13 Tahun Bolak Balik RS Jiwa
Eksklusif: Jangan Kucilkan Penderita Gangguan Jiwa
Sejak tiga tahun lalu, organisasi ini terus memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya mengantisipasi sakit jiwa dan perlunya keluarga
TRIBUNSUMSEL.COM - Keterbatasan tenaga dan dana bukan penghalang bagi Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Palembang.
Sejak tiga tahun lalu, organisasi ini terus memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya mengantisipasi sakit jiwa dan perlunya keluarga dan lingkungan memberikan dukungan kepada penderita.
“Kesehatan jiwa belum banyak tersentuh oleh mereka yang harus betul-betul diberikan tindakan cepat. Kasus banyak, terus meningkat. Sementara fasilitas pelayanan terbatas. Bagaimana ini cepat tertangani maka kita harus buat gerakan,” ujar Basa Tiur Mida Siahaan, Koordinator KPSI Palembang.
Pemahamam minim, padahal setiap individu bisa mengalami ganguan jiwa. Gangguan seperti apa? Misalnya untuk gangguan ringan dalam bentuk susah konsentrasi atau sulit tidur tiga hari berturut-turut.
Pada tahap sedang itu dicirikan orang yang tidak mau bersosialisasi, tidak mau mengurus diri, dan tidak bisa mengambil keputusan.
Lalu untuk yang gangguan berat sudah tidak lagi berinteraksi dengan dunia luar.Tiur selama ini menemukan kesalahan masyarakat setiap kali menemukan penderita gangguan jiwa. Selalu yang dicari pertama dukun atau ulama, padahal yang salah itu adalah mentalnya.
Otak yang diserang. Padahal itu adalah bagian penting yang mengatur perilaku, emosi, berpikir, dan berkata-kata.Semua fungsi bisa terganggu.
“Kami selalu ingatkan ke masyarakat dan keluarga bahwa ini adalah penyakit, jangan dikucilkan, dan selalu kontrol konsumsi obatnya. KSPI juga yang berperan men-drive UU Kesehatan Jiwa No 18 Tahun 2014,” ujar PNS di Dinas Kesehatan Sumsel ini.
Menurut Tiur, tidak ada acara khusus dibuat untuk memeringati hari kesehatan jiwa sedunia pada 10 Oktober 2015. Tetapi Kementrian Kesehatan pada tahun ini punya tema “Bermartabat Dalam Gangguan Jiwa”. “Kita selalu bergerak, mendorong pemerintah daerah membuat kebijakan, program-program.
Dari UU baru juga sudah ada aturan, mereka yang miskin harus mendapat penanganan yang layak,” jelas Tiur. Informasi yang diperolehnya dari pusat, ada 600 puskesmas seluruh Indonesia yang memberikan pelayanan gangguan jiwa.
Di Sumsel belum diketahui, tetapi minggu lalu KPSI Palembang berinisiastif mengajak puskesmas di Muara Kuang untuk deteksi dini warga di sana. Kesiapan puskesmas diminta untuk tambah psikolog.
Tidak ada data lengkap mengenai jumlah penderita gangguan jiwa yang sudah disembuhkan KPSI Palembang. Sebab selama ini, penderita gangguan jiwa berasal dari berbagai daerah. Komunikasi juga tidak hanya tatap muka langsung, sebagian ada yang melalui telepon dan media sosial.
Dari semua yang minta bantuan KPSI itu rata-rata sudah mengalami gangguan jiwa berat. Sebelum itu keluarga sudah keliling mengajak ke dukun atau ulama dengan kekhawatiran anggota keluarganya diganggu mahluk halus.
“Gangguan jiwa itu butuh obat. Obat itu diperoleh dari berobat ke pelayanan kesehatan. Puskesmas atau kalau tidak sanggup ke rumah sakit,” ujar Tiur. (wan/bbn/and)