Ada satu tempat pemotongan lagi di dekat lokasi ini. Siang itu, dua pria sedang menyiram lantai. Tidak ada aktivitas pemotongan ayam saat itu.

Beberapa pedagang pasar memanfaatkan tempat pemotongan ini. Termasuk Aini, pedagang ayam yang dijumpai hari itu.

“Potong dewek, motong di gudang, di belakang,” kata wanita itu sambil merapikan daging ayam dagangannya.

Ia balik bertanya, di Palembang ini tidak ada tempat pemotongan resmi.

Berbeda dengan Jakarta. Pengadaan rumah potong dinilainya sangat bagus supaya pedagang tidak perlu repot lagi.

Selama ini, Aini memotong ayam sesuai kebutuhan. Sebab, ayam yang sudah dipotong mudah busuk apabila sudah lebih dari tiga jam.

“Jadi harus selalu fresh, beda dengan ayam dibekukan. Kalau habis, baru potong lagi,” ungkapnya.

Saat ini, ada dua rumah potong berizin di kota Palembang. Satu di Sekojo, dan satunya di Pasar Alang Alang Lebar.

Tribun Sumsel menjumpai Ando, pria berumur sekitar 30-an tengah beristirahat duduk diatas keranjang plastik.
Tanpa memakai baju ia membersihkan sepatu booth-nya.

Ia beberapa saat lalu baru saja menyelesaikan pekerjaan memotong ratusan ayam di pasar Alang-Alang Lebar.

Sejak pukul 01.00 dini hari, ia sudah berjibaku dengan ratusan ayam yang dibawa ke Tempat Pemotongan Ayam (TPA) di pasar tersebut.

Sekitar pukul 09.00 hingga 10.00, ia menyudahi pekerjaannya sekaligus membersihkan peralatan dan perlengkapan pemotongan ayam.

Sudah sebulan terakhir TPA untuk sementara berpindah tempat di sebuah los pasar tidak jauh dari tempat semula. Gedung tempat pemotongan ayam sedang direnovasi.

Ando, tidak sendiri. Ada beberapa temannya yang juga bekerja di sana setiap hari.

Ketika rumah pemotongan sedang direnovasi, pemotongan hingga proses menjadi daging ayam utuh siap dijual dilakukan secara manual.

Di los pasar itu terdapat beberapa bilik ruangan yang digunakan sebagai proses pembersihan ayam yang sudah dipotong.

Perlengkapannya yakni tungku berukuran besar untuk air panas dan mesin pembersih bulu ayam.

Menurut dia, sejak berada di tempat tersebut, pemotongan ayam melalui beberapa proses, di antaranya setelah ayam dipotong, kemudian dibiarkan mati terlebih dahulu, setelah itu ayam dimasukkan ke rendaman air panas dalam tungku.

Selanjutnya ayam dipindahkan ke tempat lain untuk dibersihkan bulu-bulunya. Ketika semua proses itu selesai, proses penyiapan daging ayam utuh siap didistribusikan.

Soal pemotongan ayam apakah sesuai ajaran agama, dia mengakui pasrah dengan Yang Maha Kuasa.

Katanya, tidak setiap saat membaca doa sebelum memotong ayam. Dia berdoa, jika teringat atau pada awal-awal pemotongan.

"Kalau sempat Mas. Kalau sudah ribuan itu paling awal-awalnya saja, selebihnya langsung potong-potong saja. Biarlah itu pertanggungjawaban saya sama Yang Maha Kuasa," kata dia.

Sebenarnya Ando sudah diberi arahan tentang pemotongan ayam yang baik dan berkualitas.

Hanya saja, sebagai pekerja dia dipesankan untuk sepintar mungkin bisa memotong ayam dengan cepat dan tetap menjaga kualitasnya.

"Ada arahannya, motongnya harus baik dan sebagainya, tapi kembali ke kita bagaimana bisa cepat dan bagus kualitasnya," ungkap dia.

Penilaiannya sendiri, tata cara pemotongan hingga perlakuan daging ayam sehingga berkondisi baik sudah cukup dilakukan. Meskipun diakuinya tempat pemotongan ayam itu bukan di tempat seharusnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved