Zao An
Gembok Cinta di Gunung Huang Tiongkok
Beberapa waktu yang lalu pemerintahan kota Paris membuka semua gembok cinta di seluruh jembatan utama yang ada di sana.
TRIBUNSUMSEL.COM - Beberapa waktu yang lalu pemerintahan kota Paris membuka semua gembok cinta di seluruh jembatan utama yang ada di sana. Tradisi ini mencerminkan cinta abadi dari setiap pasangan. Hal ini tidak saja terjadi di kota Paris, tapi di berbagai tempat di belahan dunia ini juga ada tradisi gembok cinta. Pernah ditelusuri bahwa tradisi gembok cinta ini berasal dari negeri Tirai Bambu.
Di Provinsi Jiang Xi (江西jiāng xī) Tiongkok ada sebuah gunung yang dikenal dengan nama Huang (黃山huáng shān). Puncak gunung Huang tertutup kabut, apabila dari jauh kelihatan sangat indah. Kalau dilihat sekilas, sama seperti gunung di tempat lain, namun uniknya gunung Huang ini ada kumpulan gembok yang tergantung yang disebut gembok cinta atau dalam bahasa Tionghoa disebut 同心鎖(tóng xīn suǒ). Pasangan yang sedang memadu kasih, dengan menggunakan simbol gembok sebagai bukti cintanya, memasang gembok tersebut di terali besi sepanjang pinggiran gunung Huang. Setelah gembok tersebut ditutup, maka kuncinya di buang ke dasar jurang, dengan maksud bahwa tidak ada orang yang dapat mengambilnya dan membuka kembali.
Menurut cerita yang ada, konon kabarnya dahulu kala ada seorang gadis cantik keturunan bangsawan yang menjalin hubungan cinta dengan seorang pemuda dari keluarga rakyat jelata yang miskin. Ayah dari gadis ini tidak menyetujuinya karena takut anaknya kelak akan hidup susah, maka dijodohkannya dengan pemuda lain dari keluarga kaya. Namun pada saat hari pernikahan, gadis ini diculik oleh pacarnya lalu berdua menjatuhkan diri ke jurang gunung Huang. Maka sejak saat itu, mereka yang sedang memadu kasih, memasang gembok cinta di gunung Huang sebagai bukti janji akan bersama selamanya.
Legenda Perjodohan
Sisi lain dari awal mula adanya pemasangan gembok cinta ini berasal dari legenda dewa jodoh (媒神méi shén) atau disebut 月老 (yuè lǎo). Sang dewa ini memiliki buku yang berisi perjodohan antara pria dan wanita di dunia fana. Buku tersebut selalu dibawa kemana-mana bersama benang warna merah. Yue Lao memasangkan benang merah di kaki pria dan wanita, apabila sudah terpasang maka berarti mereka berjodoh.
Pada masa dinasti Tang (唐朝tang cháo), ada seorang laki-laki bernama 韋固 (wéi gù) kaya yang belum menikah. Suatu ketika bertemu dengan seorang kakek tua yang sedang membaca buku di bawah terang bulan. Wei Gu bertanya, “kakek, buku apa yang Andabaca ?”. Sang kakek menjawab, “Ini buku perjodohan manusia yang berasal dari langit.” Wei Gu kembali bertanya, “barang apa yang kakek bawa ?” Kakek kembali menjawab, “ini benang merah untuk diikatkan di kaki masing-masing pasangan sebagai tanda jodoh.” Wei Gu mendengarkan cerita dari kakek ini, langsung bertanya tentang siapa kelak yang akan menjadi jodohnya.
Kakek tersebut mencari di dalam buku perjodohan tersebut dan mengatakan bahwa jodoh Wei Gu adalah anak pedagang sayur yang tinggal di sebelah utara. Setelah mendengarkan hal tersebut, Wei Gu langsung marah dan meninggalkan kakek ini.
Waktu berjalan dan sepuluh tahun berlalu kemudian, Wei Gu pulang dari tugas militer kerajaan dan bertemu dengan seorang gadis yang akan dinikahinya. Setelah mengenal lebih jauh, ternyata gadis tersebut adalah putri dari penjual sayur yang pernah dikatakan oleh kakek tua dulu. Sejak saat itu, Wei Gu percaya bahwa apa yang dikatakan kakek tersebut itu benar dan dapat dipercaya. Lalu Wei Gu mencari kakek tersebut, dan tidak pernah ketemu. Maka dari itu, untuk mengenang kakek tersebut maka dibangun kuil dengan nama月下老人 (yuè xiàlǎo rén) yang artinya orang tua di bawah sinar rembulan. (henky honggo)