13 Tahun Bolak Balik RS Jiwa

Eksklusif: Perjuangan Yanti 13 Tahun Sembuh Dari Sakit Jiwa

Setelah 13 tahun bergelut dengan gangguan jiwa, Yanti kini aktif membantu Basa Tiur Mida Siahaan memberikan pemahaman dan berbagi pengalaman kepada

Tribun Pontianak/Leo Prima
Ilustrasi 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Menggunakan gamis dan hijab berwarna hitam, sekilas tidak ada yang berbeda pada penampilan Yanti di Kantor Badan Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Sumsel, Kamis (8/10) sore.

Padahal selama 13 tahun, ibu dua anak ini selalu bolak-balik rumah sakit jiwa akibat gangguan jiwa yang dialaminya. Yanti yang awalnya lebih banyak diam, tiba-tiba tertawa.

Saat itu Tiur, Koordinator Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Palembang minta Tribun Sumsel memilih mana diantara dua wanita di sebelahnya yang pernah mengalami gangguan jiwa.

Ternyata pilihan itu salah karena yang ditunjuk Kiki, lajang yang duduk di sebelah Yanti.

Setelah 13 tahun bergelut dengan gangguan jiwa, Yanti kini aktif membantu Basa Tiur Mida Siahaan memberikan pemahaman dan berbagi pengalaman kepada penderita dan pendamping orang sakit yang sama dengannya.

Anggota KPSI Simpul Palembang berasal dari berbagai kalangan mulai dari pengusaha, dokter, perawat, ibu rumah tangga, hingga mahasiswa.

Terbentuk sejak Maret 2012, organisasi nirlaba ini menyebarkan pengetahuan hingga pelosok desa.

Pada 10 Oktober 2015 merupakan peringatan hari kesehatan jiwa sedunia.

KPSI berharap pemerintah dan masyarakat semakin peduli pada penderita gangguan jiwa serta menjadikannya tetap bermartabat.

Sepekan lalu, rombongan ini mampir ke Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir. Yanti turut hadir, menceritakan awal dirinya menderita gangguan jiwa. Sebelum ke rumah sakit jiwa, ia sudah bosan bolak balik ke dukun dan ulama.

“Saya mau bantu Ibu Tiur karena ada panggilan hati. Saya sejak kecil setiap melihat orang gangguan jiwa di pinggir jalan selalu sedih. Kalau bisa bantu orang itu ada kepuasan sendiri,” ungkap warga Palembang ini.

Ia juga merasa beruntung memiliki suami dan lingkungan tetangga yang mau mendukung. Padahal sering tingkah Yanti meledak-ledak.

Tiba-tiba suka marah tanpa alasan, menangis, dan murung. Semua dilakukan tanpa sadar.

Sebenarnya gejala halusinasi sudah muncul sejak ia kecil.

Sering ada bisikan-bisikan selalu mengganggu pikiran.

Kejadian hebat pernah terjadi saat bisikan itu memerintahkan untuk memasukan anaknya yang saat itu masih berusia 5 tahun ke sumur supaya suci.

Baru sebatas kaki menyentuh air sumur, bisikan itu kembali memerintahkan anak itu diangkat.

Dalam setahun Yanti bisa dua kali bolak-balik ke rumah sakit jiwa. Setelah kondisi mulai membaik, Yanti mulai malas minum obat sehingga sakitnya kambuh kembali.

Lelah, itu yang dirasakannya bolak balik rumah sakit. Yanti sekitar tiga tahun lalu mulai sadar bahwa sembuh itu harus datang dari keinginan kuat diri sendiri.

“Sampai akhirnya saya sadar sendiri. Untuk berubah harus rajin minum obat. Itu sangat penting. Keluarga yang memberikan dukungan agar minum obat,” jelas Yanti.

Selama dirawat di Rumah Sakit Ernaldi Bahar itulah dia berkenalan dengan Tiur yang jadi perawat di sana. Bukan hanya kenal, Tiur dijadikan tempat bercerita dan berkeluh kesah atas masalah yang dihadapi. Sejak itu hatinya mulai tenang dan nyaman.

“Sejak keluar dari rumah sakit, sekarang aktif membagi pengalaman ke orang lain. Tanpa obat tidak bisa sembuh. Setiap orang punya masalah, tetapi tidak perlu berpikir berlebihan, “ ungkapnya.

Pengalaman lain diungkapkan Kiki, pendamping Om (paman) nya yang mengalami skizofrenia (gangguan mental). Derita ini mulai muncul setelah Om-nya keluar dari penjara.

Sejak itu ia merasa tertekan dan selalu menilai orang lain jahat. Ia memilih menghindar lingkungan sekitar. Keluarganya sudah mengajak ke dukun dan pengobatan alternatif, tetapi tidak muncul perubahan.

Kiki yang kebingungan mencari tahu mengenai sakit diderita Omnya ke google. Ia kemudian menemukan alamat KPSI.

Semua penjelasan diperoleh dari website itu, kemudian ketemu lagi alamat facebook-nya. Sempat chating beberapa kali dengan admin akun KSPI, kemudian disarankan untuk berkonsultasi dengan KSPI Simpul Palembang.

“Dari KSPI dapat pengetahuan, lalu jadi pendamping Om. Bertugas mengontrol konsumsi obat. Sekarang Om sudah mau minum obat,” ujar Kiki.

Rasa curiga yang selalu muncul itu kini terkikis. Omnya juga mulai aktif di kegiatan masyarakat, sesekali ikut tetangga mancing dan ke sawah.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved