EKSKLUSIF: Warga Palembang Kaget Pajak Naik 100 Persen
sejumlah warga jadi kaget karena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar naik hingga dua kali lipat. Beberapa diantaranya protes, minta
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Tanpa terlebih dahulu melakukan sosialisasi, Dinas Pendapat Daerah (Dispenda) Kota Palembang menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) 2015. Imbasnya, sejumlah warga jadi kaget karena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar naik hingga dua kali lipat. Beberapa diantaranya protes, minta koreksi ke Kantor Dispenda Palembang di Jalan Merdeka.
Kepala Dispeda Palembang, Agus Kelana ditemui usai upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera), Rabu (20/5), mengakui adanya warga yang kaget pada besaran PBB tahun ini.
Malah ada satu warga yang protes karena NJOP tempat tinggalnya ditetapkan sebesar Rp 134 juta per meter persegi. Agus mengakui ada kesalahan teknis dalam penghitungan sehingga dilakukan revisi.
Pengamat Ekonomi Universitas Sriwijaya (Unsri), Didik Susetyo, Minggu (24/5), mengatakan, besaran kenaikkan NJOP yang ditetapkan Pemkot Palembang, pada 2015 ini, sangat mencekik masyarakat.
Mestinya besaran kenaikkan perlu dikaji lebih matang mengingat pertumbuhan ekonomi saja hanya dikisaran 4-5 persen.
“Pendapatan masyarakat adalah basic pajak. Kalau pendapatan sedang turun, itu akan sangat memberatkan, mengikat leher masyarakat,” kata Didik.
Sebenarnya di beberapa negara lain juga ada pungutan ini, dinamakan pajak properti. Namun besarannya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat di negara itu. Harus ada perhitungan yang benar mengenai daerah mana saja yang mengalami kenaikkan tinggi.
PBB tetap boleh dinaikkan, tetapi perlu dicermati efektivitas dan efisiensinya. Pasalnya, kenaikkan ini bukan hanya menyulitkan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah, tetapi juga ke atas.
Didik mencontohkan, beberapa hari ini tetangganya di Perumahan Poligon bingung mengetahui PBB yang harus dibayar tahun ini sekitar Rp 500 ribu. Padahal tahun kemarin hanya Rp 200 ribuan.
“Ini kan lebih dari 100 persen naiknya. Dia bingung harus protes ke mana, ini satu contoh saja,” kata Didik.
Menurut dia, apabila kenaikan memang tidak bisa dihindari, ada baiknya dilakukan bertahap. Layaknya tarif listrik.
"Itu lebih baik agar masyarakat tidak kaget. Selain itu, Dinas Pendapatan Daerah harus memberikan sosialisasi dan persuasi. Munculkan semangat kerelaan dari masyarakat untuk membayar," ujarnya.
Langkah ini juga harus diselaraskan dengan timbal balik penggunaan dana itu untuk kepentingan orang banyak. Harus jelas peruntukkan dana itu digunakan untuk apa. Dispenda harus benar mengelola dana ini jangan sampai ada kebocoran.
Jangan juga ada pemaksaan yang berpotensi memunculkan sikap antipati dari warga untuk membayar pajak.
“PBB merupakan satu dari sekian banyak instrumen menambah pendapatan daerah. Sebenarnya bisa dioptimalkan pendapatan dari sektor lain. Misalnya parkir yang selama ini belum efektif,” ujar Didik.