Istrinya Meninggal, Pria Tua Kaya Raya Baru Sadar Kesalahannya, Kisahnya Buat Netizen Terharu
"Saya mendambakan wanita penuh pengertian walau hidup susah senang selalu bersama..amin,"
TRIBUNSUMSEL.COM- Sebuah kisah yang penuh inspirasi menceritakan penyesalan seorang pria berusia 55 tahun yang pada masa mudanya hanya terfokus mencari kekayaan membuat banyak netizen terharu.
Kisah yang dibagikan fanspage facebook kumpulan kisah nyata pemberi inspirasi dan motivasi hidup ini patut dijadikan pelajaran untuk semuanya agar tidak menjadikan harta dan kekayaan sebagai tujuan utama dalam menjalani kehidupan.
Netizen langsung bereaksi membaca kisah ini seperti yang ditulis akun Lien bajil "Amin saya dambakn wanita penuh pngrt'n"wlw hidup susa senang sll bersamaan"amin2??" tulisnya
"Saya mendambakan wanita penuh pengertian walau hidup susah senang selalu bersama..amin,"
" Amien2 ya Allah,berkahilah keluargaku menjadi kelg yg sakinah,mawaddah,warahmah...."tulis akun lainnya Rizqi Adiarti.
"Sangat bagus nasehatnya buat rumah tangga "sahut akun Onyai Chas
Berikut kisah lengkapnya:
Testimoni seorang bapak diusia 55 th...Renungan Hidup..!!
Seorang bapak sekira usia 55 tahunan duduk sendiri di sebuah lounge menunggu pesawat yang akan menerbangkannya ke Jogja.
Kami bersebelahan hanya berjarak satu kursi kosong. Sekira sekian menit, ia menyapa saya.
“Mas, hendak ke Jogja juga?”
“Iya, Pak. Bapak juga?
“Iya.”
“Bapak sendiri?”
“Iya.” Senyumnya memasam. Menghela napas panjang. “Mas, kerja apa?”
“Saya serabutan, Pak,” sahut saya sekenanya.
“Serabutan tapi mapan, ya?” Ia tersenyum. “Kalau saya mapan tapi jiwanya serabutan.”
Saya tertegun. “Kok begitu, Pak?”
Ia pun mengisahkan, istrinya telah meninggal setahun lalu.
Dia memiliki dua orang anak yang sudah besar-besar.
Sulung sudah mapan bekerja di Amsterdam. Di sebuah perusahaan farmasi terkemuka di dunia sebagai manajer. Yang bungsu, masih kuliah di Singapura.
Tepat pada saat ia berkisah tentang rumahnya yang mentereng di wilayah Pondok Indah, Jakarta, yang hanya dihuni olehnya seorang, dikawani seorang pembantu dan suaminya yang sekaligus sopir pribadinya, ia menyeka kelopak mata dengan tisu.
“Mas jangan sampai mengalami hidup seperti saya, ya. Semua yang saya kejar selama muda kini hanyalah kesia-siaan. Tiada guna sama sekali dalam keadaan seperti ini. Saya tak tahu harus berbuat apa lagi. Tapi saya sadar, semua ini akibat kesalahan saya yang "selalu memburu duit, duit, dan duit, " sampai lalai mendidik anak tentang Iiman, ibadah, silaturahim, dan mengabdi pada orangtua.
Hal yang paling menyesakkan dada saya ialah saat istri saya akan meninggal, anak kami yang sulung hanya berkirim SMS tak bisa pulang mendampingi akhir hayat mamanya gara-gara harus meeting dengan kolegaya dari Swedia. Sibuk. Iya, sibuk sekali….”
“Bapak, Bapak yang sabar ya….” Adakah kalimat lain yang bisa saya ucapkan selain itu? Ia tersenyum kecut.
“Sabar sudah saya jadikan lautan terdalam dan terluas untuk membuang segala sesal saya mas. Meski telat, saya telah menginsafi satu hal yang paling berharga dalam hidup manusia, yakni sangkan paraning dumadi
bukan materi sebanyak apa pun.
Asal-usul dan hendak ke mana kita akhirnya. Saya yakin, hanya dari Allah dan kepada-Nya kita kembali. Di luar itu, semu semua. Tidak hakiki.
Mas bisa menjadikan saya contoh kegagalan hidup manusia yang merana di masa tuany
Ia mengelus bahu saya , saya tiba-tiba teringat almarhum ayah.
Di pesawat, seusai take off, saya melempar mata ke luar jendela, ke kabut-kabut yang berserak bergulung-gulung bertimbun-timbun bagai permadani putih.
Semua manusia sungguh semata hanya sedang menunggu giliran dijemput maut.
Manusia sama sekali tiada nilainya, tiada harganya, tiada pengaruhnya bagi jagat raya ini.
Sangat nisbi, naif, dhaif, fana, sumir, kerdil, sebutir debu, senoktah hikayat.
Subhanallah. La ilaha illa anta. Maha suci Engkau, Tuhanku.
Tidak diketahui apakah kisah itu nyata atau tidak hanya saja respon orang yang membacanya membuat kisah tersebut seperti nyata. Semoga dapat mengambil manfaat dari cerita tersebut.