Kata Ibas F-Demokrat Tetap Sejalan dengan SBY

Peraturan DPR RI tersebut dimaksudkan sebagai payung hukum bagi DPR RI dalam melakukan pembahasan bersama pemerintah

Editor: Weni Wahyuny
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (kiri) mengumumkan pengunduran dirinya dari anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/2/2013). Ibas mundur dari anggota DPR untuk fokus mengurus partai. 

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas membantah bahwa Demokrat telah bermain dua kaki dalam menyikapi dana aspirasi daerah pemilihan senilai Rp 11,2 triliun per tahun. Fraksi Partai Demokrat, kata dia, tetap sejalan dengan keputusan dan sikap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menolak dana aspirasi.

"Fraksi Partai Demokrat hingga saat ini belum pernah memberikan persetujuan tentang alokasi dana aspirasi. Sejauh ini yang telah disetujui Fraksi Partai Demokrat adalah peraturan DPR RI tentang mekanisme pelaksanaan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) sebagaimana diamanatkan dalam pasal 80 huruf (J) UU MD3," kata Ibas dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/6/2015).

Menurut Ibas, Peraturan DPR RI tersebut dimaksudkan sebagai payung hukum bagi DPR RI dalam melakukan pembahasan bersama pemerintah tentang tata cara bagaimana anggota DPR RI mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan di dapil.

Pelaksanaan UP2DP ini, lanjut Ibas, tidak sama dengan alokasi dana aspirasi yang selama ini dipahami oleh banyak kalangan. Lewat dana aspirasi, kata dia, setiap anggota DPR RI diberi alokasi dana dalam jumlah tertentu dalam APBN dan berhak mengelola sendiri dana.

Sedangkan dengan UP2DP, menurut Ibas, anggota DPR tidak memegang uang dan tidak mengelola uang.

"Fraksi Partai Demokrat berpandangan UP2DP dimaksudkan agar setiap anggota DPR RI benar-benar bekerja menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat secara konkrit untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran," katanya.

Namun, tambah putra SBY ini, Fraksi Partai Demokrat akan menolak pelaksanaan UP2DP apabila tidak memenuhi lima syarat pokok.

Syarat pertama, memastikan bahwa pengalokasian anggaran UP2DP dalam APBN dan APBD yang diperuntukkan untuk pelaksanaan program pembangunan daerah pemilihan harus sejalan dan tidak bertentangan dengan rencana pemerintah.

"Hal ini kami sampaikan mengingat bahwa APBN direncanakan dan disiapkan dengan proses dari atas dan dari bawah secara terpadu, bertahap dan berlanjut," ujar Ibas.

Kedua, UP2DP juga harus cocok dan tidak bertentangan dengan prioritas dan rencana pemerintah daerah setempat. Harus dipastikan adanya jaminan dalam pelaksanaan UP2DP tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah dan yang diinginkan oleh DPRD provinsi, kabupaten dan kota.

Hal ketiga yang harus dipikirkan, kata Ibas, jika anggota DPR RI punya dana aspirasi, bagaimana dengan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dinilai lebih tahu dan lebih dekat ke dapil.

"Kalau mereka juga dapat dana aspirasi, betapa besar dana APBN dan APBD yang tidak ditangan eksekutif dalam perencanaannya. Betapa rumit dan kompleksnya perencanaan pembangunan karena masing-masing pihak punya keinginan dan rencananya sendiri," kata mantan Sekjen Demokrat ini.

Keempat, harus dipastikan pula setiap anggota DPR punya jatah dan kewenangan untuk menentukan sendiri proyek dan anggarannya. Anggota DPR tidak akan mengambil alih kewenangan eksekutif.

Terakhir, harus dipastikan akuntabilitas dan pengawasan dana aspirasi itu, sekalipun dana itu tidak dipegang sendiri oleh anggota DPR. Pengawasan ini termasuk berkoordinasi dengan badan pengawas negara dan instansi penegak hukum.

Dalam rapat paripurna, Selasa (23/6/2015), Fraksi Demokrat hanya diam saja saat proses pengambilan keputusan terkait peraturan dana aspirasi.

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved