Potret Kumuh Seberang Ulu Palembang

EKSKLUSIF: Seberang Ulu Jadi Potret Ketimpangan Pembangunan Palembang

Seberang Ulu menjadi potret ketimpangan pembangunan Kota Palembang. Kondisi kawasan ini sangat berbeda jika dibandingkan kemajuan pembangunan dan peny

TRIBUNSUMSEL.COM/ABRIANSYAH LIBERTO
Suasana kawasan 7 Ulu yang terlihat kumuh, Jumat (19/2/2016). Pemerintah kota Palembang harus lebih memperhatikan tempat kumuh di Kawasan Palembang. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Seberang Ulu menjadi potret ketimpangan pembangunan Kota Palembang. Kondisi kawasan ini sangat berbeda jika dibandingkan kemajuan pembangunan dan penyediaan infrastruktur di Seberang Ilir.

Seberang Ulu terdiri empat kecamatan, Kertapati, Seberang Ulu 1, Seberang Ulu II, dan Plaju.
Masih banyak dijumpai pemukiman kumuh. Kawasan padat penduduk yang tidak memiliki sanitasi yang baik.

Rumah-rumah berdiri rapat, membuang sampah sembarangan ke sungai dan jalan, serta mandi dan mencuci menggunakan air sungai.

Data yang diperoleh dari BPS Palembang, di Kertapati terdapat 33 lokasi pemukiman kumuh dengan 4.440 bangunan serta didiami lebih dari 4.900 keluarga. Di Seberang Ulu I terdapat 39 lokasi pemukiman kumuh dengan 2420 bangunan, serta didiami lebih dari lima ribu keluarga.

Sedangkan di Kecamatan Seberang Ulu II terdapat 32 lokasi pemukiman kumuh dengan hampir 2 ribu bangunan, serta didiami hampi 2 ribu keluarga.

Tribun Sumsel menjumpai bantuan alat penyaring air di RT 34, lokasinya di bawah Jembatan Keramasan. Bantuan yang diterima warga sejak Agustus 2015 ini memungkinkan warga bisa menggunakan air layak untuk konsumsi.

Air disedot dari sungai, kemudian ditampung di dalam bak. Setelah itu, akan disedot masuk ke tangki penyaringan. Selanjutnya air yang bersih dipindahkan ke dua tandon berkapasitas 10 ribu liter.

“Ada takaran obatnya juga, warna kuning dan putih. Warga yang mau mengambil air ini dimintai biaya Rp 1.000 per gallon. Kalau belikan Rp 3.500 per galon. Malah ada warga yang berniat memasang pipa untuk disambungkan langsung ke rumah,” jelas Ketua RT 34, Tuti Agustina.

Rumah Tuti berdekatan dengan alat penyaring air ini. Jadi sambungan listrik untuk sementara memanfaatkan milik rumahnya. Biaya yang disetorkan warga katanya, akan digunakan untuk membayar listrik dan membeli obat penjernih air.

Selama ini jelas Tuti, warga mengandalkan Sungai Musi untuk kebutuhan sehari-hari. Hampir setiap rumah menyiapkan bak penampungan. Jadi air yang baru diambil dari sungai tidak langsung dipakai, melainkan diendapkan untuk beberapa waktu supaya kotoran dan tanahnya terpisah.

“RT lain juga ada dapat bantuan alat filter ini. Saya lupa dari instansi mana yang beri bantuan. Warga sangat senang adanya bantuan ini,” ungkapnya.

BPS Palembang mencatat, jumlah penduduk Kecamatan Kertapati pada 2014 sebanyak 83.743. Hanya 1.633 keluarga menggunakan air PDAM dan sebanyak 189 keluarga menggunakan air sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan sisanya masih mengkonsumsi air sungai.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved