Opini

Penegasan Identitas Keberagaman Sumsel

Dalam bahasa sehari-hari di Palembang, kata Wayang adalah gambar (lebih dikaitkan pada lukisan atau photo sebuah tokoh atau pertiwa dalam sebuah cerit

zoom-inlihat foto Penegasan Identitas Keberagaman Sumsel
TRIBUNSUMSEL.COM
Icon Tribunsumsel.com

TRIBUNSUMSEL.COM - Bermula hanya dari percakapan sepintas lalu dan tulisan kecil di harian umum Tribun Sumsel, hari Rabu, tanggal 27 Mei 2015 dengan judul Perkenalkan Wayang Palembang : Wayang Purun, oleh Nurhayat Arief Permana, Pemerhati Budaya, saya menyambutnya sebagai agenda kerja budaya. Kerja ini harus menghimpun semua potensi, seniman, aktivis budaya, pemerhati budaya, akademisi serta semua unsur yang memungkinkan untuk terlibat.

Saat ini, saya justru membayangkan jauh ke depan, membayangkan seratus tahun kemudian. Bagaimana generasi masa nanti akan mempertimbangkan warisan kebudayaan yang kita wujudkan saat ini. Tentunya, Wayang Purun akan menjadi sebuah warisan budaya yang sangat besar. Hak Patennya dimiliki oleh Masyarakat Sumatera Selatan. Suatu kebanggaan dan kehormatan masih bisa turut andil dan menjadi bagian penting dalam pewarisan budaya untuk generasi mendatang di Sumatera Selatan.

Dalam bahasa sehari-hari di Palembang, kata Wayang adalah gambar (lebih dikaitkan pada lukisan atau photo sebuah tokoh atau pertiwa dalam sebuah cerita). Tak perlu dibahas tentang makna, sejak kapan dan dalam konteks apa kata wayang ini muncul dalam bahasa sehari-hari tersebut. Karena justru bakal menguras energi saja. Demikian juga dengan kata Purun. Purun adalah sejenis tumbuhan liar yang banyak tumbuh di daerah rawa di Sumatera Selatan. Pada umumnya, menjadi bahan pokok anyaman tikar (Tikar Purun). Daerah Pedamaran (Kabupaten Ogan Komering Ilir) merupakan sentra utama kerajinan Tikar Purun di Sumatera Selatan. Maka, arti sederhana kata Wayang Purun adalah Wayang yang dibuat dari bahan utama anyaman tikar purun. Melekatkan kata Wayang Purun menjadi sebuah simbol dan idiom kebudayaan akan melahirkan makna yang luar biasa implikasinya. Sebagaimana yang saya bayangkan saat ini. Maka, Kata Wayang Purun dan Kata Wayang Palembang biarlah berjalan dengan implikasinya masing-masing.
Bagi saya, Wayang Palembang merupakan produk budaya pertunjukkan teater boneka yang merupakan produk adaptasi Wayang Kulit dari Jawa. Faktanya memang demikian. Wayang Palembang memang ada, harus diterima, dilestarikan, dan dikembangkan sebagai bagian warisan dan kekayaan budaya yang tumbuh sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam di komunitas terbatas. Saat ini, Kiagus Wirawan merupakan satu-satunya Dalang Wayang Palembang yang masih bertahan.

"Saya justru membayangkan jauh ke depan, membayangkan seratus tahun kemudian. Bagaimana generasi masa nanti akan mempertimbangkan warisan kebudayaan yang kita wujudkan saat ini. Tentunya, Wayang Purun akan menjadi sebuah warisan budaya yang sangat besar. Hak Patennya dimiliki oleh Masyarakat Sumatera Selatan. Suatu kebanggaan dan kehormatan masih bisa turut andil dan menjadi bagian penting dalam pewarisan budaya untuk generasi mendatang di Sumatera Selatan", Warman P, Aktivis Budaya di Lembaga Budaya DASMUSI.

Penegasan identitas
Palembang sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan merupakan tempat berhimpun beragam idiom dan simbol kebudayaan. Saat ini, kita sebagai orang Sumsel mewarisi produk budaya para penduhulu berupa beragam cerita mitos dan lagenda para puyang serta nasihatnya secara temurun dalam bentuk sastra tutur. Sebagian besar sastra tutur tersebut masih dapat kita lihat dalam bentuk pertunjukkan maupun dokumentasi teks maupun audio visual (film). Mitos dan legenda Para Puyang merupakan modal kuat untuk mengidentifikasi keragaman menjadi sebuah idiom budaya di Sumatera Selatan.
Nah , Wayang Purun merupakan produk Wayang masa kini dengan lakon utama cerita mitos dan lagenda para puyang di Sumatera Selatan. Kisah dan penokohannya akan dibuat sedemikian rupa sehingga menghimpun keragaman identitas lokal dan kesukuan menjadi sebuah kekuatan budaya di Sumatera Selatan. Ragam kisah dengan tokoh – tokoh yang dipersatukan oleh benang merah Melayu Swarna Dwipa. Jika, hal ini berkembang dan lestari, apa yang terbayang dibenak anda tentang seratus tahun kemudian ?

Oleh : Warman P
Aktivis Budaya di Lembaga Budaya DASMUSI

Tags
Opini
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved