Zao An

Sejarah Perayaan Sembahyang Rebutan

Dalam kepercayaan Tionghoa, ada namanya sembahyang “rebutan”. Istilah “rebutan” ini adalah digunakan untuk sembahyang k

Penulis: Henky Honggo |
Sejarah Perayaan Sembahyang Rebutan 

TRIBUNSUMSEL.COM - Dalam kepercayaan Tionghoa, ada namanya sembahyang “rebutan”. Istilah “rebutan” ini adalah digunakan untuk sembahyang kepada mereka yang telah mendahului. Pada bulan ke tujuh menurut penanggalan lunar, ada kepercayaan bahwa pintu neraka dibuka dan seluruh penghuninya bertamasya ke dunia untuk mencari makan selama satu bulan penuh.

Di bulan ke tujuh ini, biasanya pihak keluarga dari mereka yang sudah meninggal, melakukan sembahyang dengan menyajikan makanan kesukaan almarhum. Selain itu juga ada pakaian, sepatu, bahkan di zaman modern ini ada handphone, televisi dan uang dalam bentuk kertas perak. “Pengiriman” barang tersebut dengan cara dibakar, dan pihak di sana menerimanya. Untuk sajian makanan, tidak hanya untuk keluarga yang sudah meninggal, tapi juga untuk mereka yang tidak mendapat sajian dari keluarga masing-masing.

Sembahyang biasanya dilakukan pada hari ke empat belas bulan ke tujuh. Ada sebagian pendapat bahwa di hari ke lima belas, di dunia sana ada bazaar, sehingga para penerima uang kertas tersebut dapat berbelanja di acara tersebut. Hal tabu juga menjadi kepercayaan pada bulan ini, biasanya orang tua melarang anaknya untuk keluar rumah pada malam hari. Alasan mereka adalah jangan sampai terjadi apa yang tidak diinginkan, karena para hantu sedang berada di dunia fana.

Festival yang dilakukan pada bulan ke tujuh penanggalan lunar ini disebut dengan中元節 (zhōng yuán jié). Dalam festival ini tidak hanya acara sembahyang saja, tapi ada banyak acara lain yang ada di dalamnya, misalnya festival lampu.

Lampu Untuk Penerangan

Pada pertengahan musim gugur di Tiongkok diperingati 中元節 (zhōng yuán jié). Ini merupakan suatu kebudayaan rakyat Tiongkok dari zaman kerajaan dahulu. Pada bulan ini, salah satu festival yang diadakan adalah festival lampu yang sering disebut 斗燈會 (dòu dēng huì). Festival ini di zaman sekarang sudah menjadi festival tahunan, selain sebagai permainan juga sering dilombakan dan disebut juga sebagai 賽燈 (sài dēng).

Pada zaman dahulu festival lampu ini diadakan dari tanggal tiga belas sampai tujuh belas bulan ke tujuh menurut penanggalan lunar. Setiap jalanan ramai dipasang lampu dan anak-anak keluar rumah sambil membawa lampu hias dan sambil berteriak “lampu bunga teratai, hari ini dinyalakan besok dibuang.” Kenapa bisa dibuang lampunya ? karena pada tanggal lima belas bulan ke tujuh penanggalan lunar adalah disebut 鬼節 (guǐ jié) atau festival hantu. Lampu yang dinyalakan ini untuk menerangi perjalanan para hantu yang keluar, jadi tidak baik untuk disimpan, melainkan dimusnahkan. Maka dari itu, lampu yang sudah dinyalakan setelah habis lilinnya langsung dibakar seluruhnya. Jenis dari lampu pada festival ini terdapat beberapa macam, yaitu :

Sembilan Teratai

Lampu ini terdiri dari sembilan kuntum bunga matahari atau 九蓮燈 (jiǔ lián dēng). Satu kuntum bunga matahari yang paling besar diletakkan paling atas, dan di bawahnya terdapat delapan kuntum bunga matahari sebagai penunjang. Setiap kuntum bunga matahari diberi lilin kecil yang dinyalakan. Ada juga jenis seperti ini yang menggunakan bunga teratai yang dironce menjadi satu ikatan dan bunga yang letaknya paling atas diberi lilin.

Couplet Teratai

Disebut dengan 蓮幡燈 (lián fān dēng) atau disebut juga dengan 蓮對燈 (lián duì dēng) adalah lampu yang digantung sebagai couplet 對聯 (duì lián) yang bagian atasnya diberi lilin. Lampu ini dipasang dari tanggal tiga belas sampai tujuh belas bulan ke tujuh penanggalan lunar, setelah lewat dari tanggal tersebut, couplet ini dibakar.

Lampu Bintang

Disebut dengan 篙子燈 (gāo zi dēng) atau 星星燈 (xīng xīng dēng). Lampu ini terbuat dari rumput liar yang dianyam menjadi bunga, ditambah guntingan kertas dan ditusuk gaharu yang banyak, saat gaharu dinyalakan maka nampak seperti bintang-bintang. (henky honggo)

Tags
zao an
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Sejarah Pakaian Han Fu

 

Mengenang Teresa Teng

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved