Said Aqil Siraj: Jangan Jadikan Agama Barang Murah untuk Mengejar Target Politik

Banyak kalangan menilai aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat pada Jumat 4 November 2016 rentan kepentingan politik

KOMPAS.com/Kristian Erdianto
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, saat memberikan keterangan terkait penetapan Hari Raya Idul Fitri 2016, di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (4/7/2016). 

TRIBUNSUMSEL.COM-Banyak kalangan menilai aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat pada Jumat 4 November 2016 rentan disusupi kepentingan politik.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai bahwa hal tersebut tidak bisa dipungkiri mengingat momentumnya sangat dekat dengan penyelenggaraan Pilkada serentak.

Menurut Lukman, agama memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan kerap mempengaruhi dinamika politik.

"Sejak ratusan tahun lalu bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang relijius. Komunitas masyarakat yang tidak bisa memisahkan nilai-nilai keagamaan dari kehidupan keseharian. Kemudian agama dengan berbagai paham yang muncul juga ikut memengaruhi dinamika politik," ujar Lukman di Program Mata Najwa yang ditayangkan Metro TV, Rabu (2/11/2016).

Menurut Lukman, saat ini agama sering digunakan dengan pendekatan yang konfrontatif. Hal tersebut akhirnya menimbulkan gejolak antarkelompok.

Seharusnya, kata Lukman, agama dipraktikkan dengan pendekatan yang promotif. Artinya, agama sebagai alat untuk menjaga kebhinnekaan.

"Agama seringkali tidak dijalankan dengan pendekatan promotif. Ini yang akhirnya membuat gejolak. Apalagi dengan yang berbeda agama," kata Lukman.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menegaskan prinsip bahwa agama tidak bisa dicampuradukkan dengan politik.

Menurut Said Aqil, apabila agama dijadikan alat untuk mengejar kepentingan politik, akan mudah sekali terjadi konflik.

"Prinsip yang penting jangan campuradukan agama dengan politik. Jangan jadikan agama barang murah dalam mengejar target politik. Ini asal muasal kita mudah marah," ujar Said.

Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid pun menuturkan jika agama sebagai komoditas politik, akan berpengaruh buruk terhadap interaksi sosial di masyarakat.

Dia menyebut konflik yang terjadi di Ambon dan Poso merupakan akibat dari sentimen agama yang dibawa ke dalam persoalan politik.

"Jangan sampai agama dijadikan sebagai komoditas politik. Di indonesia sudah banyak daerah yang terjadi konflik berdarah, akibat SARA dipakai untuk urusan politik. Contohnya di Ambon dan Poso. Sudah cukup bangsa ini mengalami konflik," kata Yenny.

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved